Tuesday, May 26, 2015

Gunung, Racun Yang Menyembuhkan!

Sobat Mapala
Gunung merupakan suatu magnet tersendiri bagi pecinta alam. Magnet yang selalu membuat rindu untuk bertemu dengannya. Rindu merasakan ketenangan yang diberikan, rindu untuk menikmati keindahannya, dan rindu dicumbu mesra oleh dingin udaranya. Kerinduan - kerinduan itu hanyalah sebagian kecil dari banyak kerinduan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata - kata.

Awal Ku Temukan Jalan 
Masih jelas teringat di benak saya, waktu pertama kali merasakan pendakian gunung. Saat itu, tahun 2012, saya masih semester lima di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Suatu pagi di kampus, salah satu kakak tingkat mengajak saya untuk mendaki Gunung Merbabu via Wekas. Saya tidak langsung memberi jawaban, iya atau tidak.

Jujur saat itu, saya bingung untuk menjawab. Saya belum pernah mendaki gunung sama sekali, tidak tahu medan di gunung, apa yang harus dibawa dan dipersiapakan. Saya minta waktu kepada kakak tingkat, untuk saya berpikir terlebih dahulu.

Malam harinya, saya mencari artikel - artikel mengenai pendakian gunung di internet. Kebanyakan dari artikel yang saya baca, mayoritas menyatakan bahwa pendakian gunung merupakan aktivitas yang menyenangkan dan menantang, karena di gunung, para pendaki bisa menikmati pemandangan yang indah yang tidak terdapat selain di gunung.

Adapula yang menyebutkan, bahwa pendakian gunung merupakan aktivitas untuk menguji ego, mental, dan kepribadian kita, karena di gunung, para pendaki dihadapkan dengan keadaan yang serba terbatas. Satu per satu artikel, saya baca dengan cermat dan teliti, saya tidak ingin meluputkan satu poin pun, yang berhubungan dengan apa itu pendakian. Setelah membaca kesekian artikel, akhirnya saya mulai tertarik dengan dunia pendakian. Saya pun membulatkan tekad untuk bergabung dalam pendakian ke Gunung Merbabu.

Masih ada sepekan, sebelum hari ‘H’ pendakian. Waktu sepekan itu saya manfaatkan untuk bertanya kepada kakak tingkat, mengenai apa saja yang harus dibawa dan dipersiapkan dalam pendakian. Jawabannya cukup memuaskan; fisik, pakaian, logistic, dan yang paling penting; niat.

Hari Yang Akan Merubah Hidup
Hari H pun tiba. Kami berjumlah delapan orang, semuanya laki - laki. Sebelum berangkat, kami saling mengecek barang bawaan, barangkali ada yang kurang. Setelah dirasa sudah lengkap, kami pun berangkat menuju basecamp Wekas. Kurang lebih 2½ jam perjalanan dari Yogyakarta.

Sore hari kita sampai di basecamp Wekas. Disambut dengan cuaca kabut dan gerimis. Saya sempat ragu dan putus asa melihat cuaca seperti itu. Tapi kakak tingkat yang menjadi leader rombongan meyakinkan kami, bahwa keadaan seperti itu sudah biasa terjadi, sehingga tidak perlu cemas.

Rombongan menyempatkan diri makan di basecamp terlebih dahulu, sembari mengatur ulang barang bawaan. Terasa sekali rasa kebersamaan dan kerjasama antar anggota rombongan, untuk saling mengingatkan satu dengan lainnya.

Semuanya berkumpul membentuk lingkaran. Leader memberi arahan kepada rombongan dalam melakukan pendakian, diakhiri dengan berdoa memohon keselamatan. Gerimis masih turun mengguyuri tubuh kami, semua anggota rombongan pun menggunakan jas hujan.

Langkah - Langkah Kesabaran
Langkah demi langkah begitu saya nikmati. Pemandangan yang indah tetap saja terlihat, meskipun agak tertutup kabut. Sapa menyapa antar pendaki membuat hangat suasana. Senyum lebar dan ramah di antara mereka, laiknya bertemu keluarga. Keadaan yang jarang saya temukan di kampus dan kota. Selama perjalanan, sesekali rombongan berhenti untuk istirahat, mengatur nafas, minum, atau sekedar mengambil foto.

Setelah berjalan kurang lebih tiga jam, akhirnya rombongan sampai di Pos Pipa Bocor, tempat yang biasa digunakan pendaki untuk mendirikan tenda. Leader membagi tugas, ada yang mendirikan tenda, ada yang menyiapkan peralatan masak, dan ada yang mengambil air.

Tenda pun selesai didirikan, tim bagian masak pun sudah mulai melakukan tugasnya. Dimulai dari memasak air untuk membuat secangkir kopi, dilanjutkan memasak mie instan. Setelah perut seluruh anggota rombongan sudah terisi, tanpa di komando mereka sudah mengambil posisi untuk tidur.

Mencoba Bertahan Dalam Keterbatasan
Tenda yang digunakan adalah tenda pramuka, buka tenda dome. Sehingga hembus angin berhembus kencang memasuki tenda, dinginnya angin malam serasa menembus tulang - tulang kami. Saat itu, saya hanya menggunakan jaket biasa, bukan jaket gunung dan hanya kain sarung yang menutupi kaki, yang tak mampu menahan dingin.

Hidung pun mulai mengeluarkan lendir - lendir, akibat tubuh belum mampu mengatur suhu. Gigi menggigil hebat, kaki dan tangan terasa mati, dan nafas tersengal - sengal akibat kekurangan oksigen. Tapi saya masih bisa bertahan, sambil mencari makanan di dalam tenda untuk mengganjal perut dan juga sebatang rokok untuk menghangatkan pernapasan.

Momen Yang Tak Terlupakan
Sampai dini hari, saya belum bisa untuk beristirahat. Saya mendekatkan diri ke api unggun di samping tenda, untuk menghangatkan tubuh. Saat momen itulah, saya baru sadar dengan pemandangan yang menakjubkan, ribuan bintang serasa disebar oleh para Malaikat malam itu, sangat terang benderang, berkelap kelip bak lampu kota, langit malam itu cerah tak berawan, angin tidak terlalu kencang. Wow! Tak ada satu kata pun yang dapat menggambarkan pemandangan malam itu, benar - benar lukisan karya Tuhan Yang Maha
Indah.

Perjalanan Menuju Puncak
Fajar pagi pun tiba. Leader memberikan pengarahan sebelum perjalanan menuju puncak, dia menyebutkan bahwa di Merbabu ada tiga puncak; puncak Tower, puncak Syarif, dan puncak Kenteng Songo. Kemudian menyerahkan kepada rombongan untuk memutuskan puncak mana yang dipilih. Rombongan sepakat untuk memilih puncak yang terendah, yaitu puncak Tower. Keputusan ini dengan mempertimbangkan kondisi fisik dan juga logistik rombongan.

Singkat cerita, perjalanan ke puncak pun dimulai. Medan yang dihadapi bervariasi dan menantang. Mulai dari tanah, pasir, dan juga bebatuan. Terpeleset, jatuh, dan tangan terluka merupakan suatu hal yang dianggap wajar dalam aktivitas mendaki gunung. Setelah sekitar 1 ½ jam berjalan, akhirnya kami sampai di puncak Tower. Puncak Tower terdiri dari sebuah bangunan yang berbentuk kotak dan sebuah tower pemancar yang tidak berfungsi, itulah kenapa puncak ini dinamakan puncak Tower.

Pelajaran Dan Kebesaran Dari Tuhan
Pemadangan yang menakjubkan tersaji di depan mata. Hamparan pegunungan terlihat berbari sangat rapi, lautan awan putih yang seolah berombak tak kalah menawan, dan luasnya biru langit menjadikan lukisan Tuhan begitu sempurna. Lelah tubuh terasa terbayar, keputus - asaan dibayar dengan kepuasan, dan kekecewaan diganti dengan keindahan tak tergantikan.

Lukisan Tuhan seperti inilah, yang membuat saya merasa lemah dan kecil di hadapan semesta alam. Rasa sombong dan angkuh sirna seketika, mungkin inilah yang dimaksud dengan pengujian ego, mental, dan kepribadian bagi pendaki gunung. Karena dihadapkan dengan sesuatu yang di luar kemampuan dan kekuatan manusia dan dipaksa untuk mengakuinya, mau tak mau, dan terima atau tidak.

Hari semakin terik. Rombongan memutuskan untuk turun ke tempat camping. Setelah berkemas, kita beristirahat sejenak untuk kemudian meneruskan perjalanan ke basecamp. Kurang lebih satu jam perjalanan, saya dan rombongan sampai juga di basecamp. Rasa lelah dan berat membuat kami pun memutuskan untuk rehat, sebelum meneruskan perjalanan ke rumah masing - masing.

Racun Yang menyembuhkan
Setelah pendakian pertama itu, saya ketagihan untuk mendaki gunung. Tak kurang empat gunung yang berbeda, saya daki dalam kurun waktu satu bulan setelahnya; Sumbing, Slamet, Lawu, dan Merapi. Dan setelah hampir tiga tahun mendaki gunung, saya sudah mendaki kembali gunung Merbabu sebanyak tujuh kali tanpa merasa bosan sedikitpun.

Karena bagi saya, mendaki gunung adalah racun yang menyembuhkan dari penyakit - penyakit akibat kehidupan kota yang sudah tidak seimbang. Dengan mendaki gunung lah, saya mendapatkan pengetahuan, pengalaman, dan kawan, yang tidak saya dapatkan di kampus maupun tempat lainnya. Saya menganggap gunung adalah taman bermain yang paling sempurna, karena memberi kesenangan, kebahagian, dan keseimbangan.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Gunung, Racun Yang Menyembuhkan! Rating: 5 Reviewed By: http://awalinfo.blogspot.com/