TEROWONGAN DI BUKIT CINA YANG DIBANGUN KAUM TIONGHOA DI MASA PENDUDUKAN JEPANG |
Dabosingkep - Kaum Tionghoa merupakan salah satu bangsa yang memiliki latar belakang budaya mengagumkan. Kaum ini juga dikenal sebagai bangsa yang gemar berpetualang ke seluruh penjuru dunia.
Tak heran, jika kemudian keturunan Tionghoa banyak ditemukan di berbagai negara, tak terkecuali di Kabupaten Lingga. Tulisan ini mencoba menelusuri secara singkat sejarah keberadaan warga Tionghoa di wilayah yang dikenal sebagai Bunda Tanah Melayu ini.
Di Lingga sendiri, terdapat dua daerah yang memiliki sebutan identik dengan Tionghoa. Bukit Cina yang berada di perbatasan Singkep dengan Singkep Barat dan Kampung Cina, di Daik.
Memang, tidak ada literatur khusus yang menjadi dasar sahih sejak kapan keberadaan orang Tionghoa di Lingga. Namun, dari mulut ke mulut yang berkembang secara turun temurun, disebut keberadaan orang Tionghoa di Lingga sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, atau tepatnya berbarengan dengan era kolonialisme Jepang.
Bersama dengan pemandu atau juru kunci Bukit Cina, BATAMTODAY.COM mencoba menelusuri keberadaan bukit yang berada di bawah kawasan hutan lindung Gunung Lanjut Kabupaten Lingga.
Isu keberadaan Bukit Cina ini bukan hanya sekedar penamaan saja. Buktinya, penunjuk jalan yang tinggal di bawah bukit ini menunjukkan beberapa peninggalan sejarah di era penjajahan Jepang yang erat kaitannya dengan orang Cina.
"Di sini dulunya sebagian besar yang tinggal di bukit ini adalah orang Tionghoa, mereka dipaksa untuk bekerja oleh penjajah Jepang membuat terowongan menembus ke beberapa lokasi strategis di wilayah Singkep, yang memiliki perbatasan dekat dengan Laut Tiongkok Selatan," kata Arifin, salah satu warga yang mengaku telah puluhan tahun tinggal di bawah Bukit Cina ini.
Penamaan Bukit Cina ini disebut sejak zaman penjajahan Jepang, karena menurut beberapa warga setempat di sinilah tempat para tentara Jepang melakukan penyiksaan kepada pelaku romusha yang sebagian besar warga Tionghoa.
"Yang membuat terowongan bawah tanah ini dan semacam camp Jepang disini adalah orang Tionghoa sehingga bukit ini disebut Bukit Cina," ungkapnya.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu setengah jam, rombongan mencapai puncak Bukit Cina. Di lokasi ini masih ditemukan beberapa peninggalan tentara Jepang, seperti batu bata bertuliskan 'TEKON' dengan bahan utama tanah merah.
Selain batu bata, di puncak bukit ini juga ditemukan beberapa jerigen tua dan juga tempat beton bekas tiang bendera. Ada juga tangga besi yang telah rapuh namun utuh terpasang sebagai sarana untuk masuk ke terowongan itu.
Di setiap penjuru bukit terdapat terowongan yang menurut masyarakat, terowongan itulah yang dikerjakan oleh para tawanan Jepang. Terowongan seperti gua tersebut diantaranya menuju ke wilayah Pelabuhan Dabosingkep, Batu Berlubang Desa Kote, Pantai Todak Desa Batu Berdaun, dan Desa Sungai Buluh.
"Sekarang lubangnya sudah mulai tertutup reruntuhan tanah, ini karena ulah nakal masyarakat yang menebang pohon disini. Tapi di dalam terowongan ini kalau secara mistis bisa dilihat ada beberapa benda peninggalan orang Tionghoa dan Jepang yang belum diambil," kata Arifin.
Rombongan juga menemukan beberapa pecahan piring atau guci yang terbuat dari tanah, di dekat dengan terowongan. Beberapa benda bukti sejarah ini menurut masyarakat juga sudah banyak yang diambil.
Sementara, Supri yang juga ikut menunjukkan jalan menuju ke arah bukit tersebut mengatakan, jalan yang dilewati bukan jalan utama. Untuk melewati jalan utama jaraknya sangat sulit ditempuh karena kondisi medan yang sangat sulit.
Karena wilayah ini sangat terasing, sehingga tidak banyak orang yang berani menaiki puncak Bukit Cina ini. Kaitan Jepang pernah singgah di Bukit Cina ini bukan tidak beralasan, hal ini dibuktikan dengan adanya penmuan meriam di Pulau Berhala yang dekat dengan Pulau Singkep.
"Daerah ini boleh dibilang sangat angker, jadi tidak sembarang orang bisa naik ke puncak bukit ini, tapi kalau niatnya baik pasti tidak apa-apa," ungkapnya.
Kebenaran tentang orang Tionghoa menjalani kerja paksa dan ditawan oleh Jepang di Bukit Cina ini juga disampaikan Khui Pa yang menurutnya pernah bekerja di wilayah tersebut. Karena usianya hampir yang 90 tahun ini tidak dapat banyak bercerita, namun dia membenarkan bahwa tempat itu pernah ditinggali orang Tionghoa.
"Itu saya sama keluarga pernah di tempat itu, ya itu cerita lama saya sudah tak bisa cerita lagi," ungkapnya.
Kondisi terowongan di Bukit Cina ini kini tak utuh lagi. Menurut warga, terowongan itu dihancurkan oleh Jepang saat mereka kalah di Perang Pasifik tahun 1945.
Selain Bukit Cina, Kampung Cina di Daik juga menjadi bukti nyata eksistensi warga Tionghoa di Lingga. Keberadaannya, juga disebut sejak jauh sebelum Indonesia merdeka.
Menurut Ming Tong, salah satu warga keturunan Tionghoa yang lahir di Dabosingkep dan saat ini berdomisili di Rokan Hilir Riau ini, dari perjalanannya menelusuri orang Tionghoa yang masuk ke Lingga sebagian besar adalah yang berasal dari Suku Hakka, Hokkian dan Tiochiu.
"Kalau Hokkian mereka itu datang dari Batam dan Bangka Belitung karena Lingga dekat dengan Babel. Hokkian mereka datang dari Pekanbaru dan Jambi karena Singkep sangat dekat dengan Jambi, dan untuk Tiochiu itu datang dari Pontianak melalui Natuna," ungkapnya.
Ada banyak suku Tionghoa di Indonesia, tapi kalau wilayah Lingga dan Singkep khususnya kebanyakan hanya ada tiga suku tersebut. Adapun beberapa suku Tionghua yang ada di Indonesia antara lain Hakka, Hainan, Hokkian, Kantonis, Hokchia dan Tiochiu.
Suku-suku ini tersebar di beberapa wilayah di Jawa dan Sumatera dan saat ini mereka sudah banyak yang menikah dengan masyarakat asli sehingga banyak yang sudah melupakan suku asli mereka.
"Kalau untuk wilayah Dabosingkep saya kira juga sudah banyak yang tidak mengaku orang Tionghoa, tapi kalau bukti sejarah tidak saja Bukit Cina dan Kampung Cina, tapi makam, Toa Pek kong dan Vihara di sana juga berusia ratusan tahun," ungkapnya.
Orang Tionghoa di Kabupaten Lingga sebagian besar banyak yang masuk Islam, sehingga untuk penganut Buddha hanya beberapa persen dari jumlah penduduk.From Batamtoday