Hutan Bakau yang rencana mau dijual |
KARIMUN (HK)- Puluhan hektar hutan bakau di RT 02 RW 04
Teluk Setimbul, Kelurahan Pasir Panjang, Kecamatan Meral Barat, Kabupaten
Karimun diduga telah dijual oleh sejumlah warga senilai Rp3 miliar. Hutan bakau
tersebut dibeli oleh pengusaha asal Singapura, pemilik sebuah perusahaan
perkapalan di Karimun.
Ketua RW 04 Teluk Setimbul, Ewa Bekuk dijumpai di rumahnya,
Minggu (24/3), mengakui bahwa hutan bakau di Kecamatan Meral Barat, itu dijual
oleh sejumlah warga. Katanya, penjualan hutan bakau yang merupakan tanah milik
negara itu tanpa sepengetahuan dirinya selaku Ketua RW. Menurut Ewa, penjualan
lahan hutan bakau itu dilakukan dalam dua tahap.
"Saya dengar total penjualan tanah itu hingga Rp3
miliar melalui dua tahap," ujarnya.
Dikatakan Ewa, tahap pertama tanah yang dijual seluas 14
hektar. Harga tanah dibandrol Rp10 ribu per meter. Diduga Tanah tersebut dijual oleh Menet, Li Sun dan Jantan
Umar.
"Lalu tahap kedua dijual lagi tanah belasan hektar oleh
Li Sun, Yu Eng Wan dan Jantan Umar, dengan harga per meternya Rp18 ribu,"
tuturnya.
Menurut Ewa, pengukuran tanah di lahan hutan bakau itu
dilakukan oleh salah seorang staf honorer di Kelurahan Pasir Panjang bernama
Halim. Ewa menceritakan, saat dirinya mempertanyakan tanah itu, Halim malah
menjawab dengan pesan singkat yang isinya "Pak RW, kalau pemilik lahan mau
menjual tanah bakau mereka kita sebagai RT, RW Lurah dan Camat tak bisa
menghambat. Orang melewati notaris kita nonton aja. Contoh pembebasan kemarin
tu dah selesai pun," isi pesan singkat Halim yang ditunjukkan Ewa kepada
Haluan Kepri.
Sementara itu, Halim ketika dikonfirmasi Kepri mengakui
kalau dirinya memang melakukan pengukuran tanah tersebut. Namun ia menegaskan
bahwa status dirinya bukanlah selaku staf kelurahan, melainkan atas nama
pribadi saat mengukur tanah tersebut. Halim juga tidak mengetahui berapa luas
tanah yang diperjual belikan itu. Dia hanya mengukur 9.000 meter saja.
"Memang saya yang mengukur tanah itu, tapi atas nama
pribadi bukan atas nama kelurahan. Saya hanya mengukur di sekitar bangunan
walet saja, itupun hanya sekitar 9.000 meter saja. Ketika disuruh mengukur ke
arah hutan bakau saya tak mau karena saya tahu itu tanah negara," kata
Halim tanpa mau menyebutkan siapa orang yang menyuruhnya mengukur tanah
tersebut.
Diketahui Kejari
Karimun
Menurut Ewa, kasus penjualan hutan bakau tersebut sebenarnya
sudah menjadi perhatian pihak Kejaksaan Negeri Tanjungbalai Karimun. Bahkan,
Kasi Intelijen Kejari Tanjungbalai Karimun, Hasbi Kurniawan, lanjutnya,
beberapa waktu lalu juga pernah mendatangi rumahnya untuk mempertanyakan kasus
tanah tersebut.
"Ya, Pak Hasbi pernah datang ke rumah saya
mempertanyakan soal kasus tanah hutan bakau itu. Saya tak tahu darimana dirinya
mengetahui kasus tanah itu, mungkin saja ada warga yang melapor. Saya kasih
tahu ke dia kalau saya sendiri selaku RW di daerah ini tidak pernah mengetahui
soal penjualan tanah itu," ungkapnya.
Saat dirinya kembali mempertanyakan perkembangan kasus tanah
itu kepada Hasbi melalui layanan SMS, Hasbi menjelaskan kepada Ewa. Pesan
singkatnya berbunyi "Selamat siang pak erwan (Ewa), permasalahan tanah
tersebut sudah saya sampaikan ke pak sekda anuar (Anwar Hasyim) dan pak larno
kabag perekonomian, mereka terkejut dan berjanji a...," kata Ewa yang
mengakui isi pesan singkat dari Hasby terputus.
Atas kasus ini, Ewa meminta kepada Kejari Tanjungbalai
Karimun untuk menindaklanjuti kasus tersebut dengan memanggil semua pihak yang
terlibat dalam kasus penjualan hutan bakau itu. Dirinya berharap pihak penegak
hukum bisa memproses semua dengan hukum yang berlaku di negara ini.
"Jika Kejari tak mampu tangani kasus ini, maka saya
siap melaporkan ke Jaksa Agung," ucapnya.
Ketua LMB Karimun, Datuk Panglima Muda Azman Zainal
menyayangkan ada pihak-pihak yang dengan berani menjual hutan bakau yang
merupakan tanah negara. Padahal, kata dia, Bupati Karimun Nurdin Basirun telah
menerbitkan surat nomor 199.a/100-Pem/XI/2012 perihal Tertib Administrasi
Pertanahan tanggal 30 November 2012 kepada Camat se-Kabupaten Karimun.
Dalam surat itu ditegaskan; sehubungan dengan telah
terbitnya UU No 02 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum, dengan ini disampaikan, khusus untuk wilayah tepi pantai
kepada Camat dan Lurah/Kepala Desa dilarang menerbitkan surat keterangan tanah
dalam bentuk apapun.
"Dalam surat bupati itu sudah jelas disebutkan kepada
camat, lurah atau kepala desa untuk tidak menerbitkan surat dalam bentuk
apapun. Saya sangat yakin, kalau pihak kelurahan pasti tahu soal kasus ini dan
menerbitkan surat tertentu, hingga ada staf di kelurahan yang berani mengukur
tanah itu," ujar Azman.
Dirinya juga meminta kepada aparat penegak hukum, agar lebih
transparan dalam menangani proses hukum soal tanah itu. Selain itu, pihaknya
juga merasa heran kenapa ada penegak hukum saat menangani suatu kasus harus
melaporkan dulu kepada pejabat terkait di pemerintah daerah.
"Kan aneh namanya, jaksa melaporkan adanya kasus kepada
sekda dan kabag perekonomian," kata Azman curiga.
sumber Info : http://www.haluankepri.com