Air Terjun - EKSOTISME Pulau Lombok di Provinsi Nusa Tenggara Barat bukan sekadar sketsa gugusan pantai berpasir putih dengan keindahan matahari terbit dan matahari tenggelam.
Pulau ini juga dianugerahi Gunung Rinjani yang kaya ragam pesona geologi, alam, dan budaya. Harmoni tiga elemen yang bertaut menjadi sebuah kidung indah.
Kabut tipis belum sepenuhnya tersibak saat Kompas menyusuri Desa Sembalun Lawang, Lombok Timur, sebuah desa di kaki Gunung Rinjani, Rabu (27/1/2016).
Dari balik kabut, perlahan tampak gugusan bukit berselimut lumut hijau. Burung-burung liar terbang rendah di atas petak-petak sawah berundak.
Itulah sepenggal keindahan alam Desa Sembalun Lawang. Desa yang bisa ditempuh 2-3 jam perjalanan darat dari Kota Mataram ini kian unik karena dikelilingi tebing-tebing batu megah.
Para geolog menilai, dinding batu ini hasil pembekuan materi letusan atau lava yang dimuntahkan Gunung Rinjani ratusan tahun lalu.
Sembalun Lawang dengan ketinggian sekitar 1.156 meter di atas permukaan laut (mdpl), merupakan desa terakhir sebelum titik awal pendakian Gunung Rinjani (3.726 mdpl).
Selain Desa Sembalun Lawang, Desa Senaru di Kecamatan Bayan adalah pintu gerbang lain mencapai puncak Rinjani.
Amir Riis, pelaku wisata di Desa Sembalun Lawang, mengatakan, masyarakat setempat kini mengembangkan wilayah itu menjadi desa wisata. Salah satunya wisata pendakian ringan (light trekking) ke Bukit Pergasingan (1.700 mdpl).
Hanya butuh waktu sekitar tiga jam untuk mencapai puncak bukit ini. Di atas puncak, Anda bisa menikmati panorama menakjubkan Desa Sembalun dengan lanskap (bentang darat) Rinjani sebagai latar belakang.
Keindahan lain tersaji di Bukit Dan-daun. Di bukit ini, anda bisa merasakan sensasi memberi makan dan minum ratusan sapi yang akan datang berkumpul kala mendengar teriakan keras dari manusia.
Kesuburan alam Sembalun juga dimanfaatkan petani untuk menanam aneka sayur dan buah-buahan. Saat musim panen, wisatawan biasanya diajak memetik stroberi dan avokad.
Selain eksotisme alam, warisan budaya juga bisa dinikmati di Sembalun. Salah satunya adalah kompleks Desa Adat Beleq. Menurut Martawi, Ketua Lembaga Adat Sembalum Lawang, dari desa inilah peradaban Sembalun dimulai.
Desa Beleq artinya perkampungan kuno, rumah awal, desa paling tua, atau komunitas pertama. Rumah ini berjumlah tujuh buah dengan tujuh tangga masuk ke dalam.
Tujuh rumah berdinding anyaman bambu dan beratapkan jerami ini melambangkan tujuh keluarga leluhur awal masyarakat Sembalun.
Keindahan alam kawasan yang berada di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) juga tersaji di Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara.
Bagi anda yang belum cukup kuat menaklukkan jalur pendakian Rinjani, bisa menikmati beragam obyek wisata alam dan budaya di sini.
Obyek wisata yang selalu ramai dikunjungi antara lain air terjun Sendang Gile dan Tiu Kelep, 3 kilometer sebelum pintu masuk jalur pendakian.
Di sepanjang anak tangga menuju air terjun Sendang Gile, banyak dijumpai kera ekor panjang yang hidup bebas dan tak pernah mengganggu wisatawan.
Di Desa Bayan, anda juga bisa menemukan Masjid Bayan Beleq, situs masjid kuno yang dibangun pada abad ke-17. Masjid ini berdiri di sebuah bukit kecil dikelilingi beberapa makam yang dikeramatkan.
Renadi, penggerak wisata adat di Desa Bayan, mengatakan, selain masih menjalankan sejumlah ritual adat, warga Desa Bayan juga teguh mempertahankan kelestarian alam di dalam hutan adat.
Menjaga tradisi
Harmoni antara manusia, alam, dan budayanya sungguh terjalin indah di lereng Rinjani. Namun, tidak mudah bagi mereka tetap bertahan menjaga kekayaan budaya di tengah gerusan modernisasi.
Hal itu paling tidak terekam dari cerita para pewaris gamelan Gendang Beleq di Sembalun Lawang.
Alunan gamelan berpadu tetabuhan gendang rancak mengentak dari sebuah ruang pengap yang lebih mirip gudang. Dingin angin malam yang menelusup masuk lewat celah atap kayu tak menyurutkan semangat belasan warga berlatih gendang Beleq, musik tradisional masyarakat lereng Rinjani berumur lebih dari 200 tahun.
Zaenuri (67), sesepuh pemain Gendang Beleq Rantemas, mengatakan, kelompoknya yang terakhir bertahan di Sembalun Lawang.
Awalnya, ada empat kelompok Gendang Beleq. Namun, rontok satu demi satu setelah alat-alat musik mereka dijual untuk memenuhi kebutuhan perut.
Regenerasi pemain gamelan juga kian sulit. ”Saat kecil, mereka berlatih. Namun, beranjak remaja, hampir kebanyakan merantau ke kota untuk melanjutkan sekolah atau bekerja,” ujar Zaenuri.
Walau tergopoh-gopoh, mereka tak menyerah dengan waktu. Ketua Kelompok Gamelan Gendang Beleq, Unam Zakaria (37), sadar, jika bukan mereka, tidak akan ada lagi yang mau menjaga seni tradisi Sembalun itu.
Upaya merawat warisan seperti yang dilakukan Kelompok Gamelan Gendang Beleq sesungguhnya wujud nyata culture diversity atau keragaman budaya, salah satu pilar taman bumi (geopark) yang konsep pengelolaannya kini diterapkan di kawasan Rinjani.
Pilar budaya itu saling bertautan dengan dua pilar lain, yakni geodiversity (keragaman geologi) dan dan biodiversity (keragaman hayati). Tahun ini, Rinjani tengah diusulkan masuk dalam jaringan geopark dunia.
Kendati bertumpu pada fenomena kegeologian, konsep pengelolaan taman bumi lebih menitikberatkan pada pelibatan masyarakat dalam menjaga warisan alam dan budaya.
(Gregorius Magnus Finesso)
Editor : I Made Asdhiana
Sumber : Harian Kompas