Sampah Ucapan dan Etika Pendaki Gede Pangrango |
Saat Aktivis lingkungan serta sejumlah Pecinta alam mengkampanyekan Nol Sampah dan penghematan kertas, tampaknya hal sebaliknya tidak berlaku bagi sejumlah Pendaki gunung yang katanya mengaku Pecinta alam.
Slogan ‘tidak ada yang diambil kecuali foto, tidak ada yang dibuang kecuali waktu, dan tidak ada yang ditinggalkan kecuali jejak’ ternyata hanya jadi hisapan jempol belaka bagi para pendaki.
Pasalnya meski seringkali diingatkan, nyatanya persoalan sampah di gunung kerap menjadi persoalan serius yang bisa merusak kawasan konservasi.
Di Gunung Gede Pangrango misalnya, saat memasuki waktu liburan, intentisas kedatangan pendaki makin tinggi, yang mengakibatkan makin tinggi pula volume sampah yang ditinggalkan para pendaki.
Data yang dilansir dari website resmi Gunung Gede Pangrango, Hari ini (3/6/2015) menunjukkan, Jika diasumsikan jumlah pendaki yang datang mencapai 600 orang/hari, dengan pendakian selama 2 hari.
Maka dalam satu waktu jumlah pendaki di Gunung Gede Pangarango bisa mencapai 1.200 orang.
Jumlah tersebut bisa mencapai 1.800 orang saat memasuki waktu liburan, apalagi banyak pendaki tak beretika yang sengaja menambah jumlah hari tanpa izin resmi Simaksi.
Tidak ada yang bisa menjamin angka pendaki yang jumlahnya mencapai ribuan tersebut akan mematuhi aturan tidak meninggalkan sampah di kawasan konservasi.
Jika satu orang meninggalkan sampah sekitar 0,5 kg saja, maka 0,5 x 1800 orang, sehingga sampah di Gunung Gede Pangrango dalam satu waktu pendakian sama dengan 900 kg.
Banyaknya sampah yang didominasi oleh sampah non-organik seperti botol air mineral, kaleng, dan bungkus plastik, hingga sampah yang berasal dari peralatan pendaki yang rusak tentu dapat merusak usaha pelestarian alam di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Yang mencengangkan, temuan sampah di Gunung Gede Pangrango ternyata tidak hanya berasal dari sampah logistik pendaki, tetapi juga berasal dari lembaran kertas berisi pesan yang diunggah ke media sosial, yang kini sedang menjadi tren di kalangan pendaki pemula.