Monday, April 1, 2013

Wisata Malino, Keindahan Alam yang Masih Asri

wisata Malino Menikmati Indahnya Kota Wisata Malino Gowa - Kota wisata Malino yang terletak 90 km arah Selatan Kota Makassar ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Menikmati indahnya Kota wisata Malino. Merupakan salah satu obyek wisata alam yang memiliki daya tarik tersendiri. Malino layaknya seperti kawasan puncak Bogor ataupun Bandung. Menikmati indahnya Kota wisata Malino. Di kawasan wisata Malino sendiri, terdapat hutan wisata, berupa pohon pinus yang tinggi berjejer di antara bukit dan lembah. pemandangan disini begitu menawan dan indah, itulah sebabnya setiap Akhir pekan Kota Wisata Malino ramai dikunjungi terutama para turis lokal yang berasal dari kota Makassar. Menikmati indahnya kota wisata Malino.


Pintu Gerbang Sebelum Memasuki Kota Wisata Malino

Jalan menanjak dan berkelok-kelok dengan melintasi deretan pegunungan dan lembah yang indah bak lukisan alam, akan mengantarkan Anda ke kota Malino. Kawasan tersebut terkenal sebagai wisata sejak zaman penjajahan Belanda. Banyak pengunjung yang datang baik dari Kota Makassar maupun dari daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan, dari seluruh Indonesia bahkan banyak juga touris Mancanegara, untuk mendapatkan tempat rekreasi dan refreshing yang aman, terutama pada saat weekend atau liburan. Sebelum muncul nama Malino, dulu rakyat setempat mengenalnya dengan nama kampung ‘Lapparak’. Laparrak dalam bahasa Makassar berarti datar, yang berarti pula hanya di tempat itulah yang merupakan daerah datar, diantara gunung-gunung yang berdiri kokoh. Terletak di ketinggian antara 980-1.050 DPL.
Kota Malino mulai dikenal dan semakin popular sejak zaman penjajahan Belanda, lebih-lebih setelah Gubernur Jenderal Caron pada tahun 1927 memerintah di “Celebes on Onderhorighodon” telah menjadikan Malino pada tahun 1927 sebagai tempat peristirahatan bagi para pegawai pemerintah dan siapa saja dari pemerintah warga kota Makassar sanggup dan suka membangun bungalow atau villa di tempat sejuk itu.

Prasasti Malino 1927
Sebelum memasuki kota Malino, terdapat sebuah tembok prasasti di pinggir jalan dengan tulisan: MALINO 1927. Tulisan tersebut cukup jelas dan seketika itu pula dapat dibaca setiap orang yang melintas di daerah itu, namun prasasti ini dijahili oleh tangan-tangan vandalis.
Malino 1927 bukan berarti Malino baru dikuasai Belanda pada tahun itu. Jauh sebelumnya, Belanda sudah berkuasa di wilayah Kerajaan Gowa, terutama setelah pasca Perjanjian Bungaya 18 November 1667. Disini juga pernah diadakan Konferensi Malino yang dilaksanakan Mulai tanggal 15 - 25 Juli 1946, yang diprakarsai oleh Gubernur Jenderal Dr. H.J. van Mook membicarakan dan menggagas pendirian Negara Indonesia Timur (NIT). Juga pernah dilaksanakan perjanjian perdamaian Malino I dan Malino 2 yang diprakarsai oleh HM. Jusuf Kalla.
Sejak zaman kerajaan, Malino atau Laparrak hanya terdiri dari hutan belantara, di dalam wilayahnya terdapat beberapa anak sungai yang semuanya bermuara pada Sungai Jeneberang.
Waktu kecil saya mendengar Wisata Malino adalah obyek terbaik di Gowa di Sulawesi Selatan . Pertama kesana waktu saya masih kelas III SMA, tahun 2003 silam, saya dan beberapa teman SMA, termasuk my love saat itu ke Malino untuk berwisata sehabis ulangan semester. Kami naik mobil Sewaan dari Makassar ke Malino. Tiba di Malino kami langsung ke Hutan Wisata Malino, disana kami menikmati indahnya panorama alam wisata Malino, ditambah dengan syahdunya romantika cinta saya kepada my love waktu itu (jadi teringat lagi kisah cinta di SMA, meskipun cinta kami kini telah kandas).
Terakhir saya kesana sehabis lebaran lalu, saya kesana tampa my love-my love lagi, tapi benar-benar ingin berekreasi menikmati indahnya Malino. Untuk menuju ke Malino sarana dan prasarananya bisa dibilang cukup memadai. Kita bisa ambil mobil angkot (pete-pete) atau mobil panther. Cukup banyak mobil yang lalu-lalang kesana yang senantiasa menunggu baik di terminal Malengkeri, maupun di terminal Sungguminasa. Akses kesana pun semakin dekat, karena sudah ada jalan tembus Antang langsung ke Bili-bili, meskipun sekarang ini, jalan tersebut masih dalam tahap perbaikan.

Air Terjun Jonjo
Saya waktu ke Malino baru-baru ini memilih naik sepeda motor, karena ingin menjelajahi pelosok-pelosok alam Wisata Malino. Obyek wisata yang saya datangi yang pertama adalah air terjun Jonjo. Air terjun ini punya kekhasan tersendiri dibanding air terjun Takapala yang dikenal pada umumnya oleh wisatawan. Air terjun Jonjo ini terletak di seberang sungai Jeneberang. Di air terjun ini kita juga bisa menikmati areal persawahan sengkedan yang menghijau milik penduduk Desa Jonjo. Jarak dari kota malino ke Jonjo kir-kira 10 KM.
Setelah puas menikmati kealamian air terjun Jonjo, saya pun kemudian meluncur kembali ke Kota Malino. Sebelum memasuki gerbang kota Malino, saya singgah di lubang-lubang penghadangan (bungker) tentara Jepang. Sejak kedatangan Balatentara Dai Nippon ke Makassar pada tahun 1942 daerah Malino ikut di duduki oleh Jepang dengan alasan bahwa daerah ini strategis dan merupakan penghasil sayur-mayur untuk logistik Balatentara Dai Nippon. Makanya disepanjang jalan menuju kota Malino terdapat bungker-bungker penghadangan dan pertahanan dari serangan sekutu. Sayang… bungker-bungker Jepang ini tidak terawat dan dibiarkan terbengkalai. Bahkan akibat dari perluasan jalan, banyak bungker yang sudah tidak berbekas lagi. Peninggalan Jepang lainnya adalah gudang senjata dan Rumah Sakit Kaigumbioying dan Markas Tentara (SMP Negeri 1 Tinggimoncong sekarang).
Setelah dari bungker Jepang, saya meluncur ke kebun teh Malino yang berjarak kurang lebih 9 KM dari kota Malino. Kebun teh ini dikelola oleh orang Jepang. Namun saat ini nampaknya kebun teh Malino tidak terawat lagi. Disamping kebun teh juga terdapat kebun strawbery, disini pengunjung bisa singgah menikmati wisata alam Malino serta memetik dan menikmati buah strawbery. Letak kedua obyek wisata ini tedapat di desa Bulutana kecamatan Tinggi Moncong kabupaten Gowa.

Pemandangan Alam di Kebun Teh Malino
Waktu itu sudah jam 12 siang wita, saya kemudian kembali lagi ke Kota Malino, saya singgah di hutan wisata Malino. Disini sudah ramai oleh wisatawan. Yang khas disini adalah wisata menunggang kuda. Penduduk asli Malino dengan sabar menunggui para wisatawan yang mau sekedar mencoba menunggang kuda. Tarifnya pun terbilang ekonomis, Rp. 10.000 satu kali naik kuda dengan mengelilingi hutan wisata Malino. Takut nanti kudanya ngamuk??? Tenang, pemilik kuda dengan sabar dan telaten akan mengarahkan kudanya.
Tak jauh dari hutan wisata Malino. Terdapat pasar wisata Malino. Disini dijual beraneka rupa produk hasil Malino, sayur-mayur, buah-buahan dan yang terkenal tenteng kacang dan tenteng markisa Malino, adapun handycraft yang bisa dibawah pulang adalah kembang Edelweys yang diambil langsung dari puncak gunung Bawakaraeng. Dan sekarang sudah dijual dipasar ini baju kaos yang bercorak khas Malino hasil kreasi dari anak-anak muda kreatif Malino.
Mengenai akomodasi di kota wisata Malino ini boleh dibilang sudah memadai, kita tinggal pilih vila atau bungalow, diantaranya Barugaya (Mess Pemprov Sulsel), Restoran, Pesanggrahan dan MEPB (PLN sekarang). Harganya bervariasi mulai dari kelas eksekutif sampai kelas rakyat lengkap di Kota wisata Malino
Sebenarnya masih banyak tempat wisata Malino yang menarik lainnya, diantaranya Lembah Biru, wisata kuliner dengan menu ikan bakar, Pesanggrahan Malino yang legendaris, gedung bekas Konferensi Belanda , pabrik pengolahan Jamur dan Sereh, rumah adat (balla lompoa) di Bulutana, wisata mendaki ke puncak gunung Bawakaraeng. Namun karena waktu itu sudah sore, saya kemudian meluncur kembali ke kota Makassar. Suatu saat bila tiba musim liburan lagi, saya akan kembali ke kota wisata Malino, menikmati sejuknya alam, menikmati indahnya panorama gunung-gunung yan berdiri kokoh dan indahnya ngarai-ngarai yang menganga.


  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Wisata Malino, Keindahan Alam yang Masih Asri Rating: 5 Reviewed By: Awaluddin Ahmad