Wednesday, April 17, 2013

Dunia Membangun Kota Hijau

Menciptakan kota yang ramah lingkungan atau yang biasa disebut dengan kota hijau bisa memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus mengatasi masalah sosial dan lingkungan. Strategi ini juga bisa mengurangi kemiskinan, memangkas emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Pelajaran ini terungkap dari hasil penelitian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang dirilis Rabu (17/4/2013). Menurut PBB, pada 2050, sebanyak 70% penduduk dunia akan tinggal di perkotaan. Kota-kota dunia juga telah mengonsumsi 75% sumber daya alam.

Saat sumber daya alam semakin mahal, kota-kota dunia memiliki pilihan cerdas dengan membangun infrastruktur yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Infrastruktur ini akan melindungi kota dari ketidakstabilan ekonomi dan sosial pada abad 21 yang dipicu oleh kelangkaan sumber daya alam.

Kota Melbourne, Australia, misalnya, mampu memangkas emisi hingga 40% melalui program efisiensi energi di bangunan-bangunan publik.

Kota Cape Town, di Afrika Selatan, merenovasi rumah keluarga miskin dan melengkapinya dengan lampu dan pemanas air bertenaga surya. Aksi ini berhasil memangkas emisi karbon hingga 6.500 ton per tahun, mengurangi kasus gangguan pernafasan hingga 75%, menciptakan lapangan kerja serta menghemat biaya pemanas bagi keluarga yang tidak mampu.

Masih banyak upaya lain yang bisa dilakukan menuju terciptanya kota hijau. Diantaranya adalah dengan mengurangi konsumsi bahan bakar fosil, membangun dan mengajak masyarakat beralih ke sistem transportasi publik, mengembangkan mobil listrik dan membangun lahan pertanian di pinggiran kota guna memasok kebutuhan pangan lokal.

Semua hasil penelitian ini dirangkum dalam laporan PBB berjudul â€Å“City-Level Decoupling: Urban Resource Flows and the Governance of Infrastructure Transitions” yang menampilkan 30 kasus pembelajaran yang bisa dijadikan inspirasi mewujudkan kota yang berkelanjutan.

Menurut International Resource Panel (IRP) dan Program Lingkungan PBB (UNEP), yang menyusun laporan ini, tantangan terbesar untuk mewujudkan kota hijau adalah menyediakan infrastruktur yang memadai. Dan dunia harus mengejar kekurangan pembangunan infrastruktur – yang mencapai 60% – guna menopang populasi perkotaan pada tahun 2050.

Biaya yang diperlukan untuk mewujudkan infrastruktur perkotaan ini mencapai $40 triliun dari tahun 2000 hingga 2030 baik dengan cara membangun infrastruktur baru (terutama di negara berkembang) atau merenovasi infrastruktur lama (di negara maju) agar lebih ramah lingkungan.

Menurut IRP, jika upaya ini berhasil, kota-kota dunia akan mampu mengurangi emisi karbon, meningkatkan produktivitas sumber daya alam dan menghindari praktik pembangunan yang mengeksploitasi lingkungan.

Program yang banyak diterapkan di kota-kota besar dunia adalah pembangunan jaringan bus dalam kota yang terintegrasi. Kota Lagos di Nigeria, misalnya memerkenalkan sistem Bus Rapid Transit (BRT) guna mengatasi kemacetan dan masalah polusi udara yang semakin parah di kota tersebut. Upaya ini berhasil mengurangi emisi sektor transportasi perkotaan sebesar 13% dan memangkas waktu perjalanan hingga separuhnya.

Jakarta dan beberapa kota lain di Indonesia juga telah menerapkan sistem ini. Namun sistem BRT masih menemui berbagai kendala baik dari sisi perawatan armada dan fasilitas insfrastruktur pendukungnya. Di Jakarta, armada busway banyak yang mengalami kerusakan.

Sistem ini juga tidak didukung oleh kontrol lalu lintas yang ketat, sehingga jalur busway banyak dicuri oleh kendaraan pribadi. Busway juga rentan kekurangan pasokan bahan bakar gas karena minimnya stasiun BBG yang mendukung. Sementara shelter busway banyak yang kurang terawat, panas serta kotor.

Selain masalah infrastruktur transportasi, masalah lain yang harus diatasi adalah masalah sampah dan limbah di perkotaan. Kota Durban, Afrika Selatan mengumpulkan dan mengolah limbah cair beracun sebelum menggunakannya kembali untuk irigasi. Mereka juga berhasil mengubah emisi metana dari lokasi penampungan sampah menjadi listrik senilai $20.000 per bulan. Di lokasi yang sama juga dikembangkan pembibitan pohon untuk penghijauan dan pencegahan longsor.

Singapura menjadi contoh negara kota yang berhasil mengelola sumber daya air secara bijaksana. Mereka memiliki rencana nasional untuk mengurangi konsumsi air sekitar 10% pada 2030 dengan menggunakan teknologi canggih guna mengolah air limbah menjadi air yang layak minum dan bisa dipakai lagi untuk keperluan industri.
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan saat ini sebanyak 112 kota di seluruh Indonesia menyepakati untuk membangun kota hijau.

"Dari 112 kota yang menyepakati untuk membangun kota hijau, sebanyak 60 kota sudah mencanangkannya sejak tahun lalu. Sementara itu, 52 sisanya baru memulai pencanangan pada tahun ini," kata Djoko Kirmanto dalam konferensi pers Sarasehan dan Penandatanganan Kesepakatan Kota Hijau dan Kota Pusaka untuk Wujudkan Pembangunan Berkelanjutan, di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, pembangunan kota hijau memakan waktu yang cukup lama karena ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, selain menyediakan ruang terbuka hijau sebanyak 30 persen dari luas wilayah.

"Untuk meningkatkan ruang terbuka hijau itu gampang. Namun, membuat transportasi baik, sehingga mengurangi kemacetan dan emisi itu sulit," kata dia.

Menurut dia, ada delapan atribut kota hijau yang meliputi perencanaan dan perancangan kota ramah lingkungan (green planning and design), ruang terbuka hijau (green open space), konsumsi energi yang efisien (green energy).

"Pengelolaan air (green water), pengelolaan limbah dengan prinsip 3R (green waste), bangunan hemat energi (green building), penerapan sistem transportasi yang berkelanjutan (green transportation), dan peningkatan peran masyarakat sebagai komunitas hijau (green community)," ujar dia.

Ia berencana memberikan bantuan kepada kota-kota yang ingin mewujudkan terwujudnya kota hijau di wilayah mereka.

"Untuk itu, kami akan berikan bantuan dari Dirjen Tata Ruang Kementerian PU," kata dia.

Bantuan tersebut, kata Djoko, diberikan hanya kepada kota-kota yang berminat untuk mengusahakan hadirnya kota hijau di daerah mereka. Jenis bantuannya berbentuk bantuan teknis seperti membuat rencana aksi dan rencana induk pembangunan kota hijau.

"Tahun depan sudah bisa jalan dan pertama yang akan kami buat adalah taman seluas 5.000 meter persegi per kota," ujarya.

Dirjen Penataan Ruang Kementerian PU, Imam Santoso Ernawi, menambahkann bantuan yang diberikan kementerian untuk kota hijau dilakukan setiap tahun.

"Bantuan sebesar Rp1 miliar tersebut akan digunakan kota untuk mewujudkan rencana aksi, rencana induk kota hijau, dan pembentukan komunitas hijau," kata dia.


Sumber: hijauku.com
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Dunia Membangun Kota Hijau Rating: 5 Reviewed By: Awaluddin Ahmad