Saturday, December 27, 2014

Menengok Sejarah Masa Silam Ampenan Mataram

Kota tua Ampenan Mataram
Pada bulan Juni 2013 lalu, Kota tua Ampenan Mataram resmi masuk menjadi salah satu dari 43 kota dalam jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI). Kota ini dahulunya pernah menjadi salah satu pusat kota di Lombok, kini ia telah menjadi sebuah kecamatan di Mataram. Terutama sejak dibangunnya pelabuhan Ampenan oleh Belanda pada tahun 1924.  Di kota yang dihuni oleh berbagai suku bangsa ini masih banyak bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda, yang membuatnya layak dikunjungi sebagai salah satu wisata sejarah.

Nama Ampenan berasal dari kata ‘amben’ yang di dalam bahasa Sasak berarti tempat singgah. Kota ini memang dimaksudkan sebagai Kota pelabuhan oleh Belanda untuk menyaingi kerajaan-kerajaan yang ada di Bali. Pelabuhan Ampenan pernah menjadi salah satu dermaga utama di Pulau Lombok. Letaknya lansung berbatasan dengan selat Lombok, selat yang menghubungkan pulau Bali dan pulau Lombok. Akfititas pelabuhan ini dimulai sejak ia dibangun 1928 hingga tahun 1970-an. Pelabuhan ampenan pernah menjadi dermaga yang sangat sibuk sekitar tahun 1948 hingga 1950-an. Namun, aktifitas bongkar muat di pelabuhan ini kemudian dipindah ke pelabuahan Lembar, karena besar gelombang selat lombok tidak cukup mampu menjadikan pelabuhan ampenan sebagai pelabuhan besar. Kini yang tersisa dari pelabuhan di Kota tua Ampenan Mataram hanyalah patok-patok besi dan beberapa aktifitas kecil lainnya. Sekarang lokasi pelabuhan juga digunakan oleh warga setempat untuk memancing.

Kota tua Ampenan Mataram
Sebagai salah satu Kota pusaka, bangunan-bangunan tua berjejer di tepi jalan-jalan di kota tua Ampenan Mataram. Misalnya, ruas jalan di Pasar Pabean yang langsung menghadap ke Pelabuhan menjadi saksi kejayaan pelabuhan ini di masa lalu. Di sepanjang jalan ini berjejer bangunan tua bergaya art deco yang banyak ditinggali oleh warga keturunan, khususnya warga Tionghoa. Jalan Pabean terhubung dengan Simpang Lima. Pengunjung yang ingin melakukan wisata sejarah, bisa memulainya dari simpang lima. Simpang ini menghubungkan 5 ruas jalan, yaitu  jalan Yos Sudarso, jalan Niaga, Jalan Koperasi, Jalan Sadeng Sungkar, dan Jalan Pabean.

Kota tua Ampenan Mataram
Sebagaimana lazimnya kota pelabuhan, beragam etnis tinggal dengan rukun di kota tua Ampenan Mataram. Beberapa etnis yang sangat berbeda budaya, seperti Bugis, Melayu Bangsal, Cina, dan Arab hidup bersama di kota tua Ampenan. Misalnya, di Jalan Yos Sudarso. Satu sisi jalan ini dipenuhi oleh rumah toko milik orang-orang Tionghoa, sedangkan sisi jalan yang lainnya dipenuhi dengan toko-toko milik orang-orang Arab dengan jualan khas Timur Tengah. Di tempat lain, akan ditemuan Wihara Bodhi Dharma yang telah berdiri sejak tahun 1804 di depan Kampung Melayu.

Kota tua Ampenan Mataram
Aktifitas ekonomi kota tua ampenan mataram serasa vakum sejak pelabuhan Ampenan tidak lagi menjadi pelabuhan utama di Lombok. Di Pabean, warga tionghoa masih berbisnis dengan menjual ikan segar maupun ikan olahan. Di daerah pesisir, orang-orang bugis tinggal dan memenuhi hidup mereka dengan bermatapencaharinan sebagai nelayan. Sementara, di sepangjang pesisir yang menuju ke depo pertamina menjadi tempat orang-orang melayu Bangsal untuk berjualan ikan bakar, berbagai masakan khas Lombok, minuman ringan, dan mie instan.

Kota tua Ampenan Mataram
Dengan dimasukkannya kota tua Ampenan Mataram sebagai salah satu kota pusaka, pelestarian dan revitalisasi kota ini semakin membuka potensinya sebagai daerah tujuan wisata. Terlebih lagi pemerintah Kota mataram telah berkomitmen untuk menjaga pusaka dan budaya Kota ini melalui peraturan walikota dan melakukan penataan Kota tanpa mengubah bentuk asli bangunan yang ada disana. Kota tua ini menjadi salah satu tujuan wajib bagi para pecinta wisata sejarah. Apalagi Ampenan mudah dijangkau, karena terletak di Kota mataram.
Smbr info : harditamara.blogspot.com