Tuesday, February 3, 2015

Belajar Dari Gunung

Belajar Dari Gunung
"Kenapa sih kamu suka banget jalan? ekstrem pula" | "Naik Gunung mulu, emang gak capek?" | "waah enaknya bisa jalan-jalan mulu" | "kerjaan kamu gimana, mau sampai kapan kayak gini?, ijin lagi cuti lagi?!" haha, yg ini gue banget! tongue emotikon | "sama siapa?, kenal dimana, kemana?" | "kamu ini perempuan, bla..blaa..bla..blaa...". Itulah beberapa pertanyaan sekaligus pernyataan yang kerap kali saya dengar dari orang-orang terdekat saya, terutama dari keluarga terutama akhir-akhir ini intensitas saya ngabolang/backpakeran lumayan sering grin emotikon. *piiiiiiis ^^V *kipas-kipas

Naik gunung, yaa kenapa harus naik gunung? mungkin bagi sebagian orang naik gunung itu kesannya ekstrem, capek, maskulin, kotor, ngerepotin diri sendiri (iya ga yaa? enggak juga ko..), dan bisa jadi sesekali ngerepotin orang lain juga (kalo yg ini saya mah sering deh, haha ^o^V), dll. Kalo dipikir-pikir, naik gunung ya memang demikian, tapi seruuuu dan selalu berkesan. honestly! Namun, bagi saya itu semua adalah pilihan, dan setiap pilihan pasti ada konsekuensinya masing-masing. Dan bagi saya naik gunung itu hobi yang bisa membentuk karakter seseorang.

Di sini saya tidak akan membahas mengenai tips atau trik mendaki gunung, karena saya juga masih newbie. Saya pun baru "ikut-ikutan" naik gunung sekitar akhir tahun 2010, dan baru beberapa gunung saja yang berhasil saya daki. Salah satu alasan saya suka dan cinta mendaki adalah ingin mentadaburi dan mentafakuri keindahan alam yang Allah ciptakan, keindahan yang luar biasa megah secara lebih dekat. Melebur ego pribadi dan menyatu dengan alam, bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepada kita sampai detik ini. Just it! smile emotikon

Semangat, penasaran, bimbang, dan tak sabar ingin segera mendaki. Nampaknya itulah kesan pertama yang akan kita rasakan ketika kita akan memulai pendakian. Semangat tentu saja. Dari mulai kita merencanakan untuk melakukan pendakian, menyiapkan semua perlengkapan dan logistik (bisa nyari-nyari milik sendiri/minjem temen ato tetangga/kerabat atau bisa juga beli sendiri *kalo budgetnya mencukupi, hehe, yaa atau apapunlah yg penting semua keperluan kita dan kelompok ada saat hari-H). Dan perjalanan pun akan segera dimulai. Bismillah.. *dag dig dug*

Ketika sampai di kaki gunung, hal yang pertama kali ada dibenak saya adalah kagum, takjub melihat hamparan pepohonan dan rerumputan yang menghijau nan lebat, puncak yang berdiri kokoh, jalanan yang terjal nan berliku, sesekali saya juga bertanya pada diri sendiri "gue bisa nyampe puncak ga ya?". Dengan menghilangkan semua pikiran negatif, meski ransel/keril yang dipikul cukup membuat jalan gontai dan bahu lelah, dengan optimis kita mulai melangkah menuju "gerbang pendakian". Bismillahirrahmaanirrahiim.. Proses pun dimulai. Setapak demi setapak jalanan mulai dilalui, selangkah demi selangkah perlahan namun pasti kita terus berjalan naik..naik..dan terus naik. Semakin atas, napas pun mulai tersengal, satu jam..dua jam..berjam-jam, waktu terus melaju kencang namun jalur yang harus dilalui masih panjang.. Tetap Optimis!!!

“Ayo Syeemangat, jalan teruuus... Bentar lagi nyampe.. Jangan kebanyakan berhenti, justru malah bikin capek.”
“huuh..haaah..haaa..haa... Istirahat bentar yaa, semeniit aja...plisss”
"ya udah, kita istirahat bentar yaaa... usahain ga duduk, sandaran aja nooh di pohon!"
"Okeh.. tengkiyuu.." *senyum sumringah smile emotikon smile emotikon
Sesekali (boleh juga berkali-kali, hehe) kita beristirahat sejenak sambil meluruskan kaki, duduk, drop keril (ini yang mantep), bersandar di pohon, menghirup napas panjang. Istirahat tentu saja boleh, namun tidak boleh terlalu lama (maksudnya lama diem), biasanya kita suka sulit untuk memulai kembali karena sudah asyik beristirahat, otot-otot sudah mulai rileks dan suhu tubuh pun menjadi dingin. So, kita juga harus berpacu dengan waktu agar saat matahari terbenam kita sudah sampai tempat kemah dan beristirahat cukup panjang sebelum melanjutkan perjalanan kembali.

Lelahnya perjalanan lenyap dalam sekejap seketika saat kita memutuskan untuk istirahat, drop keril, dan bongkar logistik.. (*masak-masak dan makan siang, yeaaay! Alhamdulillah, ini yang dinanti-nanti dari tadi, hehe..:D). Perjalanan jauh, terjal dan berliku tentu saja sangat menguras energi. Makanan favorit yang wajibul kudu ada saat nanjak adalah mie + bakso + sambel/rawit, nugget, susu/kopi. Makanan andalan itu pun seolah menghipnotis kami, suasana menjadi tenang dan khidmat. Meskipun sederhana, namun makanan tersebut menjelma menjadi makanan terlezat seantero gunung X kala itu (*tergantung nama gunungnya :p).
Perjalanan kembali dilanjutkan, selangkah demi selangkah.. semakin ke atas jalurnya semakin terjal dan curam. Perlahan-lahan mataharipun mulai bersembunyi dan suasana pun menjadi gelap gulita. Ditemani temaramnya cahaya senter/headlamp kita terus berjalan, sampai akhirnya...
"di depan ada tanah lapang tuh, kita bisa ngecamp dulu di sini.."
"Iyaa, kita ngecamp di sini.. kita harus nyiapin fisik buat summit ntr malem.."
"Okee, ayoo bagi2 tugas.. gw yang berdiriin tenda, yang lainnya masak dan bikin kopi.. udara uda mulai dingin nii.."
"siiip...!!"
Seketika tenda berhasil dididirikan, makanan juga sudah siap disantap. Makan malam yang ditemani kilauan bintang yang bertaburan di angkasa serta hangatnya api unggun membuat malam yang dingin menjadi kian hangat dan menyenangkan.
Angin malam yang menusuk sampai ke tulang, mata yang menyipit, badan yang remuk redam, rasanya malas sekali keluar dari balutan hangat kantong tidur dan keluar tenda.. aaarrrrrgh... Namun, demi puncak kita terus berusaha melawan ego diri sendiri, mengumpulkan kekuatan dan keberanian serta membuktikan bahwa kita bisa melewati semuanya..
"kira-kira berapa jam lagi kita nyampe puncak?"
"entahlah, yang penting kita harus tetap berjalan.."
"kayaknya, bentar lagi kita sampe.. tetap semangat, ayoo kita Bisa! saling jaga dan saling menguatkan ya kawan!"
Demi puncak yang dituju..dan suatu tujuan yang pasti.. kami terus melangkah..melangkah..dan melangkah lagi.. Jujur terkadang saya pun tak mengerti kenapa saya berada di sini. hehehe, but it's my choise! dan saya harus siap dengan konsekuensinya.
Dukungan teman-teman senasib seperjuangan sungguh laksana obat dan cambuk ampuh bagi saya untuk terus bergerak, melangkah, berada di sini bersama mereka. kantuk dan dinginnya malam pun berhasil dikalahkan demi "puncak".
"Alhamdulillah, kita sampai Puncak!"
Rasa syukur, haru bercampur bangga memenuhi ruang kosong dalam hati ini. Subhanallah, begitu Agungnya Engkau, sungguh begitu indah alam yang Engkau ciptakan.. Maha Suci dan Maha Besar Engkau, ya Allah. Di atas puncak ini pun aku semakin mengerti bahwa Engkau-lah sebaik-baik Pencipta. Sungguh indah alam-Mu ini.. sungguh kami tiada artinya, kami begitu kecil dihadapan-Mu.. tak pantaslah diri ini merasa sombong, angkuh..karena semua ini adalah milik-Mu.
Begitupun dengan hidup kita. semakin hari tantangan yang dihadapi semakin banyak dan berliku. kita tidak bisa hidup datar-datar saja.. "Life is never flat". Kalau boleh, saya ibaratkan mendaki gunung itu laksana mendaki kehidupan. Jalanan yang harus kita lalui tak selamanya mulus, kadang licin, terjal nan berbatu. Mau tidak mau kita harus terus mendaki jalan terjal itu agar kita bisa sampai di puncak kehidupan. Tantangan dan rintangan dari hari ke hari juga semakin sukar, kehidupan kita akan semakin menanjak sehingga menuntut kita untuk terus mendaki..mendaki lagi dan lagi-lagi mendaki.
Saat kita lelah dan merasa lemah, ingatlah bahwa ada Allah yang Maha Menguatkan. Ada teman dan orang-orang di sekitar kita yang akan terus mensupport kita. Mereka yang akan mengingatkan, berbagi, dan menunggu kita jika kita ingin berhenti sejenak kemudian kembali melangkah bersama menuju puncak yang hendak dituju.
Mendaki Gunung adalah sebuah proses. Proses yang bisa membentuk karakter seseorang. Sebuah pencapaian yang besar juga tentu memerlukan proses. Puncak akan bisa dicapai bila kita mau dan berani berproses, mengalahkan ego pribadi untuk mulai melangkah ke gerbang pendakian. Mendaki gunung mengajarkan kita untuk bertahan dan kreatif seperti mencari jalan keluar untuk memecahkan suatu masalah. Apalagi Tuhan berbaik hati membagikan kekayaanannya dengan cuma-cuma.
Yakinlah, bila kita terus melangkah dan mendaki kehidupan ini dengan sungguh-sungguh dan kerja keras, tanpa mengeluh dan menyerah, insya Allah kita akan menuai hasil yang indah. Jika kita mengalami masa-masa sulit, yakinlah bahwa Allah tak pernah memberi beban melebihi kemampuan manusia, selayaknya Ia tak pernah menciptakan gunung tinggi yang tak dapat didaki oleh manusia.
Percaya juga pada sahabat dan teman yang selalu siap sedia membantu dikala kita berada dalam situasi sulit. Kita juga harus percaya pada diri sendiri bahwa kita mampu menghadapi semua rintangan yang datang menghadang dan kita bisa mencapai puncak kehidupan yang ingin kita tuju.
Tetap Yakin dan Tetap Optimis! Tetap Ngabolang dan Salam Lestari..
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Belajar Dari Gunung Rating: 5 Reviewed By: http://awalinfo.blogspot.com/