Gunung Tambora |
Jumat (10/4/2015), tepat duaratus tahun meletusnya Tambora, gunung strato vulkanik yang berada di pulau Sumbawa. Bagi dunia internasional, Tambora adalah ikon terbesar untuk melihat dan mempelajari dampak perubahan iklim akibat erupsi terbesar yang pernah dicatat di dunia.
Namun sebaliknya, di Indonesia fenomena letusan gunung Tambora dan dampaknya bagi dunia belum banyak diketahui oleh masyarakat secara luas.
Di bawah ini Mongabay Indonesia mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai sumber tentang Tambora dan dampaknya bagi iklim global, sosial, politik, ekologi hingga temuan dan inovasi teknologi.
1. Letusan yang Mempengaruhi Iklim Global
Pada tanggal 10 April 1815 Tambora meletus secara dahsyat dan mengeluarkan material yang tercatat sebagai letusan terbesar yang pernah terjadi di dunia. Akibat letusan ini tahun 1816 tercatat sebagai “tahun tanpa musim panas” di Eropa dan Amerika Utara, akibat debu dan partikel vulkanik yang terlempar ke lapisan atmosfer menghalangi cahaya matahari.
Letusan ini telah menimbulkan anomali temperatur global, hingga temperatur turun sekitar tiga derajat celcius (pendinginan global) dan menghancurkan panenan dan menimbulkan kelaparan besar di berbagai negara, termasuk Amerika Utara, Tiongkok, India dan Eropa.
Dampak lanjutan erupsi Tambora dan telah menyebabkan penyebaran penyakit tipus dan disentri yang dipercaya telah merenggut korban jiwa di Eropa hingga 200 ribu orang pada periode 1816-1819.
2. Seberapa Dahsyat Letusannya?
Peta ketebalan abu vulkanik akibat letusan Tambora 1815. Klik pada gambar untuk memperbesar. Sumber: Wikipedia common
Letusan Tambora dicatat dalam skala tujuh pada skala Volcanic Explosivity Index, mengeluarkan material vulkanik 160 km kubik (38 cu mi) yang empat kali lebih kuat dari letusan Krakatau tahun 1883. Sebelum meletus tinggi Tambora diperkirakan 4.300 mdpl, setelah meletus tinggi gunung terpangkas menjadi 2.851 mdpl dan meninggalkan kaldera berukuran 6-7 km berkedalaman 600-700 meter.
Tinggi asap letusan ini mencapai hingga 43 kilometer di stratosfir dan menyebabkan langit berwarna oranye merah. Letusan Tambora mengeluarkan sulfur oksida yang menghalangi cahaya matahari (sunlight blocked).
Suara guruh akibat letusan dilaporkan terdengar hingga ke Ternate, Batavia, Makassar bahkan hingga ke Sumatera. Tsunami akibat letusan Tambora tercatat di beberapa kepulauan Indonesia, termasuk semenanjung Sanggar di Sumbawa, Maluku hingga wilayah Jawa Timur.
3. Berapa Banyak Korban Jiwa Akibat Letusan Tambora?
Salah satu catatan penting letusan Tambora yang menjadi referensi sejarah adalah History of Java, buku yang ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles Gubernur Jendral Inggris di Jawa saat itu. Raffles mengumpulkan berbagai informasi dari para pedagang, peneliti dan armada militer Inggris yang saat itu berada di nusantara.
Dari catatan tersebut, para peneliti kemudian melakukan kalkulasi jumlah korban jiwa letusan Tambora. Zollinger (1855), peneliti yang menghabiskan berapa bulan studi di Sumbawa pasca letusan, menyebutkan korban jiwa langsung letusan Tambora adalah 10.000 orang, ditambah 38.000 lainnya meninggal akibat kelaparan di Sumbawa dan 10.000 lainnya di pulau Lombok.
Tanguy et al (1998) menganalisis angka kematian langsung letusan Tambora sekitar 11.000 dan 49.000 korban lain akibat kelaparan termasuk kelaparan yang terjadi di Bali dan Jawa Timur. Sedangkan Oppenheimer (2003) menyebutkan total kematian akibat bencana Tambora adalah 71.000.
4. Hilangnya Peradaban di Sekitar Gunung Tambora
Letusan Tambora telah memusnahkan peradaban yang berada di sekitar gunung tersebut, yang secara administratif sekarang berada di kabupaten Dompu dan Bima. Menurut para ahli sejarah dan arkeologi, terdapat tiga kerajaan lokal yang hilang akibat letusan Tambora yaitu Sanggar, Tambora dan Pekat.
Pada tahun 2004, penggalian arkeologi oleh para peneliti dari Indonesia dan Amerika Serikat yang dipimpin oleh Prof Haraldur Sigurdsson dari Universitas Rhode Island menemukan sisa-sisa peradaban seperti perunggu, tembikar dan kaca. Pada tahun 2010, tim Balai Arkeologi Denpasar menemukan rangka rumah dari kayu, benda-benda perabotan, keris, keramik, alat tenun dan perhiasan yang mengindikasikan keberadaan kerajaan Tambora dan Pekat.
5. Apa Hubungan Letusan Tambora dan Kekalahan Napoleon?
Pada awal abad ke-19, politik di benua Eropa sedang goncang dengan munculnya kekaisaran Perancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte (1769-1821). Setelah melewati beberapa kali pertempuran besar Napoleon akhirnya berhasil ditangkap dan dibuang ke pulau Elba. Tidak lama dari situ Napoleon berhasil “kabur” dan kembali mendeklarasikan perang dengan negara-negara lawannya.
Dalam pertempuran di Waterloo, 18 Juni 1815, atau yang dikenal sebagai pertempuran terakhir Napoleon setelah pelarian Elba, Napoleon takluk di tangan musuhnya, yaitu negara sekutu Inggris-Belanda-Jerman. Dalam sebuah teori yang disampaikan oleh Napoleon Society kekalahan Napoleon dipengaruhi oleh bencana iklim yang ditimbulkan oleh Tambora.
Hujan dan badai di malam pertempuran yang diikuti oleh dinginnya suhu (padahal hari itu sudah masuk musim panas) telah menyebabkan pasukan Napoleon terjebak dalam lumpur yang menyebabkan efektivitas pasukan kavaleri dan amunisi meriam menjadi tidak dapat digunakan. Padahal sebenarnya, Napoleon menang dalam jumlah pasukan dibandingkan lawannya.
Kekalahan Napoleon telah mengubah sejarah dan membentuk aliansi yang akan mempengaruhi konstelasi negara-negara di Eropa hingga abad berikutnya.
6. Apa Hubungan Letusan Tambora dan Penemuan Sepeda?
Banyaknya kuda yang mati akibat dampak iklim global yang diakibatkan letusan Tambora di Eropa, dipercaya telah menginspirasi penemuan sepeda awal yang disebut Laufmaschine (“mesin berjalan” dalam bahasa Jerman) yang ditemukan oleh Baron Karl von Drais (oleh karena itu alat transportasi ini juga disebut sebagai draisine). Pada tahun 1816 Drais mematenkan temuannya, dan mulai menjual produk tersebut di Jerman dan Perancis.
Menurut Hans-Erhard Lessing, seorang sejarawan asal Jerman yang meneliti sejarah berbagai penemuan penting, velocipede yang ditemukan oleh Von Drais bermula sebagai transportasi alternatif setelah dia menemukan banyaknya kuda yang mati akibat kelaparan dan kegagalan panen pada tahun 1815-1816.
7. Ekologi Tambora Saat Ini
Bagi ilmu pengetahuan, Tambora telah menjadi referensi penting penelitian ilmu pengetahuan dalam memahami fenomena alam, termasuk suksesi ekologis dan hubungannya dengan proses geologi-vukanologi yang terjadi.
Setelah dua ratus ratus lalu mengeluarkan letusan masif, saat ini Tambora telah mulai kembali ditumbuhi dan dihuni oleh berbagai vegetasi dan satwa. Suksesi ekologis di Tambora ditandai dengan berbagai tipe vegetasi, yaitu hutan hujan tropis dan hutan musim. Sedangkan di atas ketinggian 1.200 mdpl keatas didominasi oleh vegetasi padang savana dan cemara gunung.
Tambora merupakan salah satu wilayah penting keragaman burung penting wilayah wallacea, seperti habitat bagi kakatua kecil jambul kuning (cacatua sulphurea), yang termasuk jenis satwa langka. Satwa lain diantaranya adalah rusa, (Cervus timorensis), babi hutan (Sus sp.), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), koakiau (Philemon buceroides), perkici dada merah (Tricoglosus haematodus).
Sumber: Mongabay.co.id