Menarik adalah untuk sekian kalinya,
Nusa Tenggara Timur menjadi tempat tujuan lokasi pengambilan
gambar tayangan adventure yang lagi
marak di berbagai stasiun televisi nasional saat ini. Tak terhitung berapa
banyak kekayaan kebudayaan NTT yang telah di ekspose seperti dalam rubrik Si Bolang, Jejak Petualang dan Ethnic Runaway atau tayangan sejenis lainnya. Ini menunjukkan bahwa NTT
tersimpan begitu banyak potensi pariwisata budaya dan tradisi yang tak habisnya
dieksplorasi. Tentu sebuah prestasi bagi dunia swasta yang ikut
membantu pemerintah daerah untuk meningkatkan aspek pariwisatanya.
Kali ini saya ingin mengulas rubrik Ethnic Runaway, Episode: Fatukopa, yang
merupakan sebuah kecamatan
di Timor Tengah Selatan - NTT,
yang kebetulan semalam saya tonton di Trans Tv, 04 Maret 2013, pukul 19.00
Wita, yang pengambilan gambarnya telah dilakukan pertengahan Februari lalu. Ethnic Runaway episode ini menghadirkan tiga artis srikandi
dari Jakarta yaitu Poppy
Sovia, Dinda Kanya Dewi dan Nadia Vega.
Kebiasaan menghadirkan artis ibu kota adalah untuk mempertemukan unsur
kehidupan modern dan glamour para artis dengan keluguan dan kesederhanaan kehidupan
masyarakat tradisional
di daerah pedalaman nusantara yang jauh dari kesan modernisme. Mereka akan menghadapi bagaimana
kesehajaan hidup bersama masyarakat terpencil di Pulau Timor.
Mereka bertiga mengikuti segala
aktivitas keseharian yang dilakukan masyarakat
desa dengan
mengenal berbagai kebudayaan dan tardisi lokal Suku Dawan, yang jarang ditemukan di tempat lain.
Semuanya terbagi dalam beberapa scane yang dimulai dari penyambutan dengan
tarian adat di lokasi, belajar mengunyah
sirih pinang,
mengenakan pakaian adat tradisional, pemberian nama-nama adat yaitu Hafo untuk Poppy Sovia, Seo untuk Dinda Kanya Dewi dan Nope
untuk Nadia Vega. Selanjutnya
bermain dengan anak-anak Suku
Dawan yang begitu sederhana, seperti permainan kelereng dengan menggunakan biji pohon
gewang (gebang) dan congklak dengan biji asam. Kemudian dilanjutkan dengan mengambil, mengolah, memasak putak (semacam sagu) dan
menikmati secara bersama. Di malam harinya mengupas jagung bersama, dan karena malam
larut merekapun
beranjak tidur.
Paginya mereka harus mendaki
gunung untuk mengikuti ritual panen masyarakat tradisional dengan mengorbankan seekor
babi, dilanjutkan dengan belajar menenun dan membuat tikar dari daun gewang,
lalu pada malamnya lagi berburu burung. Setelah itu diakhiri
dengan Tarian Bonet, tarian yang saling bergandengan tangan membentuk
lingkaran sebagai lambang persaudaraan dan kebersamaan. Selama di
lokasi mereka banyak
mempelajari berbagai hal seperti alat-alat tradisonal
dengan nama lokalnya, adat istiadat berupa tradisi ritual turun temurun, bahasa
suku dawan dan
kebiasaan berburu burung malam hari.
Ketiga artis ini menunjukan sikap
yang berbeda seperti hafo yang terkesan cuek, juga tidak tegaan, Seo perempuan
yang kuat namun juga menampilkan sisi kocak dan genitnya sedangkan Nope lebih
manja dengan kipasnya dan cenderung agak lebay. Beberapa hal mengundang tawa, seperti
bagaimana si Seo di ganjar hukuman mengambil air karena menyembunyikan kipasnya si Nope, sehingga harus pergi ke
sungai yang
jaraknya dua kilometer dari permukiman, Seo bersemangat menjalaninya walau dengan berjalan tergopoh-gopoh memikul
bambu yang berisi air, atau
juga saat Seo menggoda perjaka Suku Dawan saat belajar membuat tikar. Demikian juga Hafo ketika
memperhatikan dengan seksama
rumah adat Suku Dawan yaitu ume
bubu (rumah bulat) yang olehnya
dikatakan menyerupai potongan rambut personel band The Cangcutters.
Kearifan lokal juga terlihat dalam
episode kali ini dalam bentuk local
genius yaitu bagaimana mendapatkan air yang bersih dari air sungai yang
begitu keruh. Caranya
dengan membuat sebuah ceruk di tepian
sungai, sehingga dapat diperoleh air yang sedikit lebih jernih dibandingkan
air sungai yang mengalir,
karena terdapat semacam
penyaring alami antara lubang ceruk dengan aliran sungai dan membuat air terkumpul
tenang, tidak
mengalir bersama aliran sungai.
Seo yang ditugaskan mengambil air sempat mempertanyakan jargon “sekarang sumber air sudah dekat” yang pernah
dipopulerkan secara
nasional oleh masyarakat Timor Tengah
Selatan sekitar tahun 2008 lalu, atas sponsor
salah salah satu produk minuman mineral. Hal yang ironi diketemukan oleh Seo, karena ia harus berjalan
sejauh dua
kilometer untuk menemukan sumber air.