BERITA seputar rusaknya situs
cagar budaya di Kota Gurindam hangat dibicarakan dalam beberapa pekan terakhir.
Kegiatan penambangan bauksit ditenggarai sebagai penyebab utama kerusakan dan
pembuldoseran makam-makam para zuriat leluhur Kesultanan Melayu itu. Lantas
bagaimana dengan Perda situs cagar budaya ?
Aksi pengrusakan situs cagar
budaya sudah melewati ambang batas. Anggota DPRD Kota Tanjungpinang, Muhammad
Arif menegaskan, sebenarnya pada tahun 2006-2007 DPRD Kota Tanjungpinang telah
membuat peraturan daerah (perda) situs cagar budaya. Dan perda itu seharusnya
sudah jalan. Namun sayangnya, sampai sekarang upaya-upaya perlindungan terhadap
cagar budaya tersebut masih sangat kurang.
"Ada sekitar 50 atau 60
titik (cagar budaya) yang telah diperdakan. Dan itu sebelumnya telah diteliti
oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Departemen Kebudayaan
Pariwisata RI di Batusangkar," kata Arif.
Kata Arif, terkait pembebasan
lahan di Istana Kota Rebah (Hulu Riau), itu merupakan langkah penyelamatan aset
cagar budaya di Kota Rebah yang lahannya telah dimiliki oleh pengusaha bernama
Djodi Wirahadikusuma.
"Tujuan kita untuk
membebaskan lahan tersebut untuk melindungi cagar budaya itu. Kebijakan kami
untuk membebaskan Istana Kota Rebah tersebut. Selain itu, kita juga meminta
Istana Kota Piring agar dilindungi dari orang yang bukan haknya. Ini agar cagar
budaya di daerah ini tetap terjaga," katanya.
Sepatutnya, ujar Arif, pemerintah
menerapkan perda tersebut. Terlebih, masalah ini sudah mendapatkan rekomendasi
dari Balai Kajian di Batusangkar tentang dimana saja titik-titik cagar budaya
di Tanjungpinang yang harus dilindungi.
"Pemrintahlah yang harus
menjaga dan melindungi cagar budaya tersebut. Pulau Penyengat itu satu kesatuan
dengan cagar budaya lainnya. Jadi, jangan hanya Penyengat saja yang seolah-olah
mendapatkan perhatian lebih. Di Tanjungpinang ini masih banyak titik cagar
budayanya," ungkap Arif.
Secara terpisah, Huzrin Hood,
tokoh sentral pembentukan Provinsi Kepri juga angkat bicara terkait rusaknya
situs cagar budaya. Menurut Huzrin, situs dan cagar budaya seharusnya
dilindungi baik oleh pemerintah daerah dan juga oleh seluruh warga negara
Indonesia. Hal ini sangat jelas telah diatur di dalam undang-undang.
Huzrin Hood yang juga selaku
Ketua Umum Majelis Pemangku Adat Nusantara (Mapan) menegaskan akan membawa
persoalan kerusakan situs dan cagar budaya di Tanjungpinang ini ke tingkat
nasional bahkan internasional.
"Saya siap mengangkat
masalah ini ke tingkat nasional dan juga internasional, karena ini merupakan
situs sejarah yang sudah terkenal ke mancanegara. Hulu Riau merupakan tapak
awal kerajaan Melayu dan makin terkenal setelah menaklukkan beberapa kerajaan
di sekitar Malaka seperti di Kerajaan Johor, Pahang bahkan ke daerah
lainnya," jelasnya.
Dia sangat menyayangkan kerusakan
dan pembuldoseran makam-makam para zuriat leluhur Kesultanan Melayu oleh
perusahaan pertambangan bauksit. Kata dia, seharusnya hal itu tidak terjadi
apabila pengawasan dan pemberian izin penambangan dilakukan secara ketat oleh
pemerintah.
"Terkait kepemilikan lahan
oleh pengusaha yang dibeli oleh Pemko Tanjungpinang, ini sangat tidak masuk
akal, mana ada situs sejarah dimiliki oleh masyarakat umum. Rusaknya cagar
budaya ini yang harus bertanggung jawab adalan pemberi izin pertambangan yakni
Pemko Tanjungpinang serta pengusaha tambang bauksit," tegasnya.
Abdul Malik yang merupakan
budayawan dan juga sebagai kerabat Kerajaan Riau Lingga mengatakan, dilihat
kondisi sekarang ini, situs dan cagar budaya di Tanjungpinang sangat
mengkhawatirkan. Karena banyak terjadi kerusakan yang diakibatkan oleh
aktivitas penambangan bauksit.
"Namanya situs dan cagar
budaya itu kewajiban kita sebagai masyarakat untuk melindungi dan menjaganya.
Tentu saja dukungan dari pemerintah daerah, karena ini telah menjadi milik dan
aset negara. Dan ini merupakan pusat Kerajaan Riau Lingga yang besar yang
diakui oleh beberapa kerajaan di negara lain, yang merupakan pejuang dari
penjajahan Belanda dulu," kata Malik.
"Terkait peryataan dari
intansi pemerintah daerah bahwa, peninggalan sejarah ini belum termasuk cagar
budaya, itu soal administrasi saja. Tetapi kenyataannya, cagar budaya yang ada
di Tanjungpinang telah tercatat sebagai cagar budaya. Dongeng sejarah saja
dilindungi bagaimana dengan situs yang ada dan nyata. Bila itu dibiarkan maka
ini merupakan penghkianatan terhadap negara dan bangsa," tegasnya.
Bila tidak ada perhatian dari
pemerintah atau pihak yang bertanggung jawab atas situs ini, lanjut Malik, maka
pihak kerabat dan zuriat akan berusaha sendiri dengan mengumpulkan semuanya
untuk menyelamatkan situs-situs yang ada.
"Bila tidak ada perhatian dari
pemerintah, maka kami pihak kerabat dan zuriat akan berkumpul untuk
menyelamatkan situs ini. Kami akan mengundang zuriat yang ada di Kepri,
Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura untuk terlibat melakukan pelestarian.
Bila perlu, diadakan pemugaran. Tentu saja, itu semua harus seizin Balai
Kajian," kata Malik.