Kawasan konservasi merupakan kawasan
hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Penetapan kawasan
konservasi merupakan implementasi strategi konservasi ekosistem dan
strategi konservasi in-situ yang diarahkan sebagai fungsi pokok
perlindungan/suaka dan pelestarian alam. Amanat tentang kawasan
konservasi baik Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam
(KPA) dijelaskan dalam UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
dan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang KSA dan KPA. Salah
satu contoh bentuk kawasan konservasi adalah taman nasional.
Taman Nasional (TN) merupakan kawasan
pelestarian alam, yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Adapun
Kawasan Pelestarian Alam didefinisikan sebagai kawasan dengan ciri
khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman
jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL), serta pemanfaatan secara lestari
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Sebagai Kawasan Pelestarian
Alam, Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) berfungsi utama sebagai
sistem penyangga kehidupan dengan fokus pengelolaan untuk
mempertahankan perwakilan ekosistem Leuser yang unik dan memiliki
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi serta habitat penting bagi
keberadaan beberapa spesies lambang/kebanggaan (flagship species).
Namun demikian, TNGL juga merupakan hotspot keterancaman degradasi
keanekaragaman hayati yang tinggi, yang disebabkan oleh illegal
logging, perambahan kawasan, kebakaran, dan aktivitas vandalisme
lainnya.
Secara yuridis formal keberadaan TNGL
untuk pertama kali dituangkan dalam Pengumuman Menteri Pertanian No.
811/Kpts/Um/II/1980 tanggal 6 Maret 1980 tentang peresmian 5 (lima) TN
di Indonesia, yaitu; TN. Gunung Leuser, TN. Ujung Kulon, TN. Gede
Pangrango, TN. Baluran, dan TN. Komodo. Berdasarkan Pengumuman Menteri
Pertanian tersebut, ditunjuk luas TN. Gunung Leuser adalah 792.675 ha.
Pengumuman Menteri Pertanian tersebut ditindaklanjuti dengan Surat
Direktorat Jenderal Kehutanan No. 719/Dj/VII/1/80 tanggal 7 Maret 1980
yang ditujukan kepada Sub Balai KPA Gunung Leuser dengan isi penting
yaitu pemberian status kewenangan pengelolaan TNGL kepada Sub Balai KPA
Gunung Leuser. Sebagai dasar legalitas dalam rangkaian proses
pengukuhan kawasan hutan telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kehutanan
No. 276/Kpts-II/1997 tentang Penunjukan TNGL seluas 1.094.692 hektar
yang terletak di Provinsi Daerah Istimewa Aceh (sekarang Provinsi Aceh)
dan Provinsi Sumatera Utara.
Merujuk pada Undang-Undang No. 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Peraturan
Pemerintah No. 44 Tahun 2004 dan Peraturan Menteri Kehutanan No. 41
Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, maka pengelolaan TNGL harus
didasarkan atas perencanaan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka
pendek dengan mengakomodasikan aspirasi Publik serta pelibatkan para
pihak dan pakar untuk menjaring pendapat berbagai sektor dan disiplin
ilmu untuk pengkayaan materi. Pengelolaan TNGL didesain untuk mampu
memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya secara optimal
dan menjamin legitimasi keberadaannya secara jangka panjang dengan
semangat perubahan demokratis, transparan dan bertanggung-gugat
(accountable), serta tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance).
Historis lahirnya Taman Nasional Gunung
Leuser (TNGL) berawal pada tahun 1920-an atau zaman Pemerintah Kolonial
Belanda, melalui serangkaian proses penelitian dan ekplorasi seorang
ahli geologi Belanda bernama F.C. Van Heurn di Aceh. Dalam
perkembangannya muncul inisiasi positif yang didukung para tokoh
masyarakat untuk mendesak Pemerintah Kolonial Belanda agar memberikan
status kawasan konservasi (wildlife sanctuary) dan status perlindungan
terhadap kawasan yang terbentang dari Singkil (pada hulu Sungai Simpang
Kiri) di bagian selatan, sepanjang Bukit Barisan, ke arah lembah Sungai
Tripa dan Rawa Pantai Meulaboh, di bagian utara. Kronologis sejarah
lahirnya TNGL dan unit pengelolaannya disajikan pada tabel dibawah ini.
Kronologis Sejarah Lahirnya Taman Nasional Gunung Leuser:
Tgl/Thn | Keputusan | Isi Keputusan |
1927 | - | Pemimpin lokal Aceh meminta kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk melindungi kawasan Lembah Alas dari penebangan. |
Agustus 1928 | - | Usulan pertama diajukan oleh Dr.Van Heurn kepada Pemerintah Belanda untuk melindungi kawasan Singkil (hulu Sungai Simpang Kiri) bagian selatan, sepanjang Bukit Barisan, ke arah lembah Sungai Tripa dan Rawa Pantai Meulaboh, di bagian Utara. |
6 Februari 1934 | Deklarasi Tapaktuan | Tekad perwakilan masyarakat lokal untuk melestarikan kawasan Leuser untuk selamanya sekaligus juga mengatur sanksi pidananya (penjara dan denda). Deklarasi ditandatangani oleh Gubernur Hindia Belanda. |
3 Juli 1934 | Zelfbestuurs Belsuit (ZB) No. 317/35 | Pembentukan Suaka Alam Gunung Leuser seluas 142.800 ha. |
8 Agustus 1935 | ZB No.138 | Pembentukan kelompok hutan Langkat Sekundur. Tata batas dilakukan pada 12 Agustus 1936. |
26 Oktober 1936 | ZB No. 122/AGR | Pembentukan Suaka Margasatwa Kluet seluas 20.000 ha. |
30 Oktober 1938 | Keputusan Sultan Langkat | Penetapan Kelompok Hutan Langkat Sekundur, Langkat Selatan, dan Langkat Barat sebagai Suaka Margasatwa Sekundur dengan nama Wilhelmina Katen, dengan total luas 213.985 ha. |
10 Desember 1976 | SK Menteri Pertanian No. 69/Kpts/Um/12/1976 | Penunjukkan SM Kappi seluas 150.000 ha. |
6 Maret 1980 | SK Menteri Pertanian No. 811/Kpts/Um/ II/1980 | Deklarasi TN. Gunung Leuser seluas 792.675 ha. |
7 Maret 1980 | SK Dirjen Kehutanan No. 719/Dj/VII/1/1980 | Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) Gunung Leuser diberi kewenangan mengelola TNGL. |
1981 | TNGL ditetapkan sebagai Cagar Biosfir oleh UNESCO atas usulan Pemerintah Indonesia. | |
3 Maret 1982 | SK Menteri Pertanian No. 166/Kpts/Um/3/ 1982 | Penunjukan Hutan Wisata Lawe Gurah, yang berasal dari sebagian SM Kappi (7.200 ha), dan Hutan Lindung Serbolangit (2.000 ha). |
1982 | SK Menteri Pertanian No. 923/Kpts/UM/12/ 1982 | TNGL di Sumatera Utara seluas 213.985 ha, gabungan dari SM Langkat Selatan, SM Langkat Barat, SM & TW Sekundur. |
1982 | SK Menteri Pertanian No. 924/Kpts/UM/12/ 1982 | TNGL di DI Aceh seluas 586.500 ha, gabungan dari SM Kluet, SM Gunung Leuser, SM Kappi, dan TW Lawe Gurah. |
12 Mei 1984 | SK Menteri Kehutanan No. 096/Kpts-II/1984 | Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Balai TNGL di bawah Ditjen PHPA. |
11 Desember 1984 | SK Dirjen PHPA No. 46/ Kpts/VI-Sek/84 | Penunjukan wilayah kerja TNGL, mencakup SM Gunung Leuser, SM Langkat Barat, SM Langkat Selatan, SM Sekundur, SM Kappi, SM Kluet, TW Lawe Gurah, TW Sekundur, Hutan Lindung Serbolangit dan Hutan Produksi Terbatas Sembabala. |
1984 | Ditetapkan sebagai ASEAN Park Heritage. | |
1997 | SK Menteri Kehutanan No. 276/Kpts-II/1997 | Penunjukan TNGL seluas 1.094.692 ha. |
10 Juni 2002 | SK Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 | Organisasi dan Tata Kerja Taman Nasional, sebagaimana telah diganti dengan Permenhut No. 03 Tahun 2007. |
Juli 2004 | Keputusan Komite Warisan Dunia | Penetapan TNGL, TNKS, dan TNBBS sebagai kelompok Tropical Rainforest Heritage of Sumatra. |
1 Februari 2007 | PerMenHut No. P.03/ Menhut-II/2007 | Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. |
Banyak sobat Mapala yang telah mendaki gunugn Leuser ini, belantaraindonesia, Mahasiswa Umsu, dll
semoga bermanfaat, dan kami nantikan cerita dari sobat semua, to plh Indonesia peace.
salam dari kami http://gunungleuser.or.id