Poros Maritim vs Poros Sampah Plastik |
Oleh: Hendra Wiguna*
Berdasarkan penelitian yang dipimpin oleh ilmuan Prof.Jenna R. Jambeck yang dilansir dari sciencemag.org, dalam penelusurannya mencari asal mula sampah plastik yang berada di laut mencakup 192 negara pesisir di dunia. Hasil penelitian telah mencatat bahwa sampah plastik masuk ke lautan sekitar 12,7 juta metrik ton. Asal mula sampah ini bisa dari limbah rumah tangga atau pun industri yang belum dikelola dengan baik oleh negara selaku penyelenggara kehidupan rakyatnya.
Hal yang cukup mencengangkan adalah masuknya Indonesia sebagai negara ke-2 penyumbang sampah plastik terbanyak ke laut, setelah Tiongkok. Hal ini tentunya menjadi keprihatinan tersendiri terutama mengingat visi pemerintah saat ini adalah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Patut dipertanyakan kembali bagaimana misi ini dan sejauh mana progres perwujudan visi tersebut.
Hal itu harus dicermati selain masih rendahnya kesadaran masyarakat, tugas pemerintah selaku penyelenggara negara harus dipertanyakan bagaimana perannya dalam menggunakan dan mengelola sampah plastik. Dengan kondisi itu, jangan sampai yang terjadi justru malah Indonesia menjadi poros sampah plastik dunia.
Tentunya hal ini merupakan permasalahan budaya dan karakter bangsa Indonesia terkait budaya maritimnya, yaitu dengan menjaga kelestarian ekosistem laut.
Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa total sampah plastik dari negara Indonesia mencapai 1,29 juta metrik ton per tahun. Dalam hal ini Indonesia memiliki tata kelola sampah masih jauh dibawah keberhasilan India dimana memiliki penduduk sekitar 1,2 miliyar. Sementara India hanya menyumbang 0,24 juta metrik ton sampah/tahun.
Plastik merupakan sampah yang sulit terurai (non-biodegradable) saat mencemari laut akan bertahan lama, bahkan saat terurai pun zat-zat pembentuknya menimbulkan racun bagi ekosistem laut. Oleh karena itu perlu tanggapan yang serius akan hal ini. Setiap upaya dari pemerintah harus disosialisasikan benar-benar kepada masyarakat agar timbul empati dan terciptanya gotong royong untuk ke depannya dalam penjagaan ekosistem laut terbebas dari sampah maupun limbah lainnya.
Solusi Pemecahan
Menurut Dr Christ Wilcox, pakar ekologi dari lembaga penelitian Australia CSIRO, faktor terbesar penyebab adanya sampah plastik adalah akibat besarnya kombinasi populasi dan pembangunan. Patut kita sadari bahwa sistem pengolahan sampah yang kita miliki saat ini masih menggunakan sistem manajemen yang belum tepat guna, hal ini dapat kita lihat bagaimana adanya tumpukan sampah yang menyebabkan tenggelamnya suatu wilayah (ex: TPA Leuwi Gajah).
Adapun hal yang sangat mencolok adalah kegiatan wisatawan lokal ketika mengunjungi suatu pantai, di mana sebagian besar akan meninggalkan sampah plastik yang berserakan. Terkait hal tersebut, selain masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan. Selanjutnya fasilitas publik guna membuang sampah di lokasi tersebut juga masih minim. Kemudian adanya budaya, membuang sampah ke perairan dengan anggapan sampah akan hanyut dan hancur di laut dengan seiring waktu merupakan pengaruh besar sebab terjadinya penumpukan sampah plastik di laut.
Indonesia merupakan negara berkembang, sehingga terjadi pembangunan ekonomi yang tinggi, di mana bisa menyebabkan faktor adanya penggunaan plastik yang tinggi. Maka dari itu, perlu persiapan diri untuk mencontoh bagaimana negara-negara industri mengelola sampah plastik atau limbah yang ditimbulkannya, guna menekan dampak pencemaran lingkungan.
Salah satu cara menanggulangi terjadinya penumpukan sampah di laut adalah dengan peningkatan produksi daur ulang sampah dan di samping itu adanya pemberian atau peningkatan insentif bagi orang yang memungut sampah plastik. Ide-ide sebagai upaya mengurangi adanya sampah plastik, misalnya; Gerakan Pungut Sampah, bank sampah sebagai deposit biaya kesehatan, ataupun membuat jaring lingkar yang memanfaatkan rekayasa pusaran air.
Saat ini, transportasi laut atau pun kegiatan di laut lainnya cukup meningkat, selain adanya pertambahan jumlah kapal juga adanya peningkatan aktivitas. Menyikapi hal tersebut, dapatlah kita berbangga hati kebudayaan bahari sedikit demi sedikit mulai kembali, akan tetapi masih ada harap-harap cemas akan tindak kedisiplinan di laut. Bagaimana aktivitas di laut apakah sudah bebas dari buang sampah sembarangan apa belum? Tentunya hal ini perlu pengawasan yang tegas karena selain illegal fishing, kegiatan membuang sampah plastik di laut juga dapat membahayakan keberlangsungan hidup biota luat.
Mari kita jaga laut kita, untuk kita dan untuk generasi penerus kita. Laut yang indah tanda hidup makmur nan sejahtera, ciri negara Bhineka Tunggal Ika.