Ada Kampung Islam Bugis di Bali |
Kampung Islam Bugis merupakan salah satu desa muslim yang terletak di Pulau Bali yang mayoritas Hindu. Kampung ini terletak di pulau kecil Serangan, tepat disebelah selatan ibukota Bali, Denpasar.
Umat Muslim dan Hindu hidup berdampingan di Kampung Bugis dan meneruskan tradisi ngejot – saling memberi bingkisan makanan dan kue pada hari besar agama seperti Galungan atau Idul Fitri.
Kampung seluas 2,5 hektar dan dihuni sekitar 70 kepala keluarga atau 280 warga muslim ini terletak lebih kurang 15 km dari Denpasar.
Dulu antara Pulau Serangan dengan Pulau Bali terpisah, tapi kini tidak lagi, sebab pada tahun 1995 dibangunlah sebuah dermaga kecil dan jembatan yang menghubungkan kedua pulau tersebut.
Warga kampung yang dikelilingi oleh perkampungan Hindu dengan sejumlah pura ini memiliki mata pencaharian sebagai nelayan karena letaknya yang dekat dengan pesisir pantai. Beberapa peneliti mengatakan kampung ini sudah ada sejak abad ke-17 Masehi.
Permulaan Penuh Keberanian
Diperkirakan orang Bugis mendarat di Pulau Serangan Bali pada abad 17 atau setelah Belanda menguasai Kerajaan Gowa. Rombongan yang dipimpin Syekh Haji Mukmin meninggalkan Gowa karena tidak sepaham dengan peraturan pemerintah Belanda. Apalagi ketika itu Belanda sangat mengendalikan kehidupan maritim setempat.
Mukmin dan 40 awaknya akhirnya menetap di Serangan. Kedatangan mereka didengar oleh Raja Badung yang menguasai Pulau Serangan dan selanjutnya kelompok Syekh Haji Mukmin diundang ke kerajaan untuk ditanyai mengenai tujuan kedatangan mereka ke pulau tersebut.
Di pulau itu, mulailah Mukmin bersama rombongannya membangun perkampungan, setelah Raja Badung memberi 2,5 hektar lahan untuk kelompok tersebut. Sebagai gantinya, Mukmin mendukung raja dalam perjuangannya melawan kerajaan Bali lainnya.
Masyarakat setempat percaya bahwa Masjid Assyuhada dibangun oleh Haji Mukmin dan masjid tersebut dibangun dengan dukungan penuh dari Raja Badung.
Bahan aslinya terbuat dari kayu dan merupakan bangunan yang permanen sekaligus tempat peristirahatan Mukmin yang disebut makam Puak Gede. Kini Masjid Assyuhada menjadi salah satu obyek wisata populer dan tempat suci bagi umat muslim di Bali.
Bukti Cinta Kepada Sejarah
Kecintaan warga kampung Bugis terhadap Islam, sejarah nenek moyang, dan adat istiadat suku Bugis, terlihat dari sebuah Al-Qur’an tua.
Mereka memelihara kitab suci itu dan sangat menjaganya karena konon dibawa oleh Syekh Haji Mukmin. Ayat-ayat suci yang ditulis dalam lembaran kertas masih dapat terbaca dengan jelas.
Kitab tersebut dibungkus dengan kain tebal berwarna hijau agar tidak rusak. Acara kirab kadang dilakukan warga dengan membawa Al-Qur’an tua itu keliling kampung. Mereka berkeliling sambil membaca shalawat nabi.
Konon Syekh Haji Mukmin sebelum meninggal berpesan kalau ada musibah atau bahaya apapun, masyarakat di Serangan harus mengelilingi kampung sambil membawa Al-Qur’an itu.
Tidak seorang pun tahu, termasuk Syekh Haji Mukmin, siapa penulis Al-Qur’an tersebut, karena menggunakan tulisan tangan.
Kitab Al-Qur’an tua, lantunan shalawat nabi, dan makam Syekh Haji Mukmin serta pengikutnya menjadi catatan penting keberadaan suku Bugis di Pulau Serangan. Catatan ini terus dipelihara meski proses perkawinan antar suku banyak terjadi.