Berdasarkan data pada rentang tahun 1982-1990, Kepala Taman Nasional
Kerinci Seblat (TNKS) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV Solok
Selatan, Sumatera Barat, M Zainudin mengatakan bahwa kerusakan hutan di
Indonesia sebanyak 0,9 juta hektare, sedangkan pada tahun 1990-1997
tersebut meningkat jadi 1,8 juta hektare.
Sedangkan pada zaman reformasi dari 1997-2000 mencapai 2,83 juta hektare dan tahun 2000-2005 turun menjadi 1,08 juta hektare. "Pada zaman reformasi dari 1997 hingga 2000 merupakan puncak kerusakan hutan di Indonesia yang mencapai 2,83 juta hektare," katanya.
laju deforestasi atau kerusakan mencapai 1,08 juta hektare, tidak dapat diimbangi dengan laju rehabilitasi yang signifikan. Ia menyebutkan, kemampuan pemerintah untuk rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) hanya 500.000 - 700.000 hektare per tahun.
Berdasarkan data tahun 2006 menunjukkan luas lahan kritis di Indonesia mencapai 30,196 juta hektare. Dan jika ada kawasan hutan yang masih terjaga itu hanya berada di kawasan konservasi.
Karena hutan di kawasan konservasi TNKS masih terjaga, maka dijadikan warisan Asean atau Asean Heritage Park (AHP) dan dunia atau World Heritage Site (WHS).
Alasan TNKS dijadikan warisan dunia karena bentuk-bentuk alam (fisk dan biologi) mempunyai nilai yang menonjol secara universal (estetis atau ilmu pengetahuan).
Selain itu jelasnya, juga formasi geologis dan fisiografi telah mempunyai batas yang jelas, habitat dari satwa dan tumbuhan yang terancam dengan nilai menonjol secara universal (ilmu pengetahuan atau konservasi).
TNKS kata dia, diakui sebagai milik dunia dan kelestariannya juga dimonitor oleh masyarakat dunia. "Untuk itu pemerintah maupun Pemkab di daerah harus melindungi, mengamankan dan melestarikan TNKS," katanya.
Sedangkan pada zaman reformasi dari 1997-2000 mencapai 2,83 juta hektare dan tahun 2000-2005 turun menjadi 1,08 juta hektare. "Pada zaman reformasi dari 1997 hingga 2000 merupakan puncak kerusakan hutan di Indonesia yang mencapai 2,83 juta hektare," katanya.
laju deforestasi atau kerusakan mencapai 1,08 juta hektare, tidak dapat diimbangi dengan laju rehabilitasi yang signifikan. Ia menyebutkan, kemampuan pemerintah untuk rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) hanya 500.000 - 700.000 hektare per tahun.
Berdasarkan data tahun 2006 menunjukkan luas lahan kritis di Indonesia mencapai 30,196 juta hektare. Dan jika ada kawasan hutan yang masih terjaga itu hanya berada di kawasan konservasi.
Karena hutan di kawasan konservasi TNKS masih terjaga, maka dijadikan warisan Asean atau Asean Heritage Park (AHP) dan dunia atau World Heritage Site (WHS).
Alasan TNKS dijadikan warisan dunia karena bentuk-bentuk alam (fisk dan biologi) mempunyai nilai yang menonjol secara universal (estetis atau ilmu pengetahuan).
Selain itu jelasnya, juga formasi geologis dan fisiografi telah mempunyai batas yang jelas, habitat dari satwa dan tumbuhan yang terancam dengan nilai menonjol secara universal (ilmu pengetahuan atau konservasi).
TNKS kata dia, diakui sebagai milik dunia dan kelestariannya juga dimonitor oleh masyarakat dunia. "Untuk itu pemerintah maupun Pemkab di daerah harus melindungi, mengamankan dan melestarikan TNKS," katanya.