Kehadiran Freeport Lukai Spritual dan Fisik Rakyat Papua |
Keberadaan PT Freeport Indonesia di Papua menyebabkan luka spiritual. Karena Freeport telah memutuskan tali ikatan manusia dengan alamnya.
Disampaikan pegiat lingkungan dari Sajogyo Intitute Siti Maimunah, puncak Gunung Etzberg yang dianggap sebagai ‘ibu’ oleh orang Papua, akibat penambangan Freeport telah menjadi lubang raksasa sedalam 360 meter.
Bukan hanya itu, sejak awal keberadaan Freeport di Papua telah menorehkan catatan panjang luka fisik bagi rakyat Papua. Mulai dari kekerasan hingga pembunuhan.
Pada awal-awal operasinya, tutur Maimunah, pada 1972 dan 1977 lebih dari seribu orang Amungme meninggal karena kekerasan dan pembunuhan. “Yang terekam dalam publikasi Elsham Papua tahun 2003,” ujar dia, saat diskusi bertema ‘Kasus Freeport dan Penataan Ulang Pengelolaan Sumber Daya Alam’, di Senayan, Jakarta, Jumat (11/12).
Kekerasan yang dilakukan oleh Freeport, ujar dia, tidak terlepas dari bantuan pihak militer karena menerima kucuran dana Freeport.
Sambung dia, Australian Council for Overseas Aid (ACFOA) juga mengeluarkan laporan kasus-kasus pembunuhan dan penghilangan secara paksa oleh militer terhadap puluhan warga asli Papua di sekitar tambang Freeport sepanjang 1994-1995.
“Kehadiran dan kucuran dana Freeport membuat kawasan itu ajang kekerasan yanh melibatkan bisnis militer, dan hukum tak mampu menyentuhnya hingga kini,” ucap Maimunah.
Cendikiawan asal Papua Hidayat Alhamid ikut menimpali penuturan Maimunah. Sumber daya alam yang melimpah di Papua, kata dia, harusnya menjadi berkah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dan bukan malah menjadi kutukan seperti yang saat ini terjadi.
Kekayaan alam Papua juga menyebabkan kemiskinan absolute, menebarkan bencana hingga perpecahan antar petinggi negara sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini.
Menurut Hidayat, situasi ini mirip kasus ‘blood diamond’ yang terjadi di Sierra Leone. “Dimana eksploitasi intan yang dilakukan rakyat, bukannya menyejahterakan malah digunakan petinggi negara untuk memperoleh kekayaan dan kekuasaanm” ucap dia.
Pada titik ini, Maimunah dan Hidayat sepakat agar negara segera melakukan tata ulang pengelolaan sumber daya alam. Sehingga negara bisa menjawab persoalan ketidakadilan agraria yang selama ini terjadi dari waktu ke waktu di sekujur Nusantara.
Sumber: aktual.com