Pencemaran terus merusak lingkungan, mengancam kesehatan, ekonomi dan kualitas hidup masyarakat. Polusi ini terjadi di hampir semua wilayah, di darat, di laut maupun di udara. Keterlibatan masyarakat penting guna mengontrol polusi lingkungan secara lebih efektif. Faktor utama yang bisa mendorong partisipasi masyarakat adalah akses atas informasi lingkungan.
Prinsip-prinsip ini tertuang dalam Deklarasi Jakarta yang digolkan baru-baru ini oleh koalisi pemerintah, organisasi internasional, organisasi masyarakat sipil serta akademisi dari China, Indonesia, Jepang, Mongolia, Filipina dan Thailand.
Mereka berkumpul di Jakarta dari tanggal 29 April hingga 1 Mei 2013 lalu dalam program Strengthening the Right to Information for People and the Environment (STRIPE) yang diselenggarakan oleh World Resource Institute (WRI) dan Pusat Kajian Hukum Lingkungan (Indonesian Center for Environmental Law).
Setelah Deklarasi Jakarta terbentuk, peserta kembali ke negara masing-masing membawa sejumlah temuan dan rekomendasi untuk pemerintah, Mereka meminta komitmen pemerintah untuk meningkatkan transparansi informasi lingkungan.
Salah satu rekomendasi yang mengemuka adalah belum maksimalnya pemanfaatan undang-undang kebebasan informasi yang ada di semua negara yang mengikuti program ini.
Menurut WRI, di Jepang, lembaga swadaya masyarakat masih perlu meningkatkan kapasitas agar bisa menggunakan undang-undang kebebasan informasi ini untuk membuka akses informasi lingkungan.
Di Indonesia, lembaga pemerintah disarankan untuk menyediakan data kondisi udara dan air – termasuk analisis lingkungannya – dalam situs mereka. Data ini harus mudah dibaca dan dipahami oleh masyarakat.
Mongolia perlu menciptakan program yang mendorong partisipasi masyarakat guna mengawasi sektor pertambangan dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kebebasan informasi untuk meningkatkan kualitas lingkungan.
Di Thailand, pemerintah perlu mereformasi hukum yang mengatur kebebasan informasi dan meningkatkan kapasitas aparat pemerintah guna menjamin akses atas informasi lingkungan. Sementara di Filipina pemerintah bisa menciptakan aturan yang meminta setiap perusahaan mengeluarkan laporan emisi mereka secara berkala.
Informasi lingkungan menurut tim koalisi harus disampaikan dalam bentuk yang mudah dipahami. Informasi teknis yang rumit harus dihindari. Informasi ini juga harus tersedia dalam berbagai format mulai dari Internet, televisi, radio, surat kabar hingga informasi melalui telepon seluler. Informasi yang cepat, akurat, mudah dan murah akan membantu masyarakat memahami dampak dari data tersebut terhadap lingkungan dan kualitas hidup mereka.
Saat ini masyarakat masih sulit untuk memeroleh informasi lingkungan dari perusahaan termasuk data polusi dan emisi mereka. Padahal perusahaan wajib menyediakan informasi polusi dan emisi ini kepada pemerintah untuk memermudah pengawasan. Sementara informasi yang berdampak langsung terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat harus segera dirilis ke publik.
Sumber: hijauku.com
Prinsip-prinsip ini tertuang dalam Deklarasi Jakarta yang digolkan baru-baru ini oleh koalisi pemerintah, organisasi internasional, organisasi masyarakat sipil serta akademisi dari China, Indonesia, Jepang, Mongolia, Filipina dan Thailand.
Mereka berkumpul di Jakarta dari tanggal 29 April hingga 1 Mei 2013 lalu dalam program Strengthening the Right to Information for People and the Environment (STRIPE) yang diselenggarakan oleh World Resource Institute (WRI) dan Pusat Kajian Hukum Lingkungan (Indonesian Center for Environmental Law).
Setelah Deklarasi Jakarta terbentuk, peserta kembali ke negara masing-masing membawa sejumlah temuan dan rekomendasi untuk pemerintah, Mereka meminta komitmen pemerintah untuk meningkatkan transparansi informasi lingkungan.
Salah satu rekomendasi yang mengemuka adalah belum maksimalnya pemanfaatan undang-undang kebebasan informasi yang ada di semua negara yang mengikuti program ini.
Menurut WRI, di Jepang, lembaga swadaya masyarakat masih perlu meningkatkan kapasitas agar bisa menggunakan undang-undang kebebasan informasi ini untuk membuka akses informasi lingkungan.
Di Indonesia, lembaga pemerintah disarankan untuk menyediakan data kondisi udara dan air – termasuk analisis lingkungannya – dalam situs mereka. Data ini harus mudah dibaca dan dipahami oleh masyarakat.
Mongolia perlu menciptakan program yang mendorong partisipasi masyarakat guna mengawasi sektor pertambangan dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kebebasan informasi untuk meningkatkan kualitas lingkungan.
Di Thailand, pemerintah perlu mereformasi hukum yang mengatur kebebasan informasi dan meningkatkan kapasitas aparat pemerintah guna menjamin akses atas informasi lingkungan. Sementara di Filipina pemerintah bisa menciptakan aturan yang meminta setiap perusahaan mengeluarkan laporan emisi mereka secara berkala.
Informasi lingkungan menurut tim koalisi harus disampaikan dalam bentuk yang mudah dipahami. Informasi teknis yang rumit harus dihindari. Informasi ini juga harus tersedia dalam berbagai format mulai dari Internet, televisi, radio, surat kabar hingga informasi melalui telepon seluler. Informasi yang cepat, akurat, mudah dan murah akan membantu masyarakat memahami dampak dari data tersebut terhadap lingkungan dan kualitas hidup mereka.
Saat ini masyarakat masih sulit untuk memeroleh informasi lingkungan dari perusahaan termasuk data polusi dan emisi mereka. Padahal perusahaan wajib menyediakan informasi polusi dan emisi ini kepada pemerintah untuk memermudah pengawasan. Sementara informasi yang berdampak langsung terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat harus segera dirilis ke publik.
Sumber: hijauku.com