Eksplorasi gas memicu pencemaran arsenik dan selenium di sumur-sumur air yang dekat dengan lokasi eksplorasi. Temuan ini terungkap dari laporan penelitian yang dipimpin oleh Kevin Schug, ahli biokimia dari University of Texas Arlington yang dirilis Jum'at (26/7). Tim peneliti menemukan peningkatan potensi pencemaran arsenik dan selenium di 100 sumur air milik warga yang dekat dengan Barnett Shale.
Barnett Shale adalah nama lapisan bebatuan di cekungan Bend Arch-Forth Worth, Texas, Amerika Serikat. Di lokasi ini terkandung gas alam yang sudah terbukti (proven) terbesar di Amerika Serikat dengan volume mencapai 71 km3. Potensi gas alam di wilayah ini diperkirakan mencapai 850 km3.
Penelitian yang dilakukan di Texas Utara ini telah diterbitkan dalam jurnal Environmental Science & Technology, Kamis (25/7). Laporan ini berfokus meneliti pencemaran logam berat seperti arsenik, barium, selenium dan strontium dalam sampel-sampel air yang diteliti.
Walaupun secara alami pencemaran logam berat dalam sumur air ini sering terjadi, namun potensi pencemaran logam berat meningkat seiring gangguan dari proses ekstraksi gas alam.
Menurut tim peneliti, kondisi ini dipicu oleh beberapa faktor yaitu: kegagalan dalam membangun penutup yang melindungi (casing) sumur-sumur gas - seperti yang terjadi di Sidoharjo, Jawa Timur di lokasi pengeboran Lapindo; getaran mekanis dari aktivitas pengeboran gas alam dan pencemaran yang berasal dari aliran air yang dipakai dalam eksplorasi hidrolis gas alam. Satu dari ketiga skenario ini bisa melepaskan polutan berbahaya dalam air tanah.
Tim peneliti mengumpulkan sampel dari sumur-sumur milik pribadi dengan kedalaman yang berbeda-beda di 13 lokasi di dalam dan di sekitar lokasi Barnett Shale, Texas Utara selama musim panas dan musim gugur 2011. Sebanyak 91 sampel berhasil dikumpulkan dari wilayah ekstraksi gas alam aktif atau wilayah yang dekat dengan satu atau lebih sumur gas dalam radius 5 km. Sebanyak 9 sampel lainnya diambil dari dalam dan di luar lokasi Barnett Shale dan lokasi yang bejarak lebih dari 14 km dari lokasi ekstraksi gas alam.
Hasilnya, tim peneliti menemukan kandungan polutan tertinggi di sumur-sumur air yang berlokasi dalam radius 3 kilometer dari sumur gas alam, termasuk menemukan beberapa sampel kandungan arsenik dan selenium di atas batas aman lembaga lingkungan AS, Environmental Protection Agency. Sebanyak 29 sampel yang diambil dari sumur-sumur air di wilayah pengeboran gas alam aktif mengandung polutan arsenik di atas batas aman yang 10 mikrogram per liter, situasi yang menurut peneliti sangat berbahaya.
Kandungan arsenik ditemukan dalam 99 dari 100 sampel yang dikumpulkan, namun konsentrasi arsenik dalam sampel yang berasal dari sumur di lokasi pengeboran gas alam aktif jauh lebih tinggi dibanding sampel di luar lokasi pengeboran aktif. Konsentrasi maksimum pencemaran arsenik yang ditemukan adalah 161 mikrogram per liter, atau 16 kali di atas batas aman EPA. Menurut EPA, masyarakat yang meminum air dengan kandungan arsenik di atas batas akan meningkatkan risiko kerusakan kulit, peredaran darah dan kanker.
Kandungan selenium ditemukan di 10 sampel di lokasi yang dekat dengan sumur-sumur gas, semuanya mengandung polutan tertinggi sepanjang sejarah. Dua sampel melebihi batas aman EPA yang jika terpapar dalam jangka panjang bisa memicu kerontokan rambut dan kuku.
Sementara strontium juga ditemukan di semua sampel dengan konsentrasi tertinggi sepanjang sejarah. Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR) merekomendasikan kandungan strontium per liter dalam air minum tidak lebih dari 4.000 mikrogram. Sebanyak 17 sampel yang melebihi batas aman berasal dari wilayah ekstraksi aktif gas alam dan satu sampel dari wilayah non-aktif. Paparan strontium bisa mengganggu pertumbuhan tulang pada anak-anak.
Tim peneliti berharap laporan ini bisa membuka mata atas dampak ekstraksi gas alam dan kualitas air tanah. Guna menjaga independensi, penelitian ini tidak menerima dana dari pihak luar.
Redaksi Hijauku.com to plh Indonesia