Salah satu pemandangan di TN. Leuser Aceh Utara |
Kerusakan Alam - Aceh Utara belakangan ini telah menjadi langganan banjir dan tanah longsor. Disaat pemerintah bekerja menangani penyebabnya dan mencegah banjir terulang kembali, ironis ketika kawasan Ekosistem Leuser (KEL) ternyata sudah jauh terabaikan. Kerusakan lingkungan yang terjadi beberapa tahun di kawasan ini jelas menjadi ancaman yang serius.
Taman Nasional Gunung Leuser yang biasa disingkat TNGL adalah salah satu kawasan pelestarian alam di Indonesia seluas 1.094.692 hektar terletak di dua Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Kawasan Taman nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis. Koleksi faunanya terbanyak di kawasan Asia. Ekosistem ini merupakan rumah bagi 105 spesies mamalia, 382 spesies burung, 95 spesies reptil dan amfibi (54% dari fauna terestrial Sumatera). Hutan ini dianggap sebagai tempat terakhir di Asia Tenggara yang masih layak untuk mempertahankan populasi spesies khususnya berbagai spesies langka Sumatera seperti gajah, badak dan harimau.
Sampai saat ini, kerusakan hutan di Aceh diperkirakan berkisar antara 20.000 sampai 40.000 hektar per tahun dan belum tertangani maksimal. Dalam perencanaan tata ruang wilayah Aceh, Eksositem Leuser yang menjadi standar konservasi alam di kawasan ini malah tidak menjadi perioritas pemerintah setempat, sementara kondisinya semakin memprihatinkan dan terancam pembalakan secara kontiniu.
Bahaya dan ancaman ini dimulai ketika Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh 2013–2033 telah disahkan oleh pemerintah Aceh, tanpa memasukkan KEL ke dalam Kawasan Strategis Nasional. Hal ini jelas mengabaikan UU RI No.26/2007 Tentang Penataan Ruang serta UU RI No.11/2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Pada 2014, Kementerian Dalam Negeri telah menyampaikan perubahan dan penyempurnaan terhadap RTRW Aceh, yang meminta Gubernur Aceh untuk memasukkan KEL ke dalam Kawasan Strategis Nasional. Namun, pemerintah Aceh tidak pernah mengimplementasikan perubahan dan penyempurnaan tersebut.
Kawasan Ekosistem Leuser adalah penyangga kehidupan masyarakat Aceh. Jutaan jiwa bergantung pada hutan-hutan di kawasan ini untuk air bersih, pertanian, perikanan dan industri lainnya. Di kawasan ini menjadi satu-satunya tempat layak di planet bumi dimana satwa langka seperti gajah, badak, orangutan, dan harimau Sumatra berada dalam satu habitat.
Kenyataannya, saat ini malah mulai dibanguni jalan yang menembus kawasan hutan. Pertambangan bermunculan di atas gunung. Izin usaha perkebunan seluas ribuan hektar diterbitkan begitu saja setiap waktu. Potensi korupsi menyeruak.
Hutan tempat masyarakat adat Aceh hidup selama turun temurun ini terancam musnah. Sungai-sungai mulai nampak mengering. Saat air datang di musim hujan, alirannya menjadi banjir dan menimbulkan longsor. Kondisi ini sudah berjalan selama bertahun-tahun tanpa penanganan khusus.
Masyarakat setempat sudah berjuang selama ini, melibatkan banyak warga dan LSM di Aceh, namun Gubernur dan DPR di Aceh sudah terkesan tidak mau menggubris.
Dalam petisi Change.org, masyarakat setempat berharap aspirasinya bisa didengar pemerintah dan mengharapkan tindakan yang sesuai landasan hukumnya. Berbagai lembaga meminta Presiden Jokowi serta jajaran Kementerian Dalam Negeri dapat menjalankan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 650–441 Tahun 2014, untuk bisa membatalkan Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh 2013–2033 yang tidak memasukkan Kawasan Ekosistem Leuser ke dalam Kawasan Strategis Nasional. Pembatalan ini akan menjadi langkah awal yang sangat penting bagi penyusunan RTRW yang memperhatikan kepentingan masyarakat Aceh, Indonesia, dan dunia.
Untuk mendukung gerakan sosial masyarakat dalam tuntutan penanganan kawasan Leuser ini, silahkan kunjungi situsnya dan tandatangani petisinya disini :
https://www.change.org