Freeport
adalah pertambangan emas terbesar di dunia! Namun termurah dalam biaya
operasionalnya. Sebagian kebesaran dan kemegahan Amerika sekarang ini
adalah hasil perampokan resmi mereka atas gunung emas di Papua
tersebut. Freeport banyak berjasa bagi segelintir pejabat
negeri ini, para jenderal dan juga para politisi busuk, yang bisa
menikmati hidup dengan bergelimang harta dengan memiskinkan bangsa ini. Mereka ini tidak lebih baik daripada seekor lintah!
Akhir
tahun 1996, sebuah tulisan bagus oleh Lisa Pease yang dimuat dalam
majalah Probe. Tulisan ini juga disimpan dalam National Archive di
Washington DC. Judul tulisan tersebut adalah “JFK, Indonesia, CIA and
Freeport.”
Walau dominasi Freeport atas gunung emas di Papua dimulai sejak tahun 1967, namun kiprahnya di negeri ini sudah dimulai beberapa tahun sebelumnya. Dalam tulisannya, Lisa Pease mendapatkan temuan jika Freeport Sulphur, demikian nama perusahaan itu awalnya, nyaris bangrut berkeping-keping ketika terjadi pergantian kekuasaan di Kuba tahun 1959.
Walau dominasi Freeport atas gunung emas di Papua dimulai sejak tahun 1967, namun kiprahnya di negeri ini sudah dimulai beberapa tahun sebelumnya. Dalam tulisannya, Lisa Pease mendapatkan temuan jika Freeport Sulphur, demikian nama perusahaan itu awalnya, nyaris bangrut berkeping-keping ketika terjadi pergantian kekuasaan di Kuba tahun 1959.
Saat
itu Fidel Castro berhasil menghancurkan rezim diktator Batista. Oleh
Castro, seluruh perusahaan asing di negeri itu dinasionalisasikan.
Freeport Sulphur yang baru saja hendak melakukan pengapalan nikel
produksi perdananya terkena imbasnya. Ketegangan terjadi. Menurut Lisa
Pease, berkali-kali CEO Freeport Sulphur merencanakan upaya pembunuhan
terhadap Castro, namun berkali-kali pula menemui kegagalan.
Ditengah
situasi yang penuh ketidakpastian, pada Agustus 1959, Forbes Wilson
yang menjabat sebagai Direktur Freeport Sulphur melakukan pertemuan
dengan Direktur pelaksana East Borneo Company, Jan van Gruisen. Dalam
pertemuan itu Gruisen bercerita jika dirinya menemukan sebuah laporan
penelitian atas Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat yang
ditulis Jean Jaques Dozy di tahun 1936. Uniknya, laporan itu sebenarnya
sudah dianggap tidak berguna dan tersimpan selama bertahun-tahun
begitu saja di perpustakaan Belanda. Van Gruisen tertarik dengan
laporan penelitian yang sudah berdebu itu dan membacanya.
Dengan
berapi-api, Van Gruisen bercerita kepada pemimpin Freeport Sulphur itu
jika selain memaparkan tentang keindahan alamnya, Jean Jaques Dozy
juga menulis tentang kekayaan alamnya yang begitu melimpah. Tidak
seperti wilayah lainnya diseluruh dunia, maka kandungan biji tembaga
yang ada disekujur tubuh Gunung Ersberg itu terhampar di atas permukaan
tanah, jadi tidak tersembunyi di dalam tanah. Mendengar hal itu,
Wilson sangat antusias dan segera melakukan perjalanan ke Irian Barat
untuk mengecek kebenaran cerita itu. Di dalam benaknya, jika kisah
laporan ini benar, maka perusahaannya akan bisa bangkit kembali dan
selamat dari kebangkrutan yang sudah di depan mata.
Selama
beberapa bulan, Forbes Wilson melakukan survey dengan seksama atas
Gunung Ersberg dan juga wilayah sekitarnya. Penelitiannya ini kelak
ditulisnya dalam sebuah buku berjudul The Conquest of Cooper Mountain.
Wilson menyebut gunung tersebut sebagai harta karun terbesar yang untuk
memperolehnya tidak perlu menyelam lagi karena semua harta karun itu
telah terhampar di permukaan tanah. Dari udara, tanah disekujur gunung
tersebut berkilauan ditimpa sinar matahari.
Wilson
juga mendapatkan temuan yang nyaris membuatnya gila. Karena selain
dipenuhi bijih tembaga, gunung tersebut ternyata juga dipenuhi bijih
emas dan perak!! Menurut Wilson, seharusnya gunung tersebut diberi nama
GOLD MOUNTAIN, bukan Gunung Tembaga. Sebagai seorang pakar
pertambangan, Wilson memperkirakan jika Freeport akan untung besar
dalam waktu tiga tahun sudah kembali modal. Pimpinan Freeport Sulphur
ini pun bergerak dengan cepat. Pada 1 Februari 1960, Freeport Sulphur
meneken kerjasama dengan East Borneo Company untuk mengeksplorasi
gunung tersebut.
Namun lagi-lagi
Freeport Sulphur mengalami kenyataan yang hampir sama dengan yang
pernah dialaminya di Kuba. Perubahan eskalasi politik atas tanah Irian
Barat tengah mengancam. Hubungan Indonesia dan Belanda telah memanas
dan Soekarno malah mulai menerjunkan pasukannya di Irian Barat.
Tadinya
Wilson ingin meminta bantuan kepada Presiden AS John Fitzgerald
Kennedy agar mendinginkan Irian Barat. Namun ironisnya, JFK malah
spertinya mendukung Soekarno. Kennedy mengancam Belanda, akan
menghentikan bantuan Marshall Plan jika ngotot mempertahankan Irian
Barat. Belanda yang saat itu memerlukan bantuan dana segar untuk
membangun kembali negerinya dari puing-puing kehancuran akibat Perang
Dunia II terpaksa mengalah dan mundur dari Irian Barat.
Ketika
itu sepertinya Belanda tidak tahu jika Gunung Ersberg sesungguhnya
mengandung banyak emas, bukan tembaga. Sebab jika saja Belanda
mengetahui fakta sesungguhnya, maka nilai bantuan Marshall Plan yang
diterimanya dari AS tidak ada apa-apanya dibanding nilai emas yang ada
di gunung tersebut.
Dampak dari
sikap Belanda untuk mundur dari Irian Barat menyebabkan perjanjian
kerjasama dengan East Borneo Company mentah kembali. Para pemimpin
Freeport jelas marah besar. Apalagi mendengar Kennedy akan menyiapkan
paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar 11 juta AS dengan
melibatkan IMF dan Bank Dunia. Semua ini jelas harus dihentikan!
Segalanya
berubah seratus delapan puluh derajat ketika Presiden Kennedy tewas
ditembak pada 22 November 1963. Banyak kalangan menyatakan penembakan
Kennedy merupakan sebuah konspirasi besar menyangkut kepentingan kaum
Globalis yang hendak mempertahankan hegemoninya atas kebijakan politik
di Amerika.
Presiden Johnson yang
menggantikan Kennedy mengambil sikap yang bertolak belakang dengan
pendahulunya. Johnson malah mengurangi bantuan ekonomi kepada
Indonesia, kecuali kepada militernya. Salah seorang tokoh di belakang
keberhasilan Johnson, termasuk dalam kampanye pemilihan presiden AS
tahun 1964, adalah Augustus C.Long, salah seorang anggota dewan direksi
Freeport.
Tokoh yang satu ini
memang punya kepentingan besar atas Indonesia. Selain kaitannya dengan
Freeport, Long juga memimpin Texaco, yang membawahi Caltex (patungan
dengan Standard Oil of California). Soekarno pada tahun 1961 memutuskan
kebijakan baru kontrak perminyakan yang mengharuskan 60persen labanya
diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Caltex sebagai salah satu dari
tiga operator perminyakan di Indonesia jelas sangat terpukul oleh
kebijakan Soekarno ini.
Augustus
C.Long amat marah terhadap Soekarno dan amat berkepentingan agar orang
ini disingkirkan secepatnya. Mungkin suatu kebetulan yang ajaib.
Augustus C.Long juga aktif di Presbysterian Hospital di NY dimana dia
pernah dua kali menjadi presidennya (1961-1962). Sudah bukan rahasia
umum lagi jika tempat ini merupakan salah satu simpul pertemuan tokoh
CIA.
Lisa Pease dengan cermat
menelusuri riwayat kehidupan tokoh ini. Antara tahun 1964 sampai 1970,
Long pensiun sementara sebagai pemimpin Texaco. Apa saja yang dilakukan
orang ini dalam masa itu yang di Indonesia dikenal sebagai masa yang
paling krusial.
Pease
mendapatkan data jika pada Maret 1965, Augustus C.Long terpilih sebagai
Direktur Chemical Bank, salah satu perusahaan Rockefeller. Augustus
1965, Long diangkat menjadi anggota dewan penasehat intelejen
kepresidenan AS untuk masalah luar negeri. Badan ini memiliki pengaruh
sangat besar untuk menentukan operasi rahasia AS di Negara-negara
tertentu. Long diyakini salah satu tokoh yang merancang kudeta terhadap
Soekarno, yang dilakukan AS dengan menggerakkan sejumlah perwira
Angkatan Darat yang disebutnya sebagai Our Local Army Friend.
Salah
satu bukti sebuah telegram rahasia Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul
21.48, yang menyatakan jika kelompok Jendral Suharto akan mendesak
angkatan darat agar mengambil-alih kekuasaan tanpa menunggu Soekarno
berhalangan. Mantan pejabat CIA Ralph Mc Gehee juga pernah bersaksi
jika hal itu benar adanya.
Awal
November 1965, satu bulan setelah tragedi terbunuhnya sejumlah perwira
loyalis Soekarno, Forbes Wilson mendapat telpon dari Ketua Dewan
Direktur Freeport, Langbourne Williams, yang menanyakan apakah Freeport
sudah siap mengekplorasi gunung emas di Irian Barat. Wilson jelas
kaget. Ketika itu Soekarno masih sah sebagai presiden Indonesia bahkan
hingga 1967, lalu darimana Williams yakin gunung emas di Irian Barat
akan jatuh ke tangan Freeport?
Lisa
Pease mendapatkan jawabannya. Para petinggi Freeport ternyata sudah
mempunyai kontak dengan tokoh penting di dalam lingkaran elit
Indonesia. Mereka adalah Menteri Pertambangan dan Perminyakan Ibnu
Soetowo dan Julius Tahija. Orang yang terakhir ini berperan sebagai
penghubung antara Ibnu Soetowo dengan Freeport. Ibnu Soetowo sendiri
sangat berpengaruh di dalam angkatan darat karena dialah yang menutup
seluruh anggaran operasional mereka.
Sebab
itulah, ketika UU no 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang
draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didektekan Rockefeller,
disahkan tahun 1967, maka perusahaan asing pertama yang kontraknya
ditandatangani Suharto adalah Freeport!. Inilah kali pertama kontrak
pertambangan yang baru dibuat. Jika di zaman Soekarno kontrak-kontrak
dengan perusahaan asing selalu menguntungkan Indonesia, maka sejak
Suharto berkuasa, kontrak-kontrak seperti itu malah merugikan
Indonesia.
Untuk membangun
konstruksi pertambangan emasnya itu, Freeport mengandeng Bechtel,
perusahaan AS yang banyak mempekerjakan pentolan CIA. Direktur CIA John
McCone memiliki saham di Bechtel, sedangkan mantan Direktur CIA
Richards Helms bekerja sebagai konsultan internasional di tahun 1978.
Tahun
1980, Freeport menggandeng McMoran milik “Jim Bob” Moffet dan menjadi
perusahaan raksasa dunia dengan laba lebih dari 1,5 miliar dollar AS
pertahun.
Tahun 1996, seorang
eksekutif Freeport-McMoran, George A.Maley, menulis sebuah buku
berjudul “Grasberg” setelab 384 halaman dan memaparkan jika tambang
emas di Irian Barat itu memiliki deposit terbesar di dunia, sedangkan
untuk bijih tembaganya menempati urutan ketiga terbesar didunia.
Maley
menulis, data tahun 1995 menunjukkan jika di areal ini tersimpan
cadangan bijih tembaga sebesar 40,3 miliar dollar AS dan masih akan
menguntungkan 45 tahun ke depan. Ironisnya, Maley dengan bangga juga
menulis jika biaya produksi tambang emas dan tembaga terbesar di dunia
yang ada di Irian Barat itu merupakan yang termurah di dunia!!
Istilah
Kota Tembagapura itu sebenarnya menyesatkan dan salah. Seharusnya
EMASPURA. Karena gunung tersebut memang gunung emas, walau juga
mengandung tembaga. Karena kandungan emas dan tembaga terserak di
permukaan tanah, maka Freeport tinggal memungutinya dan kemudian baru
menggalinya dengan sangat mudah. Freeport sama sekali tidak mau
kehilangan emasnya itu dan membangun pipa-pipa raksasa dan kuat dari
Grasberg-Tembagapur a sepanjang 100 kilometer langsung menuju ke Laut
Arafuru dimana telah menunggu kapal-kapal besar yang akan mengangkut
emas dan tembaga itu ke Amerika. Ini sungguh-sungguh perampokan besar
yang direstui oleh pemerintah Indonesia sampai sekarang!!!
Kesaksian
seorang reporter CNN yang diizinkan meliput areal tambang emas
Freeport dari udara. Dengan helikopter ia meliput gunung emas tersebut
yang ditahun 1990-an sudah berubah menjadi lembah yang dalam. Semua
emas, perak, dan tembaga yang ada digunung tersebut telah dibawa kabur
ke Amerika, meninggalkan limbah beracun yang mencemari sungai-sungai
dan tanah-tanah orang Papua yang sampai detik ini masih saja hidup
bagai di zaman batu.
Freeport
merupakan ladang uang haram bagi para pejabat negeri ini, yang dari
sipil maupun militer. Sejak 1967 sampai sekarang, tambang emas terbesar
di dunia itu menjadi tambang pribadi mereka untuk memperkaya diri
sendiri dan keluarganya. Freeport McMoran sendiri telah menganggarkan
dana untuk itu yang walau jumlahnya sangat besar bagi kita, namun bagi
mereka terbilang kecil karena jumlah laba dari tambang itu memang
sangat dahsyat. Jika Indonesia mau mandiri, sektor inilah yang harus
dibereskan terlebih dahulu.
Penulis: Effie Emzieta (KASKUS.US) Coba renungkan betapa banyak kekayaan alam Indonesia yang hilang digerogoti oleh PT Freeport di Papua, saya tidak bisa membayangkan, dan hanya bisa geleng-geleng kepala
kunjungi sendiri webnya sob di http://papua-elkace.blogspot.com
inilah buku karya TITUS NATKIME, SH di http://papua-elkace.blogspot.com
sy sendiri tidak sanggup membaca semua artikel terkait dengan freeport