Gajah Sumatera terancam punah |
Kawasan Ekosistem Leuser yang berada diantara provinsi Aceh dan Sumatra Utara merupakan salah satu dari lahan ekosistem di Indonesia yang paling kaya dari hutan-hujan tropis manapun di dunia. Bentang lahannya mencakup suatu area kira-kira 2,6 juta hektar, terbentang dari pantai Lautan India hingga ke Selat Malaka, terdiri dari hutan dataran rendah, padang rumput, rawa air tawar, lembah/celah dan beberapa gunung api.
Taman Nasional Gunung Leuser telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir yang mewakili tipe ekosistem hutan pantai, dan hutan hujan tropika dataran rendah sampai pegunungan. Hampir seluruh kawasan ditutupi oleh lebatnya hutan Dipterocarpaceae dengan beberapa sungai dan air terjun.
Bencana alam yang sesungguhnya terjadi di Ekosistem Leuser sejak beberapa tahun terakhir adalah pembukaan lahan perkebunan yang semakin meluas dan sudah tidak terkendali. Salah satunya adalah pembukaan lahan kebun sawit. Pemerintah seperti tidak berdaya dengan munculnya berbagai polemik.
Tekanan terhadap kawasan Ekosistem Leuser yang menjadi sorotan dunia saat ini adalah perambahan, penebangan liar, perburuan satwa liar, dan pembangunan jalan dalam kawasan. Hasil sidang Komite Warisan Dunia ke-39 di Bonn memasukan status Hutan Tropis Sumatera atau Tropical Rainforest Heritage of Sumatera (TRHS) dalam Warisan Dunia dalam Bahaya.
Tingkat ancaman tertinggi adalah perburuan gajah liar Aceh yang populasinya terus menurun setiap tahun. Pembukaan lahan hutan yang menjadi jalur migrasi tahunan gajah-gajah Sumatera sudah terbuka lebar hingga keberadaannya mudah ditemukan pemburu liar atau dibantai warga. Kondisi ini terjadi seiring meningkatnya kerusakan hutan dan alih fungsi lahan hutan di Aceh dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah tidak menyiapkan tata ruang wilayah hutan yang baik sehingga banyak lahan hutan yang semestinya menjadi lahan konservasi diolah sebagai hutan produksi atau perkebunan. Akibatnya, banyak gajah masuk ke perkebunan rakyat atau area hutan produksi. Sepanjang tahun, puluhan gajah liar ditemukan mati tanpa gading, dibantai para pemburu gading dari jaringan sindikat internasional.
Dilansir di tribun Atjeh, sepanjang 2012-2014, diketahui setidaknya 22 ekor gajah ditemukan mati di hutan Aceh. Semua gajah ini mati dalam kondisi mengenaskan. Ada yang ditombak, diracun, terperangkap jebakan maut, hingga dibantai beramai-ramai. Kasus terakhir terjadi pada 11 April 2014. Seekor gajah kembali ditemukan tewas mengenaskan di kawasan hutan Desa Teupin Panah, Kecamatan Kawai IV, Kabupaten Aceh Barat yang terjerat perangkap pemburu gajah liar. Kepalanya putus dipotong dengan gergaji mesin, kedua gadingnya sudah hilang. Sebagian besar juga ditemukan mati akbat diracun disetiap lahan perkebunan sawit karena dianggap mengganggu.
Belum ada satu pun kasus kematian gajah yang terungkap sejak masa presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta aparat untuk mengusut sebuah kasus pembunuhan gajah pada tahun 2013. Saat itu, polisi menetapkan 14 orang sebagai tersangka.
Lansiran di serambi.com, Lembaga International Union for Conservation of Nature memasukkan gajah Sumatera (Elephant Maxiumus Sumatranus) ke dalam daftar binatang yang hampir punah karena penyusutan populasinya sangat drastis. Pada 1985, gajah Sumatera masih berjumlah 5.000 ekor. Kini, jumlahnya tinggal 2.000-an ekor. Hasil riset memastikan jumlah populasinya sudah berkurang 50% dan diperkirakan 10 sampai 15 tahun ke depan gajah akan punah di hutan Sumatera ini.
WWF Indonesia memetakan setidaknya ada tujuh wilayah yang dikategorikan sebagai “kantong gajah” di Aceh, yaitu: Bireuen, Bener Meriah, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Tenggara, Pidie, dan Aceh Timur. Untuk wilayah hutan Sumatera, Aceh merupakan benteng terakhir dari keberadaan populasi gajah hutan Sumatera, setelah Lampung dan Riau. Gajah di tingkat lokal kedua provinsi itu sudah punah. Sampai saat ini, perburuan dan pembantaian gajah Sumatera di kawasan Leuser masih tetap berlangsung dan sangat membutuhkan perhatian serius dari pemerintah.