Monday, July 8, 2013

Mengenal Masjid Agung Banten

Mesjid Agung Banten
Masjid Agung Banten termasuk masjid tua yang penuh nilai sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tak hanya dari Banten dan Jawa Barat, tapi juga dari berbagai daerah di Pulau Jawa.

Masjid Agung Banten terletak di Kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kasultanan Demak. Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati.

Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China. Ini adalah karya arsitektur China yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.

Di serambi kiri masjid ini terdapat kompleks makam Sultan-sultan Banten dan keluarganya, yaitu Maulana Hasanuddin dengan permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nashr Abdul Kahhar (Sultan Haji). Sementara di serambi kanan, terdapat makam Sultan Maulana Muhammad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah, dan Ratu Masmudah.

Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti Masjid Agung. Paviliun dua lantai ini dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Hendick Lucasz Cardeel. Biasanya, acara-acara seperti rapat, dan kajian Islami dilakukan di sini.

Menara yang menjadi ciri khas sebuah masjid juga dimiliki Masjid Agung Banten. Terletak di sebelah timur masjid, menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus ditapaki dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Dari atas menara ini, pengunjung dapat melihat pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas pantai, karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5 km.

Dahulu, selain digunakan sebagai tempang mengumandangkan azan, menara yang juga dibuat oleh Hendick Lucasz Cardeel ini digunakan sebagai tempat menyimpan senjata.

OBJEK WISATA PENDIDIKAN DAN SEJARAH

Selain sebagai obyek wisata ziarah, masjid Agung Banten juga merupakan obyek wisata pendidikan dan sejarah. Dengan mengunjungi masjid ini, wisatawan dapat menyaksikan peninggalan bersejarah kerajaan Islam di Banten pada abad ke-16 M, serta melihat keunikan arsiteksturnya yang merupakan perpaduan gaya Hindu Jawa, Cina dan Eropa.

Sejarah pendirian Masjid Agung Banten berawal dari instruksi Sultan Gunung Jati kepada anaknya, Hasanuddin. Konon, Sunan Gunung Jati memerintahkan kepada Hasanuddin untuk mencari sebidang tanah yang masih “suci” sebagai tempat pembangunan Kerajaan Banten. Setelah mendapat perintah ayahnya tersebut, Hasanuddin kemudian shalat dan bermunajat kepada Allah agar diberi petunjuk tentang tanah untuk mendirikan kerajaan.

Konon, setelah berdoa, secara spontan air laut yang berada di sekitarnya tersibak dan menjadi daratan. Di lokasi itulah kemudian Hasanuddin mulai mendirikan Kerajaan Banten beserta sarana pendukung lainnya, seperti masjid, alun-alun, dan pasar. Perpaduan empat hal: istana, masjid, alun-alun, dan pasar merupakan ciri tradisi kerajaan Islam di masa lalu.

Keunikan arsitektur Masjid Agung Banten terlihat pada rancangan atap masjid yang beratap susun lima, yang mirip dengan pagoda Cina. Konon, masjid yang dibangun pada awal masuknya Islam ke Pulau Jawa ini desainnya dirancang dan dikerjakan oleh Raden Sepat. Ia adalah seorang ahli perancang bangunan dari Majapahit yang sudah berpengalaman menangani pembangunan masjid, seperti Demak dan Cirebon.

Selain Raden Sepat, arsitek lainnya yang ditengarai turut berperan adalah Tjek Ban tjut, terutama pada bagian tangga masjid. Karena jasanya itulah Tjek Ban Tjut memperoleh gelar Pangeran Adiguna.

Kemudian pada tahun 1620 M, semasa kekuasaan Sultan Haji, datanglah Hendrik Lucaz Cardeel ke Banten, ia seorang perancang bangunan dari Belanda yang melarikan diri dari Batavia dan berniat masuk Islam. Kepada sultan ia menyatakan kesiapannya untuk turut serta membangun kelengkapan Masjid Agung Banten, yaitu menara masjid serta bangunan tiyamah yang berfungsi untuk tempat musyawarah dan kajian-kajian keagamaan. Hal ini dilakukan sebagai wujud keseriusannya untuk masuk Islam. Karena jasanya tersebut, Cardeel kemudian mendapat gelar Pangeran Wiraguna.

Selain menara, pada bagian depan masjid terdapat alat pengukur waktu shalat yang berbentuk lingkaran, dengan bagian atas berbentuk seperti kubah. Ada bagian atas kubahnya ditancapkan kawat berbentuk lidi. Melalui bayangan dari kawat itulah dapat diketahui kapan waktu shalat tiba.




Keunikan lainnya nampak pada umpak dari batu andesit yang berbentuk labu dengan ukuran besar. Undak-undak batu ini terdapat di setiap dasar masjid, pendopo, dan kolam untuk wudhu. Undak besar seperti ini tidak terdapat di masjid-masjid di Pulau Jawa, kecuali di bekas reruntuhan masjid Kesultanan Mataram di daerah Plered, Bantul, Yogyakarta. Begitu pula dengan bentuk mimbar yang besar dan antik, tempat imam yang berbentuk kecil, sempit, dan sederhana juga menunjukkan kekhasan masjid ini.

Masjid Agung Banten berada sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Pengunjung dapat menuju lokasi dengan kendaraan pribadi atau naik bus. Dari Terminal Pakupatan, Serang, Pengunjung dapat melanjutkan perjalanan dengan bus jurusan Banten Lama dengan tarif Rp 4.000 atau dapat juga mencarter angkot dengan biaya sekitar Rp 40.000 (Juni 2008). Perjalanan dari Terminal Pakupatan, Serang, menuju ke lokasi masjid memerlukan waktu sekitar setengah jam.

Memasuki kawasan obyek wisata Masjid Agung Banten tidak dipungut biaya. Namun, apabila memasuki tempat-tempat seperti menara, tempat wudhu, dan kompleks makam sultan, pengunjung diwajibkan membayar rata-rata Rp 1.000.

Pemandangan di atas menara mesjid


Di sekitar masjid ini terdapat penginapan, warung telekomunikasi, dan warung yang menjual aneka jajanan. Selain itu, banyak kios yang menjual perlengkapan sholat, tasbih, kaset rohani, VCD musik, pakaian dewasa dan anak-anak, serta cenderamata suku asli Banten, yaitu suku Baduy.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Mengenal Masjid Agung Banten Rating: 5 Reviewed By: Awaluddin Ahmad