Friday, July 19, 2013

Menelusuri Peninggalan Jepang (Misesebo) di Kampung pasir Merah Batam

Tugu Jepang (Misesebo) di Kampung Pasir Merah,  Sembulang.

Akhir Perang Dunia II ditandai dengan menyerahnya Kekaisaran Jepang kepada tentara sekutu di tahun 1945. Setelah bom atom “Little Boy” dijatuhkan di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945, diikuti dengan bom atom “Fat Man” di atas Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Begitu juga tentara Jepang di Asia Timur Raya.
Rempang-Galang sempat menjadi tempat penampungan 112,708 tentara Jepang tawanan sekutu yang berada di Singapura, Malaysia dan Indonesia pada tahun-tahun itu. Seperti yang tertulis dalam monumen di Kampung Pasir Merah, Kelurahan Sembulang.

Monumen yang terbuat dari batu tersebut, terdapat dua plakat yang berisi 12 lembar pas foto wajah dan 128 nama tentara Jepang yang meninggal di Rempang-Galang antara tahun 1945-1946, ditulis dengan bahasa Jepang.
Monumen sederhana itu hanya berbentuk satu batu persegi empat yang ditimpa dengan satu bongkahan batu besar di atasnya dan dipagari dengan sepuluh beton dan rantai besi seluas 2×3 meter. Posisinya tepat di sudut luar rumah tokoh masyarakat Sembulang, Amin Bujur.
Monumen itu lebih dikenal dengan sebutan Tugu Jepang oleh masyarakat setempat.”Orang Jepang menyebutnya Mesesebo,” ujar Ketua RT I/RW II Kelurahan Sembulang, Hamzan Turi,41. Dengan ukurannya yang mini, Mesesebo tidak begitu mencolok di daerah pesisir itu, meskipun berada di pinggir jalan. Kalah dengan rimbunnya pohon mangga yang tumbuh di sekitar lokasi itu.
Kampung Pasir Merah yang dihuni 73 kepala keluarga itu dianugerahi alam yang indah. Panorama laut menghampar dengan potensi kekayaan lautnya. Di kampung ini juga terdapat kelompok nelayan penghasil ikan bilis yang cukup terkenal di Batam karena gurihnya dan tidak berformalin.
Kampung Pasir merah, Kelurahan sembulang terletak di Jembatan Lima, lumayan jauh dari pusat pemerintahan di Batam. Namun, untuk mencapainya tidaklah sulit karena struktur jalannya sudah beraspal dan mulus. Berada di kiri jalan trans Barelang. Untuk mencapai mesesebo, kita akan melewati areal perkebunan buah naga dan tempat peternakan ikan lele.
Antara tahun 1970 – 1990an, sebagian mantan tentara yang masih hidup yang pernah ditampung di sini dan anak cucu tentara Jepang yang meninggal kerap berkunjung ke Sembulang, khusus mengunjungi Mesesebo.”Jika datang, mereka sampai dua puluh orang dan biasanya nginap dua hari di rumah ini,” cerita Maimunah, 60, istri Amin Bujur, Selasa (26/10) di teras rumahnya yang menghadap ke laut.
“Setiap tahun mereka selalu datang, biasanya bertepatan dengan hari-hari besar. Tapi sepuluh tahun terakhir ini mereka tidak datang lagi,” ujar perempuan yang masih ingat dengan jelas tiga nama tamunya itu.”Yang pertama datang ke sini Masao sato, Okitaki, dan Uruya, yang lainnya tidak ingat lagi, orangnya sudah tua-tua,” cetusnya lalu tertawa.
“Setelah sarapan, mereka keluar pergi ke pulau-pulau dan masuk hutan, biasanya sore baru pulang,” Maimunah menceritakan kebiasaan tamunya itu selama menginap di rumahnya. Yudi Novendra, 46, menantu Maimunah yang menemui Batam Pos dan dua pegawai Dinas Pariwisata dan Budaya Pemko Batam, Kasi Objek Wisata, Ripsodianto dan Kasi Standarisasi dan Pemberdayaan, Dr Ciska Irma Tehupeory M.Kes, menceritakan kebiasaan tamu-tamu Jepangnya selama berada di Sembulang.
“Mereka selalu menyusuri hutan dan sewa speedboat mengunjungi pulau-pulau yang ada di sekitar sini. Mereka bilang ingin melihat jalan-jalan yang pernah mereka buat dulu dan mengenang kegetiran selama di Rempang-Galang,” kata Yudi sembari menghisap rokok filternya.
“Kadang mereka menggelar pesta sake di malam harinya,” mantan karyawan PT Istaka Karya yang mengerjakan proyek pembangunan Jembatan Lima Barelang ini bercerita.
Seringnya orang Jepang berkunjung ke Sembulang, terutama ke rumah keluarga Amin Bujur. Membuat mereka akrab. “Bapak (Amin Bujur) pernah diajak ke Jepang, tinggal tiga bulan di sana,” kata Yudi. “Banyak kenangan dari mereka yang ada di rumah ini, seperti dokumen dan foto-foto. Bentuk profil pagar beton rumah ini juga pesanan dari mereka,” tukasnya sembari menunjuk ujung tembok yang berbentuk atap rumah Jepang.
Dokumen dan foto-foto orang Jepang sudah tampak usang terpajang di dinding ruang tamu. sebagian lainnya disimpan dalam kotak kardus. “Meskipun keturunan tentara Jepang yang pernah tinggal dan meninggal di sini tidak lagi berkunjung ke sini, namun selalu ada wisatawan Jepang yang berkunjung ke sini setiap tahunnya,” kata Yudi.
Lebih jauh Yudi menceritakan, “Mereka juga sering mengunjungi Pantai Nisi Sakai (bersebelahan dengan Pantai Seranggon) sekadar berlibur bersama keluarganya, dan ke Sungai Kalat. Kata mereka Sungai Kalat merupakan benteng mereka,” ceritanya. Anehnya, sampai detik ini tidak ditemukan kuburan 128 tentara Jepang di sekitar Rempang-Galang.”Itulah yang masih misteri, masak gak ada kuburannya?” ketus Yudi.***

21 potret di Tugu Jepang (Misesebo).

Menunggu Status Rempang-Galang
Sumber daya alam Pulau Rempang dan Pulau Galang kaya akan potensi wisata. Ibarat ladang, menabur benih di mana saja, benih itu akan tumbuh dengan subur. Selain Misesebo yang berpotensi sebagai objek wisata bersejarah (heritage), trans Barelang (Rempang, Galang, dan Galang Baru) juga terdapat Camp Vietnam, Jembatan Barelang dan pantai berpasir putih.

Tak hanya itu, kini, di sepanjang jalan trans Barelang banyak ditemui kebun-kebun buah naga yang menarik.
Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Pemko Batam, Guntur Sakti, mengatakan, arah kebijakan pariwisata Batam ke depan adalah Rempang, Galang, dan Galang Baru serta pulau-pulau di sekitarnya.”Alamnya banyak menyimpan potensi wisata, dari wisata bahari hingga potensi heritagenya,” kata Guntur.
Bagaimana dengan Misesebo? “Misesebo menjadi salah satu objek wisata bersejarah selain Camp Vietnam. kami akan mengkaji dan menata ulang sebagai upaya pelestarian sejarah. Sehingga setiap wisatawan yang berkunjung ke sana mendapat informasi yang tepat, nyaman dan aman,” tukas Guntur.
Guntur cukup optimis dengan pengembangan daerah Rempang-Galang-Galang Baru.”Infrastrukturnya sudah mumpuni terutama jalan, saya yakin dua tahun akan berkembang pesat jika statusnya sudah jelas,” ujarnya dengan nada serius. “Sekarang saja sudah banyak investor yang antri, waiting list..saya yakin tidak akan menunggu lama,” tambahnya.
Lalu bagaimana dengan Batam? “Batam cocok sebagai Kota MICE (meeting, incentive, conference and exhibition),” pungkasnya. (esont)
Galery Foto :
Maimunah, 60,  dan dokumen kenang-kenangan dari Jepang.

Hamzan Turi, 41, dan foto wisatawan yang pernah berkunjung ke Misesebo.

Foto wisatawan Jepang yang berkunjung ke Misesebo.

Pantai Nisi Sakai. By (esont)***

By: http://esont.wordpress.com/
To plh Indonesia, 
Kalau ada waktu luang, boleh kita berkenalan

kalau ada niat liburan, datanglah ke Pulau Batam
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Menelusuri Peninggalan Jepang (Misesebo) di Kampung pasir Merah Batam Rating: 5 Reviewed By: Awaluddin Ahmad