Thursday, January 2, 2014

Menggapai Puncak Gunung Rinjani

Gunung Rinjani adalah gunung yang berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gunung yang merupakan gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 m dpl serta terletak pada lintang 8º25' LS dan 116º28' BT ini merupakan gunung favorit bagi pendaki Indonesia karena keindahan pemandangannya. Dan saat ini Gunung Rinjani adalah Gunung yang paling terkenal dari Indonesia dan di manca negara.

Rinjani..... Bisa mendaki Gunung Rinjani di Lombok adalah impian banyak traveler. Keindahan alam dan treknya yang menantang memang sudah tersohor. Datang ke sana, bersiaplah melihat keindahan alam yang memukau..

Perjalanan ku mulai dari rumah (Ds.Candiwulan,Kebumen) sekitar jam 04:00 selasa 13 agustus 2013. Dengan memacu bemo p.135 di tengah ramai nya arus balik mudik. Setengah jam perjalanan ku istirahat tuk tunaikan sholat shubuh. Usai sholat, ku lanjutkan pacu motor ku, setengah jam kmudian, ku sampai kota purworejo. Disini teman ku sudah menunggu (he is Jabrix)
sekilas tentang Jabrix : Dia teman sepetualanganku, meski baru beberapa bulan kenal dengannya, kami serasa akrab dalam berbagai hal. Jabrix pula yang mengajakku tuk ke Rinjani dua bulan sebelumnya. Oke.. itu aja... :O


Dari purworejo,  kami boncengan berdua dengan masing-masing membawa tas ceriel yang gede nya kayak kulkas 2 pintu.. , brasa satu motor di naiki 4 orang.. motor ku pacu ke arah ke Yogyakarta., yaa.... kami akan menggunakan Transportasi Kereta Api.., meski jalan raya sudah mulai rame karena sudah pagi, disinilah.. jiwa pembalap ku di uji kembali. tak pikir penumpang, tak pikir beban, purworejo-yogyakarta ku libas kurang dari 1 jam... :P

Sekitar jam setengah 7 pagi, kami baru masuk stasiun Lempuyangan. Di setasiun, kami sudah di tunggu 2 orang, yakni mas Taufik dan Mas Amat. sekilas tentang keduanya : Taufik : diantara kami, dialah yang paling tua, dia asli Jepara. Dan Amat : Diantara kami berempat, dialah yang Paling muda umurnya, tapi badannya paling besar diantara kami (bukan gemuk, tapi atletis) dia asli Pemalang dan merantau di Jepara. Keduannya berangkat tanggal 12 kemarin. Dan dari keduanya, aku baru pertama kenal mereka.... 
Setelah saling sapa dan kenal, sarapan dan waktu sudah agak siang, kereta sudah mulai berangkat. Dari stasiun lempuyangan, kami juga jumpa dengan pendaki lain yang satu tujuan, kami belum sempet menyapanya. Kereta beranjak tinggalkan stasiun lempuyangan Yogyakarta. Kami duduk di gerbong 1 semua, padahal tiket aku harusnya duduk di gerbong 4. Awal perjalanan kami bercanda, tukar pengalaman dan bla..blaa...blaaaa.... lumayan lama kami dalam satu gerbong, akhirnya nomer kursi yang ku duduki ada yang punya, dan aku pun pindah ke gerbong 4 sendirian, tapi.. beruntung, di gerbong 4 fasilitas lebih baik ktimbang di gerbong 1. Perjalanan panjang yang amat membosankan, hampir 15 jam kami di dalam kereta api Sri Tanjung, dan akhirnya kereta sampai di Stasiun tujuan, yakni Stasiun Banyuwangi baru. Kami pun turun dan sejenak istirahat dan aku sholat di mushola stasiun.
Selagi kami istirahat, pendaki yang kami jumpai di Stasiun lempuyangan pagi itu, menyapa kami. Mereka dari Tanggerang ber-tiga (ferdi, Esti, Faiz), setelah bla..blaaa...blaaa...., kami segera meneruskan perjalanan, karena mereka masih nunggu temannya lagi yang belum tiba, mereka mempersilahkan kami berangkat duluan.

Dari stasiun Banyuwangi Baru, kami berjalan kaki menuju Pelabuhan Ketapang, sekitar 10 menit kami berjalan kaki, dan sampai juga di pelabuhan Penyebrangan. Usai membeli Tiket kapal yang seharga Rp.6.500, kami bersiap menuju Dermaga. Kapal ferry sudah menunggu kami, dan kami pun segera masuk kapal. Bagi kami bertiga (Aku, Jabrix n Amat) adalah Pengalaman pertama naik Kapal laut. “ini baru namanya Travelling”, Bali... i’m coming. Dari Pelabuhan Ketapang jam 23:00 Wib, dan sampai Pelabuhan Gilimanuk jam 01:00 WITA (penyebrangan Cuma 1 jam), akhirnya kami menginjakan kaki di Pulau Dewata “Bali”. Keluar dari kapal, kami pun istirahat lagi di pelabuhan sekedar tuk melemaskan otot. Istirahat dirasa cukup, dan kami beranjak jalan kaki menuju terminal gilimanuk. Eeeiit.... di pintu keluar pelabuhan, setiap orang di periksa identitas diri (KTP), kami pun aman.

Di pintu keluar pelabuhan, sudah banyak Calo Bus yang menawarkan angkutannya. Tapi... kami memilih jalan terus menuju terminal. Karena semenjak lepas Yogyakarta kami belum makan, kami jalan-jalan sejenak mencari warung makan. Tapi... karena udah malem, kami tak menemukan warung makan, ada nya rumah makan babi guling (preeet...., what it’s babi guling..?), lagiaaan....., nyari makan ko’ jam stengah 2 dinihari... :O, kami pun kembali ke Terminal dengan perut kosong.

Di dalam terminal Gilimanuk, ternyata Pendaki yang kami jumpai di Stasiun lempuyangan dan Banyuwangi Baru, sudah sampai duluan. Mereka bareng temen nya lagi dari Jakarta (Roji, Victor, Neyka dan Oby), kami pun nggabung bareng mereka. Tawar-menawar tarif angkutan untukmengantar kami ke Ujung Timur Pulau Bali terjadi lumayan alot, dan akhirnya kami kalah. Tarif yang kami sepakati Rp.50.000 dari Terminal Gilimanuk sampai Pelabuhan PadangBai. Dan kami pun segera naik Bus. Dalam bus, aku langsung tertidur karena mungkin kecapean. Saat ku terbangun, bus baru masuk terminal ubung dan hari mulai terang. Bus pun lanjut menuju arah Padangbai, spanjang perjalanan ini, baru bisa ku nikmati perjalanan., menlintasi kota-kota di Bali dengan pemandangan pantai-pantai. Dan setelah 5 jam perjalanan dari Terminal Gilimanuk, akhirnya kami sampai di Pelabuhan PadangBai.

Sampai Pelabuhan Padangbai sekitar jam 7:00 Wita, dan jadwal kapal Roro yang akan mengantar kami menyebrang ke Pulau Lombok berangkat jam 8:00 wita. Setelah membeli tiket kapal yang Seharga Rp.40.000, kami duduk , bersenda gurau di ruang tunggu pelabuhan. Tak berapa lama, kami pun terus menuju Kapal roro yang sudah bersandar di dermaga. Karena lalai saat di toilet ruang tunggu pelabuhan, kamera Digital Roji ketinggalan, dan saat di samperi lagi malah sudah raib..

Kapal mulai meninggalkan Pelabuhan Padangbai, dan.. “i’m coming Lombok....”,  4 jam di atas kapal, rasa nya begitu singkat, karena spanjang dan selama perjalanan pemandangan memang indah. Kami nikmatin itu. Pulau Lombok sudah di depan mata, kapal mulai bersandar ke dermaga Pelabuhan Lembar, dan alhamdulillah.. kaki ini bisa juga pijakkan di bumi Lombok.... 

Turun dari kapal dan segera keluar pelabuhan, Angkot sudah menunggu kami untuk mengantar ke Kota Mataram. Karena kami 12 orang, kami menggunakan 2 angkot dengan masing-masing orang membayar Rp.15.000. tak lebih dari setengah jam, kami pun sampai di terminal Mandalika. Di Mandalika, kami istirahat lumayan lama. Makan siang, belanja kebutuhan pendakian di pasar mandalika. Dan juga menunggu satu kawan lagi yang dari jakarta, dia menggunakan pesawat langsung dari Jakarta, dan setelah kami menunggu lebih dari 2 jam, akhirnya ia datang juga.

Setelah keperluan cukup, kami bersiap melanjutkan perjalanan. Seperti biasa, tawar menawar tarif angkutan tak terelakan, bahkan sampai-sampai kondektur bus nya hampir emosi meladeni kami. Setelah sukses membuat kondektur jengkel, dan tarif kesepakatan adalah Rp.20.000/orang Mandalika-Aikmel.

Perjalanan dari Mandalika-Aikmel tak ada yang istimewa, hanya menyusuri kota demi kota di pulau lombok ini, dari lombok barat menuju lombok tengah. Perjalanan kira-kira 1 jam, dan setelah sampai Pasar Aikmel, kami langsung di carikan oleh si kondektur tadi angkutan menuju Desa Sembalun. Mobil L300 yang masih  baru, siap mengantar kami menuju Desa Sembalun. Dengan tarif Promo Rp.15.000, kami disuguhi sensasi perjalanan yang luar biasa, melintasi jalanan hutan, dengan tanjakan dan turunan yang extrem menjadi keceriaan sendiri. Apalagi, sepanjang jalur hutan, banyak monyet-monyet yang menghadang perjalanan kami, jadi hiburan tersendiri. Setelah satu jam perjalanan, mobil yang membawa kami, menepi di sebuah pos. Di sini, kami di persilahkan untuk menikmati pemandangan yang ada dari ketinggian. Udara mulai dingin, setelah cukup menikmati dan ambil foto-foto, kami lanjutkan perjalanan. Hari mulai senja, Pemandangan semakin menawan, Gunung Rinjani dengan segala kemegahannya terlihat sangat indah, menambah gairah kami  untuk siap berpetualang  kedunia yang belum kami jelajahi. Rasa nya pengin cepet-cepet sampai kaki gunung Rinjani. Sekitar jam 18:00, kami sampai Basecamp Pendakian. Disini kami hanya registrasi/mendaftar pendakian dengan membayar Rp.2.500/pendaki. Kami tak lama di basecamp ini, kami terus melanjutkan perjalanan dengan mobil yang sama menuju Desa Sembalun, sekitar 15-20 menit, akhirnya kami sampai Sembalun : (desa kecil di kaki Rinjani sebagai pintu masuk pendakian Gunung Rinjani.).

Karena panjangnya perjalanan dari Jawa menuju Lombok, setelah bermusyawarah, akhirnya kami memutuskan untuk melakukan Pendakian ke esokan hari nya. Setelah tunaikan Sholat Maghrib dan ‘isya, kami singgah di salah satu warung warga setempat. Kami ngobrol-ngobrol sama warga setempat, kami juga dapat pencerahan/keterangan tentang gunung Rinjani oleh warga setempat yang sebagian besar berprofesi sebagai Porter Pendaki. Sambil bercerita, bercanda, main kartu, dan sebagian sudah pada istirahat di dalam rumah. Malam itu, kami isi untuk memulihkan tenaga untuk pendakian esok hari. Malam terasa singkat, pagi pun menjelang, semua terbangun dan packing ulang perlengkapan pendakian. Setelah sarapan dan pesen nasi bungkus, kami bersiap Melalakukan perjalanan panjang lagi, yakni Mendaki Gunung Rinjani.

Setelah Berdo’a, langkah kaki mulai terayunkan hingga ujung desa, kita nikmati keindahan surga di kaki Gunung Rinjani. sedikit perkebunan kami lalui, menyebrangi Sungai kecil, terus padang rumput tempat warga desa menggembalakan sapi-sapi nya. Kami menyebrangi sungai lagi, kali ini sungai lumayan besar, beruntung.. sungai sedang tidak ada airnya karena musim kemarau. Sedikit tanjakan, sebagai pemanasan yang cukup membuat detak jantung smakin kencang, dan nafas terengah-engah, tak berapa lama, kami mulai memasuki bibir hutan, Kami pun istirahat sejenak tuk atur nafas. Terus kami lanjutkan menyusuri hutan, di dalam hutan kami hanya sesekali istirahat, yaaah.... kami hanya melewati sedikit hutan saja, kira-kira setengah jam perjalanan.

Setelah keluar hutan, rute yang sangat “wow” sudah di hadapan kami, yaaa.... Savana/Sabana Gunung Rinjani. Gunung Rinjani terlihat berdiri gagah di hadapan kami. Gunung yang selama ini kami impikan, rasanya bagaikan mimpi bagi petualang sekelas kami bisa berkunjung ke Gunung ter exotic di Negri indah ini. Savana yang di dominasi ilalang menjanjikan sejuta kesan. Disaat yang lain berlomba-lomba untuk cepat-cepat sampai tujuan, disini ku malah menikmati betapa indahnya rute savana ini. Melangkah menaiki bukit demi bukit dengan pemandangan yang luar biasa, jika memandang ke arah depan, rute ini menyuguhkan betapa megahnya Gunung Rinjani dihadapan mata, dan jika menoleh kebelakang, pemandangan tak kalah keren nya, selain Pegunungan, juga terlihat Laut dari kejauhan. Pokoknya Kereeen....

Hari beranjak siang, dan Cuaca semakin panas. Sekitar jam 09.30 wita, kami sampai di Pos 1. Suatu bangunan Gazebo/Pondok di tengah Savana yang terbuat dari papan dengan beratapkan seng tanpa dinding, hanya berpagarkan alang-alang di sekelilingnya. Sejenak kami istirahat, berteduh dari teriknya matahari siang itu, sembari bernarsis ria. Tak lama kami di Pos 1 ini, sekitar 15-20 menit kemudian, kami melanjutkan perjalanan dengan beranggotakan masih 12 orang. Mungkin, dari kami sebagian berjalan cepat-cepat, karena sengatan matahari semakin terasa di rute ini. Rute masih landai di tengah luasnya savana. Pohon sangat jarang, sehingga puas membebaskan  mata memandang ke segala arah.

Sekitar jam 11:00wita, kami sampai di Pos 2. Di Pos 2 ini juga ada Pondokan kecil seperti di pos 1. Pos 2 ini tepat di sekitar Jembatan, disini juga ada pohon besar yang sangat nyaman untuk berteduh, ada juga mata air nya. Disinilah satu-satunya tempat diantara padang savana yang ada mata airnya selama perjalanan dari sembalun. Tempat ini dinamakan TENGE- NGEAN.  Tapi.... hati-hati, karena disini juga banyak Monyet Liar yang suka merebut makanan dari para pendaki. Di Pos 2 ini, selain kami istirahat, kami juga mengisi perbekalan air kami. Cukup lama kami singgah di pos 2 ini. Saat itu memang sedang rame oleh para pendaki mancanegara yang sedang berjemur (whaaat......?, berjemur ko’ di gunung..?). hampir 1 jam kami istirahat di Pos 2 ini, dan sekitar jam 12:00wita, kami melanjutkan perjalanan panjang nan penuh impian ini.

Dibawah teriknya Matahari, kami mencoba tuk terus melangkah. Selepas Pos 2, rute juga masih Savana. Deru debu stapak menjadi tantangan tersendiri bagi kami. Masih jalur yang landai, dengan badan yang sudah lemas dan bercucuran keringat. Kami terus melangkah, pelan-pelan kaki ini terus kami ayunkan. Semangat....semangaaat...dan...semangaaaat.... hanya itu yang kami bawa. Setelah satu jam perjalanan dari Pos 2, ada 1 pohon yang lumayan tinggi. Kami pun istirahat lagi, Sholat Dhuhur, dan Makan siang dengan sebungkus nasi yang kami bawa dari basecamp. Setengah jam kami berteduh, perjalanan siap kami lanjutkan. Masih di tengah savana dengan panasnya Matahari, masih dengan 12 personil. Setelah hampir setengah jam kmudian, akhirnya Savana Rinjani tuntas kami lewati,  di ujung Savana, kami istirahat kembali di bawah pohon dekat jembatan sungai mati. Tak lama kami istirahat, kami melanjutkan perjalanan kembali. Sedikit tanjakan sebagai pemanasan kembali setelah melewati panjangnya jalur landai savana. pepohonan pinus sebagai penyambut kedatangan kami menjelang Pos 3. Sebelum sampai Pos 3, ada bangunan gazebo/Pondokan kecil lagi (bukan pos 3). kami istirahat lagi, bahkan aku sempet tertidur disini karena sudah lumayan cape’. Entah berapa lama kami singgah disini, kami melanjutkan perjalanan lagi menuju Pos 3. Dan sekitar 10-20 menit, kami sampai juga di Pos 3.

Pos 3, seperti Pos yang lain, ada bangunan Pondokan kecil. Pos 3 ini letaknya di tepian kali mati (batu-batuan) Tempat ini dimamakan PADABALONG. Saat kami sampai di Pos 3, suasananya memang sudah ramai oleh pendaki lokal. Yaaa..... disini kami pecah hati. Karena si salahsatu dari kami katanya ada yang ga kuat melanjutkan perjalanan. Setelah berunding bla...blaaa..blaaa...., akhirnya kami terbagi menjadi 2 rombongan. Rombongan Tanggerang memutuskan untuk bermalem di Pos 3, sedangkan sisanya melanjutkan perjalanan. Dan Aku termasuk bagian rombongan yang terus melanjutkan perjalanan. Mungkin karena hari masih terang, jadi tak ada salahnya diteruskan. Sekitar jam 15:00wita, kami lepas dari Pos 3 ini. Siap melanjutkan untuk sampai Pos Plawangan. Di atas Pos 3, Rute nya mulai menanjak, tak jauh dari pos 3, masih tampak jelas sisa-sisa kebakaran hutan pinus. *mengenaskan, sejenak kami meratapi betapa disayangkan terbakarnya hutan Pinus ini.

Kami terus melangkah dengan sisa sisa tenaga. Didepan.., kami sudah di hadang oleh “Tanjakan Penyiksaan” ada juga yang menyebut ‘9 bukit Penderitaan’, konon... Tanjakan ini benar-benar menyiksa. Tapi... kami belum tahu, kalo belum merasakannya dan melewatinya. Semula kami mengira jika sampai di atas, maka kami akan sampai di pos keempat, yakni Pelawangan Sembalun. Nyatanya begitu berhasil melintasi bukit pertama, di depannya sudah menanti bukit kedua, ketiga, dan seterusnya hingga sembilan bukit. Tanjakan demi tanjakan terus kami lalui. Awalnya biasa saja, tapi.. lama kelamaan, tanjakan demi tanjakan tak habis-habis kami lalui. Bagaikan tanjakan tak berujung. Dengan rute ini, memaksa kami untuk sering-sering istirahat. Hari semakin sore, dan tanjakan yang kami lalui belum terlihat ujungnya. Untungnya, rute ini tak sePanas rute savana, dan kami lalui nya juga menjelang sore.

Hari Mulai senja, di tengah Perjalanan di sela-sela istirahat, kami tunaikan Sholat Asyar dulu. Sholat berjama’ah di tengah hutan yang tak begitu lebat. Senja beranjak malam, kami terus berjalan dan belum ada tanda-tanda dari ujung tanjakan penyiksaan ini. Meski sangat melelahkan, kami coba menikmati perjalanan ini. Senja itu pemandangan sangat indah kala memandang ke arah Savana. Hari mulai gelap, sejenak kami tunaikan Sholat maghrib dulu. Masih di tengah Hutan jalur Bukit penyiksaan. Karena sudah terlalu lama kami berjalan, rasa lelah dan kelelahan menghantui sebagian dari kami. Kami terus berjalan meski pelan, hawa dingin, stapak berdebu menjadi penghambat perjalanan kami. Dengan sedikit memaksa, kami terus berjalan dan akhirnya, kami sampai juga di ujung Bukit Penyiksaan ini, yakni Plawangan Sembalun. Kami sampai sekitar jam 21:00wita.

Rasa lelah itu berubah menjadi rasa kagum tatkala Danau Segara Anak memang nyata dihadapan kami. Sejenak kami duduk memandangi Danau yang menjadi ikon nya Gunung Rinjani ini. Hari smakin malam, dan kami siap bongkar muatan dan pasang tenda. Yaa... kami memang berencana bermalam di Pos Plawangan  Sembalun ini. Dalam hitungan menit, dua tenda sudah berdiri. Setelah tenda terpasang, kami duduk-duduk di depan tenda. Malam itu begitu indah, setelah seharian bersusah payah berjalan melewati panasnya Savana dan melewati bukit penyiksaan, kini.. kita bersama, bersenda gurau, saling berkenalan dan mengakrabkan dengan sahabat-sahabat baru, memasak dengan keterbatasan, melepas lelah dengan memandangi elok nya segara anak yang memantulkan cahaya bintang malam itu. Yaaa...., sampai saat ini, ku merindukan malam itu. Sederhana, tapi luar biasa...

Malam itu terasa begitu cepat, tak terasa hari telah berganti, sedangkan kami belum tidur. Padahal, kami berencana berangkat mendaki ke puncak jam 03:00wita. Setelah tunaikan sholat ‘isya, kami masuk tenda, pasang alarm dan tidur jam 01:00wita.

Rasanya, baru sejenak kami pejamkan mata, alarm sudah berbunyi, menandakan sudah jam 03:00 pagi. Tapi..., karena kami ‘berlebel’ Pendaki malas, alarm kami matikan dan tidur lagi.. (yeyeyeee...). dan saat kami terbangun kembali, jam sudah menunjukan pukul 04:30. Setelah pada bangun semua, kami bersiap-siap “summit attack”. jam 05:00wita, perjalanan baru kami mulai.

Langkah kecil mulai kami ayunkan. Udara tidak terlalu dingin, pertama-tama kami menaiki satu punggungan bukit. Matahari 16 Agustus mulai keluar Bulat kuning telur., meski kami masih sangat jauh dari puncak, tapi kami beruntung.. Sunrise nya bisa kami nikmati. Kemudian kami terus lanjutkan perjalanan, punggungan-punggungan bukit lainnya sudah menunggu di depan. Semakin lama, tanjakan semakin terjal dan berpasir. Perasaan sabar mulai di uji, tatkala banyak pendaki turun yang mencemo’oh kami. Tapi.. ada juga pendaki yang tetap memberi semangat pada kami untuk terus sampai puncak. Hari beranjak siang, dengan langkah yang terseok-seok kami terus melangkah. Tanjakan Debu, pasir, kerikil adalah medan yang harus kami lalui. Setelah berjalan hampir 3 jam, kami sampai di tikungan plawangan. Disini, Pemandangan lebih “wow”, yang memaksa kami untuk berhenti dan terus mengabadikannya. Pemandangan Segara Anak, terlihat lebih cantik, cukup menghibur dan membuat mata selalu ingin memandanginya. Dari sini, juga terlihat Desa Sembalun dan bukit-bukit yang telah kami lewati.

Kami lanjutkan perjalanan, kali ini rute nya sedikit landai. Tapi... baru berapa ratus meter kami berjalan, salah satu  teman kami (Neyka) sakit gigi nya kambuh. Beberapa dari kami mencoba menenangkannya dan meyakinkannya untuk terus melanjutkan pendakian. Usaha pertama sukses, Neyka pun bisa melanjutkan perjalanan meski dengan muka menahan sakit. Kabut mulai turun, menutup pandangan kami ke arah puncak, di tambah lagi, smakin banyak pendaki yang lagi turun terus mencemo’oh kami gara-gara kesiangan. Disinilah sebenarnya perjuangan kami, kami tak boleh putus asa meski tak sedikit yang terus mengejek kami. Mereka hanya bisa bicara, mereka tak memberi jawaban atas kesulitan kami. Tak perlu dengar ejekan mereka, teruslah kami berjalan.

Melangkah, terus melangkah dan semakin dekat kami dengan puncak. Tapi... Sakit Gigi nya neyka tambah parah dan memaksa untuk menahan hasrat cepat-cepat sampai puncak. Hari semakin siang, kabut pun datang pergi. Setelah berunding, Akhirnya.. Neyka tak bisa meneruskan Pendakian ini. Sayang banget, padahal tinggal 600-700 meter menuju Puncak tertinggi Rinjani. Karena dia Perempuan, tak mungkin dia berjalan turun sendirian dengan menahan sakit. teman kami (Roji) pun mengantar Neyka turun. Dan kami hanya tinggal ber-enam.

Perjalanan kami lanjutkan, tanjakan pasir kerikil yang sangat panjang dihadapan. Ditengah langkah terseok-seok, kami berkali-kali berhenti, memandang tak percaya pada jalan yang masih ada di depan mata. Deru angin yang kencang menemani suara kaki yang bergesekan  dengan pasir dan kerikil. Hari semakin siang dan terasa panas, dan kami kehabisan air minum. Beruntung, ada satu rombongan turun yang air nya masih tersisa, kami di kasih satu botol isi ¾ air.

Siang itu, rombongan kami adalah yang terakhir. Semakin siang pendaki semakin sedikit, dari ribuan pendaki pagi tadi, kini hanya tinggal beberapa rombongan saja. Dan semua nya sudah sampai puncak, kecuali rombongan kami. Saat rombongan terakhir sudah turun dari puncak, jam 12:30wita, kami baru sampai Kerikil batu abu-abu. Dan inilah 200 meter perjuangan terakhir kami sebelum sampai puncak. 200 meter terberat, karena fisik kami sudah pada melemah, terutama satu wanita dari rombongan kami (Oby). Dia nyaris tidak kuat dan nyerah minta turun, padahal kurang dari 200 meter lagi kita semua sampai puncak.

Karena kami tak ingin ada yang gagal lagi sampai puncak, kami sebisa mungkin meyakinkan dan memberi semangat pada si Oby. Langkahnya semakin berat, tiap kurang dari 5 langkah pasti istirahat. Si Jabrix berinisiatif menarik Oby dengan tangannya, tapi... Jabrix pun kewalahan. Sekarang gantian, aku yang menarik Oby, tapi... nasibku tak lebih baik dari si Jabrix, aku pun kewalahan. Kami berdua bersama menarik si Oby, tapi hanya membantu beberapa langkah saja. Dan kami semua kewalahan dan istirahat lagi. Sedangkan si Amat, dia malah tertinggal di belakang. Aku tidak yakin dia bisa membantu. Sedangkan Taufik, malah sudah sampai Puncak dan si Victor sedang berusaha di belakang Taufik menjelang Puncak.

Meski tubuh kami sudah pada lemah, tapi tekad kami untuk sampai puncak tetap ada. dan ketika angin membisikkan kata yang tulus dari hati "rinjani di ujung mata..." aku hanya tersenyum tanpa berkata. semangat itu masih ada dari dalam jiwa. Hanya tersisa kurang dari 50 meter menuju puncak. Kami masih terdiam duduk istirahat, sedangkan si amat mulai menyusul di belakang kami. Si Victor dan Taufik sudah sampai Puncak. Terdengar teriakan taufik dari Puncak, memanggil kami untuk terus lanjut atau turun. Lemahnya tenaga kami berdua (aku n jabrix) hampir sudah tidak kuat membawa si Oby sampai Puncak. Si Taufik turun lagi, menjemput kami. Dengan beberapa teguk air yang di kasih Taufik, kami siap gapai Puncak Rinjani. Kali ini Oby di tuntun Taufik, sedangkan kami di belakangnya. Dengan langkah terseok-seok, akhirnya kami Sampai pada satu titik yang mereka sebut “PUNCAK RINJANI” dan akhirnya menyisakan nafas panjang kegembiraan..

Kami sampai Puncak sekitar jam 14:00wita, sampai Puncak, Aku, Jabrix, Amat langsung Sujud Syukur, tangis Haru terus saling Pelukan mengucapkan “selamat, sukses gapai Puncak Rinjani”. Perjuangan yang indah, bukan Perjalanan Mudah karena banyak hal-hal yang hampir menggagalkan kami sampai Puncak hari itu. Diawali dari bangun kesiangan, Cemo’ohan, Neyka Sakit, Kehabisan Bekal, Turun Kabut, dihadang Angin, sampai hampir kehabisan tenaga saat menuntun Oby.

Akupun terdiam menatap ribuan keindahan yang terbentang di depan mata, Bibir-bibir pantai yang melengkung terlihat sangat jelas dari Puncak ini. terhanyut dalam suasanan syahdu Puncak Rinjani.. Senyum, tangis, haru, bangga, kagum menjadi satu. Puncak Rinjani, Puncak Impian para Pendaki. Semua itu bagaikan mimpi. Saat ku melawan rasa takut itu, Aku takut kalo tidak berhasil sampai Puncak. Tapi... ketika rasa takut itu takluk, kini menyisakan Takjub. Aku berjanji, aku akan selalu mengenangnya. Perjalanan itu seperti mimpi, ketika Kami ber-Enam bersama berdiri Di Puncak Gunung Berapi tertinggi kedua di Negri ini.

Kami di Puncak hanya satu jam. setelah berfoto-foto genit di puncak, kami bersiap turun kembali menuju tenda. Entah bagaimana, tenaga kami sudah pulih kembali, kami turun dengan berlari, sesekali kami juga berhenti tuk menikmati keindahan-keindahan. Jalur Krikil, yang tadi nya sbagai trek yang berat saat kita ndaki, kini malah sbagai media Prosotan. Sekitar 2,5 jam perjalanan turun kami dari puncak hingga Camp Plawangan. Sebelum menuju Tenda, kami mampir dulu di mata air untuk membersihkan badan, sekalian juga ambil air untuk keperluan kami ngeCamp satu malam lagi, terus ambil wudlu, baru kembali ke tenda. Saat kami kembali ke Tenda, kami bertemu teman kami yang dari Tanggerang. Mereka baru saja sampai camp Plawangan.

Setelah sholat Asyar, kami istirahat dan bersenda gurau di depan tenda. Serasa masih belum percaya, kalo kita baru menginjakkan kaki di Puncak Rinjani. Sembari masak air dan sayuran, kami nikmati keindahan Danau Segara Anak saat senja. Indah....., yaaa.... indah sekali....

Senja mulai gelap tanda malam tlah bersambut. Stelah makan dan Sholat dan sejenak bersenda gurau, aku masuk tenda karena sudah terlalu cape’, dan yang lain masih asyik bercanda di luar tenda. Tak lama setelah ku masuk tenda, aku pun tertidur. Dan setelahnya, malam itu aku tidak tau apa-apa karena pulas nya tidurku, katanya, malam itu seru di luar tenda sampai tengah malem. Dan, karena si Roji kemarin belum sampai Puncak, karena penasarannya, dia berangkat ke puncak malam itu, dan si Victor menemaninya. Mereka berangkat ke puncak juga bareng dengan teman-teman Tanggerang dinihari itu.

Pagi menjelang, dan sebagian dari kami terbangun termasuk aku. Cerahnya Mentari kemerdekaan telah terbit. Saat kami keluar tenda, sudah banyak rekan-rekan pendaki yang ngeCamp di sebelah tenda kami siap-siap tuk Upacara Kemerdekaan 17 Agustus. Dengan gagahnya, mereka mengibarkan bendera Merah Putih di iringi lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Merdekaaa......! *teriak mereka. Banyak dari mereka, pendaki asal Jawa timur...

Pagi menjelang siang, setelah kita sarapan, sembari menunggu Roji dan Victor turun dari Puncak, kami siap-siap packing untuk turun siang itu. Sekitar jam 10.00wita, Roji dan Victor sampai Camp Plawangan. Stelah istirahat dan Packing semua nya, kami bersiap tinggalkan camp Plawangan Sembalun. Tapi kami tak lagi bersama, kami terbagi menjadi 2 rombongan, karena rute turun gunung nya memang berbeda. Sebagian ada yang masih ingin habiskan satu malam lagi di tepian Danau Segara Anak, dan sebagian lagi terburu waktu perjalanan pulang.  Taufik, Jabrix dan Amat, turun lewat jalur Senaru (lombok Utara) mereka berencana NgeCamp semalem lagi didanau Segara Anak, dan Aku, Roji, Victor, Oby dan Neyka turun lewat Jalur Sembalun (Lombok Timur). Kami berpisah jam 12:30wita

Siang itu, kami berlima tinggalkan Camp Plawangan Sembalun. Tak banyak yang bisa ku ceritakan di perjalanan turun ini. Dari Camp Plawangan sampai Pos 3, kami tempuh waktu 2,5 jam turun santai. Sejenak kami istirahat di Pos 3, terus melanjutkan lagi menuju Pos 2. Dari Pos 3 sampai Pos 2, kami tempuh kurang dari 1jam perjalanan. Kami lumayan lama singgah di Pos 2, istirahat cuci muka dan sebagainya. Setelah beres, kami lanjutkan perjalanan turun menuju Pos 1. Melewati savana menjelang senja, terlihat Gunung Rinjani semakin menawan. Tak terasa, dari Pos 2 sampai Pos 1, kami lewati kira-kira setengah jam perjalanan santai. Di Pos 1, kami itirahat lagi sejenak. Dan terus melanjutkan perjalanan turun. Entah karena sudah pada cape’atau apa, langkah kaki ini mulai melambat, hari mulai petang. Kaki terus kami ayunkan dan ujung savana terlewatkan. Ketika magrib, kami baru masuk hutan. Tak lama kami di dalam hutan, hari mulai gelap, hanya berbekal 1 senter, kami terus melangkah. Sungai besar kami lewati kembali, terus padang rumput kami lalui, menyebrangi kembali sungai kecil, kebun pertanian warga dan alhamdulillah sampai juga Desa Sembalun tepat jam 19:00wita.

Karena sudah malam dan kecapean, kami putuskan malam itu menginap lagi di rumah seorang warga. Setelah bersih-bersih, makan dan sholat, kami terus istirahat. Malam itu, bukan Cuma rombongan kami saja yang menginap di rumah itu. Ada satu rombongan lagi, tapi tidak sempat ku tanya darimana daerah mereka. Hari smakin malam, dan kami semua tertidur.

Pagi menjelang, kami terbangun. Setelah mandi, sholat, dan sarapan, kami siap tinggalkan Desa Sembalun. Eeh iya..., gara-gara kurang pemberitahuan dari awal, Nginap nya kami dan kegiatan kami selama di Rumah warga, ternyata tidak Gratis. Saat kami mau pamitan, kami di sodori rincian bla..blaaa...blaaa... sebesar Rp.570.000. sentak kami kaget, ko’ banyak banget....? setelah bernegosiasi agak alot, akhirnya kami hanya membayar fasilitas yang Kami pakai saja sebesar Rp.320.000. sedangkan yang lainnya, kami ga tau.. karena, yang lain turun tidak lewat sembalun lagi.

Setelah semua beres, mobil yang kami tunggu datang juga. Setelah bernegosiasi tarif dan sepakat membayar Rp.20.000/orang, kami siap tinggalkan Sembalun tuk menuju Aikmel. Awalnya mobil yang kami tumpangi hanya berisi 5 orang saja (rombongan kami), tapi.. setelah lumayan jauh, mobil terisi penuh dengan Drum-drum Bensin dan Penumpang lain. Sempat ada kejadian mendebarkan, saat Mobil yang kami naiki tidak kuat di tanjakan. Mesin mobil mati, sempet terkejut, tapi untung tidak terjadi apa-apa. Dan syukurlah, setelah 2 jam perjalanan, kami sampai juga di Aikmel.

Setelah sampai Aikmel, tujuan kami sudah berbeda. Roji, Victor, Oby dan Neyka harus ke Bandara Internasional Lombok (BIL), sedangkan aku menuju Terminal Bertais (Mataram). Dan di Aikmel juga, kami berpisah.  Semoga Petualangan kita tak berakhir hanya sampai hari itu. Pertemuan singkat itu lebih berarti dan menyimpan kerinduan yang teramat mendalam, membekas dalam lubuk hati. Terimakasih Kawan....

Kini..., Aku pulang sendirian. Dari Aikmel aku menuju terminal Bertais menggunakan Minibus dengan tarif Rp.20.000, perjalanan sekitar 1 jam. Sampai Terminal Bertais, aku berjalan sedikit ke Pasar Mandalika tuk mencari angkot tujuan Pelabuhan Lembar. Tapi... karena banyaknya Calo, dan aku hanya sendirian, aku pilih mengOjek saja. Dengan tarif paksa Rp.20.000 dari Mandalika menuju Pelabuhan Lembar. Setengah jam perjalanan yang mendebarkan. Mengebut diatas motor tanpa menggunakan helm, akhirnya sampai juga di pintu gerbang pelabuhan. Baru turun dari Motor, aku langsung di kerubutin Calo dengan tampang-tampang sangar, besar dan bertato. Awalnya aku cuek, tapi mereka memaksa ku untuk membeli Tiket yang sudah kedaluarsa. Tiket perjalanan tanggal 15 Agustus, sedangkan hari itu ialah tanggal 18 agustus. Daripada terjadi apa-apa padaku, aku turuti kemauan Calo itu. Tiket kedaluarsa yang harus ku bayar Rp.50.000. padahal, tiket yang asli aja hanya Rp.40.000

Meski tiket kedaluarsa, aku bisa masuk dermaga karena Calo itu. Sesampai nya di dermaga, beruntung bagiku. Ku lihat ada Bus Pariwisata berPlat ‘AB’, yang sejatinya adalah Nopol wilayah Yogyakarta. Awalnya ku tanya pada kondektur Bus nya, berapa tarif jika ‘nebeng’ sampai Banyuwangi ?, si kondektur minta 170.000. tapi setelah ku nega, nego dan negro, tarif yang kami sepakati tuk sampai Banyuwangi adalah Rp.60.000. dan aku naik Bus itu dan masuk kapal Roro. Di kapal Roro, semua penumpang keluar Bus.

Perjalanan penyebrangan. Yaaah.... mungkin karena sudah terlalu cape’, ku tidak begitu menikmati perjalanan di atas kapal ini. Aku sempet tertidur di Kursi Penumpang, dan terbangun ketika senja. Pelabuhan padangbai sudah di depan mata. Tetapi, kapal tak mau bersandar ke dermaga, alasannya Ombak nya terlalu besar. Kapal hanya berputar-putar di tengah lautan, hampir satu jam kami di ombang-ambingkan di tengah lautan. Sekitar jam 19:00wita, kapal baru berani bersandar di dermaga, dan aku masuk kembali ke Bus.

Dari Pelabuhan Padangbai, Bus terus melaju ke arah Pelabuhan Gilimanuk. Melewati pusat kota-kota di pulau Bali. Sekitar jam 22:00wita, bus menepi di sebuah Restoran di daerah Jimbaran Bali. Semua Penumpang tak terkecuali aku dapat satu paket makan malem gratis di restoran tersebut. saat kami istirahat, aku meNego lagi tarif 'nebeng' sampai Jogja pada si Supir Bus nya, al-hasil, aku harus nambah Rp.80.000 lagi tuk sampai Jogja, dan aku menyetujuinya karena termasuk murah banget untuk sekelas Bus AC Pariwisata. Setengah jam kemudian, bus melanjutkan perjalanan kembali. Sekitar jam 01:00wita, Bus sampai Pelabuhan Gilimanuk dan bersiap menyebrang ke Pulau Jawa. Satu jam penyebrangan, dan akhirnya sampai juga di Banyuwangi jam 01:00wib (tanggal 19 agustus). Setelah menyandar di Pelabuhan Ketapang, Bus langsung melanjutkan perjalanan. Tak banyak cerita saat perjalanan dari Banyuwangi sampai Jogjakarta. Bus sampai terminal Giwangan Yogyakarta sekitar jam 15:00wib.

Alhamdulillah sampai Jogja lagi. Tapi... karena Motor ku terparkir di Stasiun Lempuyangan, mau ga mau, aku harus menuju Stasiun Lempuyangan. Setelah istirahat sejenak di area terminal, aku pilih untuk menuju stasiun Lempuyangan menggunakan Bus TransJogja, tapi.. ketika Bus datang ke Halte dan aku lagi kurang Fokus, aku terlambat naik. Dan bodohnya lagi, aku malah naik TransJogja yang beda jurusan. Al-kisah, aku tambah puyeng di bawa muter-muter jogja satu jam lama nya, dan tak jua sampai stasiun Lempuyangan. Huuuft...., akhirnya aku turun di salahsatu halte, terus naik Becak tuk menuju Stasiun Lempuyangan. Alhamdulillah, sampai juga Stasiun Lempuyangan sekitar jam 18:00wib. dari Stasiun lempuyangan, aku langsung pancal gasspol, dan 3 jam kemudian, alhamdulillah.. aku sampai juga di Rumahku kembali. Ds,Candiwulan/Kebumen..

Kuselami dalam impian akan keunikan alam indah pegunungan rinjani
Kutempuh dalam petualangan panjang.., hati terbuai sepertinya jiwaku terhempas dalam keindahan gunung rinjani..

Kubanggakan sebagai kreasi Tuhan, Maha Pancipta sekalian alam, di sanalah aku terpesona dengan panorama indah menggugah hati nan terkesima sampai aku berucap "subhanallah" atas PerkasaNya.































Salam Lestari dari kami : http://koepoe-biroe.blogspot.com/
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Menggapai Puncak Gunung Rinjani Rating: 5 Reviewed By: Awaluddin Ahmad