Jika para filsuf zaman pencerahan, seperti Plato dan Aristoteles, memaknai hidup mereka dengan sebuah pernyataan: kenalilah dirimu! Maka lain halnya dengan suku Kajang.
Suku Kajang yang tinggal di daerah Tana Toa (Tanah Tua), Bulukumba, Sulawesi Selatan, memaknai hidup mereka dengan sebuah pernyataan: kenalilah alam di sekitarmu! Suku Kajang percaya, jika mereka menjaga alam maka alam pun akan menjaga mereka.
Rumah Tinggal
Rumah tinggal suku Kajang bahan bakunya didominasi oleh bahan-bahan dari alam. Hidup dengan bertumpu pada pohon dan tanah itu sudah cukup bagi suku Kajang.
Kalau masih ada rumbai dari daun nira, ‘tak perlu pakai seng. Kalau masih ada tali ijukatau rotan untuk merekatkan lantai, dinding, dan atap rumah, ‘tak perlu pakai paku.
Pakaian Hitam
Suku Kajang identik dengan pakaian serba hitam-hitam. Mereka membuatnya sendiri dengan cara ditenun. Hitam-hitam, itulah pakaian sakral mereka.
Pada mulanya, bumi diliputi kegelapan. Semua manusia berasal dari kegelapan. Kegelapan itu disimbolkan suku Kajang dengan berpakaian hitam-hitam.
Teknik Penyelesaian Sengketa Sosial
Suku Kajang menggunakan metoda uji kejujuran untuk menyelesaikan sengketa sosial. Kalau ada kasus pencurian, misalnya, kepala suku akan mengumpulkan penduduk untuk mencari pelakunya.
Kepala Suku menyiapkan sebatang linggis yang membara usai dibakar dan menyuruh setiap penduduk untuk menyentuhnya. Penduduk yang berteriak setelah menyentuh linggis, dialah pencurinya.
Setelah ketahuan pencurinya, hukuman pun dijatuhkan. Pelaku harus mengganti barang yang dicurinya dengan nilai dua kali lipat. Kalau pelaku miskin, Kepala Suku akan mencari keluarga sang pelaku guna membantunya.