Siaran Pers Conservation International
Warsambin, 15 November 2013 – Masyarakat nelayan ikan lema di Kampung Warsambin dan Kampung Lopintol, Teluk Mayalibit, Raja Ampat, Papua Barat menunjukkan partisipasinya dalam melestarikan populasi ikan lema (Rastrelliger sp, disebut juga ikan kembung), produk unggulan Teluk Mayalibit. Sejak bulan Oktober 2013, Pemerintah Distrik Teluk Mayalibit bekerja sama dengan Conservation International Indonesia (CII) Raja Ampat dan Rare, memfasilitasi Pemerintah Kampung Warsambin dan Kampung Lopintol membentuk kesepakatan kampung tentang pengaturan waktu penangkapan ikan lema pada musim puncak ikan lema bertelur.
Nelayan ikan lema di Kampung Warsambin dan Kampung Lopintol sepakat menghentikan kegiatan penangkapan ikan lema setiap Sabtu malam dan Minggu malam selama musim puncak ikan lema bertelur di saat bulan gelap, yaitu di bulan September, Oktober dan November. Ini dilakukan untuk memberi kesempatan induk ikan lema melepaskan telur-telurnya. Nelayan juga setuju berhenti melobe (menangkap ikan lema) setiap Sabtu malam sepanjang tahun. “Kami menyadari pentingnya membiarkan ikan lema memijah, bertelur dan membesar untuk memastikan ketersediaan ikan lema, sumber protein dan sumber mata pencaharian turun-temurun sejak zaman nenek moyang kami, “ tegas Yonathan Wutoy, seorang nelayan muda di Kampung Warsambin.
Pada tanggal 8 November 2013, Sidang Badan Musyawarah Kampung (Bamuskam) bertempat di Kampung Warsambin, ibukota Distrik Teluk Mayalibit, secara resmi menetapkan dan mengesahkan Peraturan Kampung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengelolaan Sumber Daya Ikan Lema. Peraturan Kampung ini disahkan oleh Kepala Kampung Warsambin dan Kampung Lopintol dan diundangkan oleh Sekretaris Kampung. Pengesahan disaksikan oleh Kepala Distrik Teluk Mayalibit, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Raja Ampat, Senior Corridor CII Raja Ampat, pemangku kepentingan, aparat kampung, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat di Kampung Warsambin dan Kampung Lopintol.
Teluk Mayalibit ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) melalui Peraturan Daerah No. 27 tahun 2008 dengan luas 53.100 hektar. Kajian ekologis yang dilakukan oleh CII menunjukkan bahwa habitat hutan bakau dan padang lamun yang sangat baik membuat Teluk Mayalibit merupakan daerah pemijahan dan pembesaran utama bagi ikan lema, ikan yang paling banyak ditangkap untuk dijual dan dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat Raja Ampat.
Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian pada tahun 2011-2012 oleh Dian Oktaviani, mahasiswi S3 Jurusan Biologi Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, yang menegaskan Teluk Mayalibit kaya akan udang halus (ebi) sebagai makanan ikan lema serta adanya arus kuat sebagai jalur migrasi ikan lema ke dalam Teluk Mayalibit. DKP Raja Ampat menyebutkan pada tahun 2006 terdapat kurang lebih 162 Rumah Tangga Perikanan atau sekitar 731 orang yang hidupnya sehari-hari tergantung pada hasil laut (nelayan subsisten) ikan lema. Data valuasi ekonomi dari CII dan Universitas Negeri Papua (UNIPA) menunjukkan produksi ikan lema di Teluk Mayalibit pada tahun 2006 sebesar 144 ton pertahun dan menghasilkan penerimaan kotor sebesar Rp. 1,4 milyar pertahun.
Melimpahnya ikan lema yang bernilai ekonomis tinggi di perairan Kampung Warsambin dan Kampung Lopintol menyebabkan penangkapan ikan lema secara berlebihan. Kini, nelayan merasakan dampak dari pemanfaatan secara berlebihan tersebut. “Pada tahun 1980-an, kita dapat melobe atau menimba ikan lema hingga ratusan bahkan ribuan ekor dalam semalam. Sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Walaupun sudah semalamam di laut, hanya bisa mendapat puluhan ekor. Bahkan terkadang tidak dapat hasil tangkapan sama sekali,” kata Jufri Labago, nelayan ikan lema di Kampung Lopintol.
Pengesahan peraturan kampung tentang tata cara pengelolaan ikan lema merupakan rangkaian kegiatan Kampanye Pride di KKPD Teluk Mayalibit yang dilaksanakan oleh CII Raja Ampat bekerja sama dengan DKP Raja Ampat dan Rare sejak Juni 2013. Kampanye Pride mendorong nelayan ikan lema untuk mengurangi frekuensi kegiatan menangkap ikan lema di Zona Pemanfaatan Tradisional Kampung Warsambin dan Kampung Lopintol, pada puncak masa pemijahan, sehingga ketersediaan ikan lema sebagai sumber protein dan sumber mata pencaharian senantiasa terjaga. Tim Patroli Masyarakat secara rutin melakukan pengawasan. Nelayan yang melanggar akan mendapatkan sanksi sosial sesuai yang tercantum dalam Peraturan Kampung.