Monday, July 8, 2013

Hijau Itu Muda, Hijau Itu Gaul

Beberapa waktu lalu (Rabu, 26/06) Cristiano Ronaldo bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan penanaman simbolik mangrove pada acara “Bali Save Mangrove, Save Earth (BSMSE)” di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Ronaldo adalah duta Forum Peduli Mangrove Bali yang digagas pengusaha nasional Tommy Winata. Lewat event ini pemerintah hendak meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya hutan bakau bagi pelestarian lingkungan.

Apresiasi tinggi layak disematkan bagi pemain bintang Real Madrid itu. Pasalnya kesediaan didaulat sebagai duta Forum Peduli Mangrove Bali berangkat murni dari kepeduliannya meskipun dengan status no commercial deal. Momentum ini layak dioptimalkan sebagai gerakan pendidikan lingkungan bagi kawula muda.

Ronaldo adalah idola kebanyakan kaum muda, khususnya penggila bola. Anak muda sering diidentikkan dengan dunia gaul. Gaul sendiri sering dipersepsikan sebagai gaya modern, dinamis, melek teknologi dan informasi, dan terkadang ada kesan hura-hura. Nongkrong, nge-game, ber-gadget terbaru, dugem, dan aktifitas lainnya adalah simbol dunia gaul. Selain itu dianggap tidak gaul.

Pemuda asal Portugal ini membongkar mitos selama ini. Hidup dengan popularitas tinggi dan kekayaan fantastis tidak mengurangi kepeduliannya secara sosial dan ekologikal. Mangrove yang hidup di pesisir laut pasti dianggap kebanyakan kaum muda tidak ada kaitannya sama sekali dengan dunia mereka. Kesan kotor akan lebih dominan dibanding pesan lingkungan di balik keberadaan mangrove itu. Hal ini sama dengan anak muda menyikapi terhadap sampah, tanaman, air, dan komponen lingkungan lainnya

Wajar semua ini terjadi, selain mitos diantara mereka sendiri juga diakibatkan faktor orang tua dan sektor pendidikan yang kurang memberikan edukasi lingkungan. Orang tua sering tidak memperbolehkan anaknya menyapu halaman, memungut sampah, atau merawat tanaman. Anak-anak muda hanya didorong berkutat di kamar dengan komputer atau buku yang dianggap orang tua akan lebih memajukan mereka.

Gaya Hidup Hijau

Hasil studi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2012 menunjukkan bahwa Indeks Perilaku Peduli Lingkungan (IPPL) masih berkisar pada angka 0,57 (dari angka maksikmum 1). Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat kita baru setengah-setangah berperilaku peduli lingkungan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Peduli atau Ramah lingkungan harus terus diupayakan termasuk konsumsi pangan. Sangat penting mendorong perilaku dan gaya hidup manusia agar efisien dan ramah lingkungan.

Masa depan lingkungan berada di pundak generasi sekarang. Tahun 2020-2030 diprediksikan akan ada Bonus Demografi. Jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada periode itu akan mencapai 70 persen atau sekitar 180 juta. BKKBN (2013) memproyeksikan dari 100 penduduk produktif tersebut, 44 orang diantaranya adalah usia muda.

Bonus Demografi adalah berkah sekaligus berpotensi musibah bagi lingkungan ke depan. Semua tergantung pada kualitas manusianya. Generasi muda yang peduli lingkungan adalah berkah bagi pembangunan berkelanjutan. Sebaliknya, generasi muda yang acuh tak acuh bahkan cenderung merusak tentu akan membawa musibah bagi degradasi lingkungan mendatang.

Generasi muda memiliki tiga fungsi strategis. Pertama, generasi muda adalah cadangan keras (iron stock). Cadangan untuk meneruskan estafet kepemimpinan bangsa. Sifat keras tercermin dengan idealisme tinggi dan energi besar. Fungsi ini sangat dibutuhkan dalam membentuk kepemimpinan pro-lingkungan (green leadership).

Kedua generasi muda sebagai agent of change (agen perubahan). Idealnya dengan fungsi ini generasi tidak akan rela melihat setiap ketidakberesan dan penyelewengan. Pemuda akan tampil memperjuangkan perubahan menuju perbaikan. Dalam konteks lingkungan, generasi muda dengan fungsi ini akan tampil dalam upaya mengubah tabiat merusak dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang ada.

Ketiga, generasi muda sebagai sang penyeru kebenaran. Kebenaran salah satunya terwujud dalam perilaku peduli lingkungan. Sebaliknya, merusak lingkungan adalah tindakan yang tidak dibenarkan. Generasi muda menjadi penting perannya sebagai penyeru yang mengkampanyekan gaya hidup ramah lingkungan.

Strategi mengadirkan generasi peduli lingkungan dapat diupayakan melalui sektor pendidikan dan sosial budaya. Pendidikan lingkungan hidup mesti hadir di sekolah atau perguruan tinggi, baik normatif maupun aplikatif. Program sekolah ramah lingkungan (adiwiyata) atau kampus ramah lingkungan (green campuss) kayak dikembangkan lebih intensif. Selain itu secara non formal, keluarga dan lingkungan masyarakat harus menciptakan suasana kondusif dan membuka kesempatan bagi anak muda untuk berkiprah dalam aksi lingkungan.

Sudah saatnya anak muda diberikan porsi tugas rumah untuk menyapu, mengelola sampah, menanam, atau merawat taman. Anak muda juga dapat diajak dalam program-program kerja bakti di kampung. Karang taruna, remaja masjid, atau komunitas lain dapat menjadi media organisasi yang baik untuk menerapkannya.

Selanjutnya yang mesti dipahami bahwa sekali lagi anak muda memiliki gaya dan cita rasa tersendiri. Pendekatannya pun harus sesuai secara sosial budaya. Model kegiatan yang santai dan gaul penting diupayakan dalam implementasinya. Anak-anak muda bisa diajak melihat kiprah seperti Ronaldo.

Simbol-simbol kegaulan itu ternyata juga mampu menjadi teladan dalam kepedulian lingkungan. Peduli lingkungan sebagai bagian bukti anak gaul harus diangkat menjadi stigma bersama. Anak muda mesti sadar bahwa gaya hidup hijau (peduli lingkungan) itu juga gaul atau dengan kata lain “nggak gaul kalau nggak hijau”.


Bumi adalah titipan anak cucu. Selain meninggalkan lingkungan yang lestari tentu mendidik generasi agar peduli menjadi tanggung jawab kita bersama. Kelak mereka akan menjadi orang tua. Jika pendidikan ini terus berlangsung maka akan menjadi siklus transformasi yang akan menjamin nasib lingkungan di masa mendatang.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Hijau Itu Muda, Hijau Itu Gaul Rating: 5 Reviewed By: Awaluddin Ahmad