Pengamen di atas bus Pariwisata yang kami tumpangi |
Pengamen?
Mendengar kata “pengamen” saja, pikiran negatif saya langsung terpancar. Entah karena pengamen itu konotasinya kurang baik atau memang sudah antipati terlebih dahulu dengan pekerjaan seseorang yang menjual suaranya tersebut.
“Ga, selamanya yang hitam itu kelam. Juga sebaliknya dengan putih, bukan berarti dia suci…”
Sambil memperhatikan penampilan dua anak yang masih duduk di bangku SMP, kalaupun mereka sekolah, yang sedang membawakan lagu hit yang populer di tahun 2014, saya pun berfikir alangkah susahnya cari duit, semua bisa dilakukan, salah satunya ngamen dari satu bis ke bis yang lain.
Apa yang dilakukan pengamen dalam mencari nafkahnya itu, patut dipuji. Setidaknya meski ia hanya melakukan pekerjaan dengan cara menjual suara, pengamen tersebut melakukannya dengan sungguh-sungguh. Baginya mengamen adalah mengamen, tanpa embel-embel tertentu yang negatif hingga membuat penumpang enggan memberikan uang. Malah sebaliknya dia mengamen dengan memberikan hiburan melalui lagu-lagu yang dibawakannya.
Pengamen di atas bus Pariwisata yang kami tumpangi |
Sangat jarang ada sosok pengamen seperti itu, yang dapat mengambil hati para penumpang yang tidak hanya terhibur lewat lagu-lagu yang dimainkannya. Juga sikap santunnya sejak mulai memberikan salam pembuka, menawarkan lagu yang akan dipilih penumpang hingga mengucapkan tanda terima kasih dengan tulus.
Seperti kata Tsun Zu dalam kitab seni perangnya yang sangat populer, “ketahuilah kelemahan musuh Anda, maka kemenangan akan berada di pihak Anda.” Dan, sosok pengamen itu telah menerapkannya dengan positif hingga dapat menerka kelemahan banyak penumpang yang mudah trenyuh serta kagum melalui lagu-lagu yang dilantunkannya.
“Jangan pernah menyalahkan para Anak Jalanan atau pun Preman di pinggir jalan atau terminal. Mereka ada karena status “anak nakal” yang sering ditimpakan secara sepihak oleh kalangan masyarakat awam. Karena pada dasarnya setiap anak adalah makhluk paling ajaib yang pernah ada.”