Manajemen kulkas harus dipahami, misal memberi sayur mayur jangan terlalu banyak karena usia hanya bertahan dua hari. Foto: Sapariah Saturi |
Memasuki puasa, pedagang makanan, dari gorengan, kolak sampai es campur muncul di berbagai sisi kota. Mereka menyediakan penganan berbuka. Di Pontianak, orang mengenal pasar juadah. Beragam kue tradisional ‘muncul’ selama sebulan meramaikan sesi berbuka puasa.
Di Jakarta, pedagang timun suri, menjadi salah satu pemandangan khusus yang muncul kala Ramadhan. Kini, bulan penuh hikmah ini sudah memasuki minggu ketiga. Minggu inipun umat Muslim, sudah disibukkan aktivitas tambahan, yakni berbelanja buat Hari Raya Idul Fitri. Puasa maupun Lebaran, pun sama-sama memiliki godaan berbelanja atau mengkonsumsi makanan lebih tinggi dari hari biasa.
Rosyid Hakiim , Communication Officer Yayasan Kehati mengatakan, fenomena ini tampak paradoks dengan esensi puasa yang menahan diri, tetapi begitulah fakta yang terjadi. Menurut dia, peningkatan konsumsi makanan ini sejalan dengan banyaknya kegiatan buka bersama. Menu-menu beragam harus disuguhkan pada tamu-tamu yang memenuhi undangan berbuka tersebut. Ini tentu mendorong penyelenggara kegiatan berbelanja lebih.
Konsumsi meningkat juga sering dihubungkan dengan ‘balas dendam’ saat berbuka puasa. Setelah berpuasa selama kurang lebih 12 jam, kita tiba-tiba menjadi kalap saat berbuka. “Segala macam makanan yang terhidang di restoran atau di rumah seolah-olah bisa kita santap semua. Kondisi ini menyebabkan permintaan kepada ‘orang rumah’ memasak beragam jenis makanan meningkat yang akhirnya mendorong untuk menambah porsi belanja.”
Selain itu, sebagai bulan spesial, Ramadhan sering dijadikan momen selebrasi kecil di rumah. Setiap saat berbuka puasa, rasanya puas melihat mata anak-anak berbinar melihat beragam jenis makanan yang terhidang. Menu-menu baru dipelajari pun dicoba untuk menghangatkan suasana berbuka. “Sangat lazim, menu berbuka jarang sama dengan menu makan malam di bulan-bulan lain. Mulai dari menu pembuka, menu utama, hingga menu penutup, lengkap terhidang,” ujar dia.
Dengan kondisi-kondisi, kata Rosyid, sebaiknya perlu ada siasat agar pola konsumsi seimbang dan tidak banyak makanan terbuang. Perlu diingat, makin banyak makanan sisa terbuang justru merugikan dari sisi lingkungan. Mengapa demikian? Menurut Rosyid, setiap bahan makanan memiliki jejak karbon. Makanan yang dibawa dari satu dareah ke daerah lain, memerlukan transportasi, hingga makin sering pengiriman, emisi gas buang pun makin banyak. Pada akhirnya emisi akan memperburuk efek rumah kaca. “Sederhananya, konsumsi meningkat akan memicu mobilisasi makanan, berujung pada emisi gas rumah kaca tinggi.”
Rosyidpun memberikan beberapa tips yang bisa digunakan menghindari hal itu.
1. Membuat perencanaan belanja dan menu hidangan
Dalam perencanaan ini, diperkirakan jumlah orang yang akan mengkonsumsi dan berapa banyak makanan yang bisa dihabiskan jumlah orang itu. Buatlah daftar menu makanan untuk satu minggu ke depan, hingga belanja hanya sesuai kebutuhan. Cara ini, dapat menghindari dari penyakit ‘lapar mata’ saat melihat ragam produk yang ditawarkan.
2. Berstrategi dengan variasi menu hidangan
Perut manusia tent memiliki kapasistas maksimal. Karena itu penting disasati dari sisi jenis-jenis menu yang dihidangkan. Variasi dari menu pembuka, menu utama, dan menu penutup harus ditakar dengan baik.
Variasi menu pembuka yang terlalu banyak, misal, justru akan menambah sisa karena orang masih menantikan menu utama dan penutup. Hal sama terjadi dengan menu utama yang terlalu banyak, bisa-bisa menjadi mubazir karena perut sudah terisi sebagian dengan menu pembuka, dan masih ingin mencicipi menu penutup.
3. Menakar jumlah beras yang dimasak
Saat ini, muncul kebiasaan orang mengurangi memakan nasi, apalagi dalam menu yang dihidangkan suda ada unsur kentang, mie, atau sumber karbohidrat lain. Memasak nasi tanpa perhitungan bisa-bisa justru terbuang karena piring telah penuh dengan sayur dan lauk pauk yang beragam. Cobalah, sesekali melatih perut mengganti sumber karbohidrat selain nasi dengan singkong, ubi, kentang, pisang, talas atau lain-lain. Tentu jangan berlebihan.
4. Berbelanja dengan pintar
Berbelanja dengan pintar ini adalah mampu menakar kebutuhan harian dengan stok yang akan disimpan di kulkas. Perlu dipahami sayuran cenderung hanya bertahan dalam dua hari di dalam kulkas (terutama sayur dalam bentuk dedaunan). Karena itu kurang bijaksana jika berbelanja sayur untuk kebutuhan seminggu. Alih-alih dapat diolah menjadi makanan enak, sayur itu justru menjadi tidak layak makan lagi.
5. Manajemen kulkas
Salah satu unsur penting agar makanan tidak banyak terbuang adalah pengaturan bahan-bahan yang masuk kulkas. Artinya, kita mengetahui masa berlaku dari bahan-bahan di dimasukkan.
Seperti tips sebelumnya, sayur hanya bisa bertahan dua hari, lalu daging-dagingan atau ikan-ikanan yang akan masuk frezzer sebaiknya dipotong-potong terlebih dahulu sesuai kebutuhan harian. Lalu dimasukkan di dalam kantong plastik terpisah. Satu plastik berisi kebutuhan satu hari. Cara ini, mengurangi kemungkinan paparan bakteri pembusuk pada bagian daging lain yang tidak digunakan.
Untuk bahan makanan yang tidak ada masa kadaluarsa, tuliskan tanggal penyimpanan makanan pada wadah atau plastik penyimpan. Cara ini berguna menghindari penyimpanan bahan makanan terlalu lama dalam kulkas.
6. Memanaskan kembali makanan untuk sahur
Salah satu upaya mengurangi makanan sisa adalah dengan memanaskan kembali makanan saat berbuka. Ada baiknya setelah masakan matang ditakar yang akan dikonsumsi saat berbuka. Sisanya disimpan di kulkas untuk dipanaskan saat sahur.