Beralih
ke energi terbarukan bisa mengurangi penggunaan air hingga 97% pada
2050. Syaratnya: tekad yang kuat untuk berinvestasi pada penghematan
energi dan beralih ke energi baru dan terbarukan (EBT).
Hal ini terungkap dalam laporan terbaru berjudul "Water-Smart Power: Strengthening the U.S. Electricity System in a Warming World" yang dirilis Selasa ((16/7).
Lebih
dari 40% kebutuhan air di AS digunakan untuk mendinginkan pembangkit
listrik. Pabrik-pabrik energi ini juga menghabiskan miliaran galon air
setiap hari akibat penguapan.
Permintaan
kebutuhan energi yang terus meningkat menambah tekanan pada sumber daya
air yang makin menipis. Jika AS tetap bertahan pada sistem energi saat
ini, mereka akan menghadapi dua tantangan sekaligus: tidak memeroleh
pasokan energi dan kekurangan air. Dampaknya, saat pasokan air
berkurang, suhu pembangkit listrik akan meningkat, memaksa pembangkit
listrik menurunkan produksi mereka.
Harga
gas alam yang murah dan keberadaan pembangkit listrik tenaga batu bara
yang harus masuk masa pensiun menjadi peluang emas bagi AS untuk
melakukan perubahan signifikan di industri listrik.
Laporan
yang disusun oleh Union of Concerned Scientists-led (UCS) ini
menegaskan, pilihan yang akan diambil oleh industri akan menentukan
penghematan air dan pengurangan emisi yang bisa diraih dalam beberapa
dekade mendatang.
“Sistem
kelistrikan AS masing kurang efektif dalam memenuhi kebutuhan listrik
seiring peningkatan kebutuhan energi, kelangkaan air dan upaya
menanggulangi masalah perubahan iklim,” ujar Erika Spanger-Siegfried,
analis senior di Program Energi dan Iklim UCS. “Saat pembangkit tua
mulai pensiun dan diperbaiki menjadi peluang untuk menyelesaikan konflik
air dan energi ini."
Penelitian
ini menemukan, peralihan ke pembangkit listrik tenaga gas bumi akan
mengurangi penggunaan air dalam beberapa dekade mendatang namun tidak
mengurangi emisi karbon secara signifikan. "Jika kondisi saat ini terus
berlanjut emisi hanya akan berkurang sekitar 5% dan penggunaan air tidak
akan turun secara signifikan hingga 2030,” ujar John Rogers, analis
energi senior di Program Energi dan Iklim UCS.
"Kita
punya peluang besar yang harus dimanfaatkan," ujar Robert Jackson,
ilmuwan dari Duke University. "Dengan meningkatkan efisiensi energi dan
beralih ke EBT, kita bisa memangkas emisi gas rumah kaca dan penggunaan
air. Kita juga bisa memerbaiki kualitas udara dan air, menghemat biaya
dan menyelamatkan nyawa. Kapan lagi kita ada peluang seperti ini?"
tandasnya lagi.
Sebagian
besar penurunan kebutuhan air akan terjadi dalam 20 tahun mendatang.
Peralihan ke EBT juga akan memangkas emisi karbon hingga 90% dari level
yang ada saat ini dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Manfaat
lain, dengan beralih ke EBT, konsumen juga akan menikmati harga energi
yang lebih murah.