Batang, Jawa Tengah, 6 Mei 2014. Ratusan warga Batang yang tergabung dalam Paguyuban UKPWR (Ujungnegoro, Karanggeneng Ponowareng, dan Roban) kembali menyuarakan penolakan mereka terhadap rencana pembangunan megaproyek PLTU Batubara di desa mereka. Ratusan orang perwakilan Paguyuban UKPWR melakukan unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Negeri Batang. Unjuk rasa kali ini merupakan bentuk dukungan terhadap dua orang warga mereka yang dikriminalisasi karena penolakan mereka terhadap rencana pembangunan PLTU Batubara Batang.
Kedua orang warga UKPWR yang dikriminalisasi tersebut bernama Cayadi Bin Rabu dan Carman Bin Tuyah. Kasus yang dituduhkan pada Cayadi dan Carman ini terjadi pada tanggal 4 April 2012, mereka dituduh melakukan penganiayaan terhadap warga yang pro terhadap rencana pembangunan PLTU Batang. Cayadi dan Carman sendiri tidak pernah melakukan penganiayaan seperti yang dituduhkan. Ketika kasus ini disidangkan di tingkat pengadilan tinggi dan pengadilan negeri, Cayadi dan Carman diputus tidak bersalah oleh hakim, namun di tingkat Kasasi, Mahkamah Agung RI memutuskan mereka bersalah dan divonis tujuh bulan penjara.
Megaproyek PLTU Batubara Batang ini telah tertunda pembangunannya selama dua tahun karena penolakan yang keras dari warga sekitar lokasi rencana pembangunan PLTU. Sampai saat ini, warga UKPWR tetap kukuh menolak megaproyek ini, penolakan mereka ditunjukkan dengan menolak menjual tanah mereka kepada PT. Bhimasena Power Indonesia sebagai konsorsium yang memenangkan tender proyek ini. Konsorsium ini terdiri dari 3 perusahaan, yaitu J-Power, Itochu, dan Adaro Power.
“Kami tetap menolak rencana pembangunan PLTU Batang di desa kami sampai kapanpun, kami tidak ingin mengalami nasib buruk yang serupa dengan warga yang tinggal di sekitar PLTU lain, seperti warga disekitar PLTU Cirebon, Cilacap dan Jepara,” kata Roidi, tokoh paguyuban UKPWR. “Pemerintah seharusnya mau mendengarkan suara kami, bukannya malah membungkam perjuangan kami dengan melakukan kriminalisasi terhadap warga UKPWR,” tambahnya.
PLTU Batang, jika berdiri, diklaim sebagai PLTU batubara yang terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 2000 megawatt. PLTU batubara ini merupakan proyek kerjasama pemerintah swasta yang pendanaannya dari investasi jepang melalui JBIC dan Sumitomo.
“Pemerintah Indonesia seharusnya membatalkan rencana pembangunan PLTU batubara di Batang. Jika tetap dibangun, proyek ini bukan hanya akan merampas mata pencaharian ribuan petani dan nelayan di sekitar lokasi proyek, tetapi juga akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar dan mengancam komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari Indonesia,” kata Arif Fiyanto, aktivis Greenpeace Indonesia. “Alih-alih meneruskan ketergantungan terhadap bahan bakar kotor batubara, pemerintah seharusnya mengembangkan secara maksimal energi terbarukan yang bersih dan ramah lingkungan,” pungkasnya.
Kontak:
Roidi, Tokoh UKPWR, 081228046640
Arif Fiyanto, Aktivis Greenpeace Indonesia, 0811-180-5373