Thursday, July 2, 2015

Mengenal Budaya Colok Masyarakat Melayu di Dumai

Festifal Budaya Colok
Masyarakat melayu yang tinggal di perkampungan di kota Dumai, provinsi Riau mempunyai tradisi unik yang dirayakan dengan cara menghias kampung mereka dengan lampu colok. Tradisi ini dilakukan setiap tahunnya pada bulan Ramadhan, yaitu bulan suci dimana umat Islam melakukan puasa pada waktu itu. Setiap sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan, maka masyarakat Melayu akan menghias kampung mereka dengan lampu colok. Hiasan ini dibuat lebih menarik dengan menyusun lampu colok dengan pola tertentu.

Lampu colok atau yang juga disebut dengan lampu teplok di daerah lain adalah lampu berbahan bakar minyak tanah dengan sumbu pada bagian tengahnya. Lampu ini masih dapat diperoleh terutama di pasar-pasar tradisional. Namun untuk keperluan Festival Lampu Colok, biasanya warga secara bergotong royong membuat sendiri lampu coloknya. Tentu saja lampu colok yang hasilkan akan berbeda dengan lampu colok yang dijual secara komersial. Tujuan membuat lampu colok adalah untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan. Karena lampu colok yang digunakan untuk satu hiasan bisa berjumlah ratusan.

Tradisi menghias kampung dengan lampu colok masih bertahan hingga kini di kota Dumai. Meskipun sebenarnyasaat ini sudah tersedia lampu listrik yang bisa menghasilkan penerangan yang lebih baik. Tapi masyarakat setempat masih menghias kampung mereka dengan lampu colok pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan.

Memang lampu colok hias sudah menjadi tradisi yang telah dilakukan semenjak lama. Apalagi tradisi ini dilakukan pada saat sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan menjelang hari raya Idul Fitri. Dimana pada hari raya tersebut umat Islam di Indonesia biasanya akan berkumpul bersama keluarga mereka, meskipun itu melakukan hal tersebut harus mudik ke kampung. Sebenarnya festival lampu colok ini bukan hanya tradisi di Dumai, namun masyarakat melayu di daerah lain yang berdekatan juga mempunyai tradisi yang sama.

Proses pembuatan lampu colok untuk keperluan festival bisa dibilang sangat sederhana. Lampu colok dibuat dari botol kaca bekas yang sebelumnya telah dikumpulkan oleh warga. Botol kaca tersebut dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai wadah untuk menampung minyak. Setelah dibersihkan, kemudian tutup botol bekas diberi lubang dengan ukuran secukupnya agar sumbu dapat muat diselipkan kedalamnya. Agar sumbu tidak langsung habis terbakar ketika dinyalakan, maka diperlukan bahan bakar berupa minyak tanah. Minyak tanah dimasukkan kedalam botol bekas yang kemudian akan diserap dari bagian bawah sumbu yang berada dalam botol.

Lampu colok sendiri tidak terlihat menarik, karena memang fungsi utamanya adalah sebagai alat penerangan. Oleh karena itu dibuatlah tempat menyusun jejeran lampu colok dengan pola tertentu. Umumnya pola yang dipilih berbentuk masjid yang merupakan tempat ibadah bagi umat Islam lengkap dengan kubahnya. Tempat untuk menaruh lampu colok ini dibuat dari bilah bambu atau dari potongan kayu lainnya. Potongan kayu inilah yang dibentuk dengan cara memakunya dan kadang juga diikat sehingga menghasilkan pola yang diinginkan.

Setelah tempat menyusun lampu colok selesai dibuat, selanjutnya lampu colok akan dipasang. Pemasangan lampu colok disusun berdasarkan pola yang dibuat dengan memberikan jarak antara lampu colok. Cara pemasangannya ada yang diletakkan begitu saja dan ada juga yang dipasang dengan cara mengikatkannya di tempat menyusun lampu colok. Tentu saja cara pemasangan tersebut tergantung dari bagaimana tempat menyusun lampu colok dibuat.

Kemeriahan pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan di kampung-kampung yang dihias dengan lampu colok telah membuat pemerintah kota (pemkot) Dumai mempromosikan tradisi ini dengan mengadakan festival lampu colok. Festival lampu colok yang diadakan oleh pemkot Dumai pada saat bulan Ramadhan dikembangkan dengan menambahkan perlombaan lampu colok hias. Perlombaan ini biasanya diadakan dalam setiap kelurahan, dimana setiap RT yang ada di kelurahan tersebut akan berlomba untuk memenangkan festival lampu colok.

Untuk menentukan pemenang lomba festival lampu teplok, pemkot Dumai akan menunjuk tim juri. Tim juri inilah yang akan berkeliling setiap kampung untuk menilai kreatifitas dari pembuatan lampu colok hias disetiap kampung. Kriteria untuk menentukan pemenang tidak hanya dinilai dari keindahan lampu colok hias. Namun juga dilihat dari partisipasi warga apakah mereka juga turut menyalakan lampu colok dirumah mereka atau tidak. Selain itu kriteria keamanan juga bisa menentukan pemenang festival lampu colok. Pembuatan lampu colok harus dibuat dengan menghindari resiko seminimal mungkin. Misalnya dengan membuat hiasan lampu colok jauh dari sumber listrik.

Perayaan pada saat festival lampu colok hias mencapai puncaknya sekitar tanggal 27 Ramadhan. Karena biasanya pada tanggal tersebut akan diumumkan pemenang dari festival lampu hias. Pengumuman pemenang ini akan diikuti dengan pemberian hadiah yang diserahkan oleh perwakilan dari pemkot setempat kepada pemenang. Jadi bila ingin melihat festival lampu colok di kota Dumai, maka pada saat mendekati tanggal 27 adalah saat terbaik untuk datang kesini.

Bila melihat lampu colok hias sebaiknya tidak terlalu dekat. Karena jumlah lampu colok yang sangat banyak dengan bahan bakar berupa minyak tanah dapat menghasilkan asap hitam. Asap ini dapat memasuki hidung dan membuat muka menjadi hitam. Lagipula pola yang dihasilkan dari lampu colok hias baru terlihat dengan baik bila melihatnya dari jarak jauh from here
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Mengenal Budaya Colok Masyarakat Melayu di Dumai Rating: 5 Reviewed By: http://awalinfo.blogspot.com/