Kondisi hutan mangrove yang rusak parah di sekitar Jembatan 4, Kecamatan Teluk Bintan, Selasa (2/2) |
Sungai Desa Penaga, Kecamatan Teluk Bintan yang diproyeksikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan sebagai destinasi wisata hutan mangrove terbesar di Asia gagal direalisasikan. Hutan mangrove seluas 50 hektare yang berada di sepanjang Sungai Desa Penaga dirusak oknum-oknum pengusaha yang mendirikan tambak udang ilegal.
"Aktivitas tambak ilegal di kawasan hutan mangrove itu benar-benar merusak," ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bintan, Setioso.
Bedasarkan kajian yang pernah dilakukan, keberadaan hutan mangrove yang hidup di lokasi Sungai Desa Penaga, dari sisi kerapatan kawasannya dikategorikan sebagai kawasan hutan mangrove produktif atau kawasan penyangga. Sehingga lolaksi tersebut dimasukkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bintan sebagai kawasan hutan mangrove yang dilindungi dan dilarang untuk dikembangkan baik untuk kepentingan bisnis seperti usaha pertambakan maupun pemukiman.
Upaya yang dilakukan Pemkab Bintan agar hutan mangrove ini tetap terjaga kelestariannya dan bisa bermanfaat bagi ekonomi masyarakat setempat, sambungnya akan dikembangkan sebagai kawasan wisata hutan mangrove yang ditaja sebagai ikon pariwisata baru di Bintan. Konsep ini dicetuskan mengingat nilai jual hutan mangrove yang dikelola sebagai kawasan wisata masih tinggi diminati oleh wisatawan manacanegara.
"Namun kenyataannya kondisi hutan mangrove itu sudah rusak parah. Kita minta pihak terkait ikut mendukung penindakannya baik itu Distanhut, BPMPD, BLH, Satpol PP, Kepolisian maupun DPRD Bintan," tegasnya.
Kepala Distanhut Bintan, Ahmad Izhar mengaku jika aktivitas tambak udang ilegal yang berada di sepanjang Sungai Desa Penaga bertentangan dengan aturan karena masuk ke dalam kawasan hutan mangrove produktif yang wajib dilindungi, bukan dirusak maupun dikembangkan untuk kepentingan individu.
"Jika kita sudah kantongi Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) Nomor 367 tahun 2015 hasil revisi dari SK Menhut sebelumnya. Kita akan sosialisasi ke seluruh instansi dan DPRD Bintan untuk membahas penindakannya secara aturan daerah maupun hukum pidana," katanya.
Sementara Kepala Bidang (Kabid) Penegakan Perundang-Undangan dan Pengembangan Kapasitas Satpol PP, Hasrul Dafar meminta kepada seluruh instansi terkait baik itu Bappeda, BPMPD, Distanhut, BLH hingga DPRD Bintan tidak hanya sekedar menyuruh Satpol PP untuk melakukan penindakan pelanggaran Undang-Undang (UU) terkait pengerusakan maupun pembabatan hutan mangrove. Tetapi juga ikut serta mendukungnya dalam menindak pihak yang melanggar aturan.
"Kita akan bertindak. Tapi instansi terkait pemerintahan dan dewan juga mendukung. Jangan menutupi suatu permasalahan yang jelas keberadaannya demi kepentingan bisnis maupun politik dengan mengorbankan kita. Kalau berani laporkan ke sini jangan hanya lewat media karena kita butuh laporan yang realita," tegasnya. (ary)