Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengambil langkah maju mendekati visinya tentang Indonesia yang lebih hijau dengan model pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan menunjuk seorang Kepala untuk Badan Pengelola REDD+ (1). Badan ini mengemban tugas untuk menurunkan laju deforestasi dan memperbaharui tata kelola dan transparansi pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang melimpah.
Presiden menunjuk Heru Prasetyo (2) untuk memimpin Badan Pengelola REDD+, sebuah komponen yang dibentuk sebagai landasan kelembagaan untuk mengoordinasikan langkah-langkah di luar praktek business-as-usual dalam pengurangan kerusakan hutan dan pengurangan emisi gas rumah kaca. “Lembaga ini bertujuan untuk semakin memperjelas kedudukan dan pelaksanaan pemanfaatan dan kepemilikan hutan. Harapan kami, Indonesia akan secara jauh lebih baik mengendalikan emisi yang dihasilkan dari pemanfaatan lahan dengan menyusun dan mempraktikan sistem yang mampu mengukur dan melaporkan pengurangan emisi secara akurat dan dapat diverifikasi. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa kita telah menurunkan emisi dan menyelamatkan hutan dan lahan gambut kita,” tegas Heru Prasetyo.
“Penting dan tepat waktu bagi Badan REDD+ untuk segera bergerak maju dengan kecepatan penuh demi kepentingan Indonesia dan seluruh bumi,” ungkap Heru Prasetyo, yang saat ini menjabat sebagai Deputi I UKP4 dan semenjak 2010 beliau aktif sebagai sekretaris dan anggota Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ (Satgas REDD+).(3)
Kepala UKP4, Kuntoro Mangkusubroto menyambut baik penunjukan Kepala Badan Pengelola REDD+, “Indonesia telah siap untuk menerapkan REDD+. Tantangan Kepala Badan ini sekarang adalah mendorong reformasi ke arah kerjasama lintas sektoral untuk menjawab tantangan besar untuk menurunkan emisi gas rumah kaca Indonesia dengan paradigma pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.”
Persiapan pembentukan Badan Pengelola REDD+ telah melibatkan sedikitnya 18 kementerian dan lembaga serta 11 pemerintah provinsi dan kabupaten. Beroperasinya Badan Pengelola REDD+ ini juga merupakan komponen kunci dalam mengawali fase kedua dari Surat Niat yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Norwegia.(4)