Toleransi di Kupang: Masjid dan Gereja yang Berdiri Berdampingan |
Suara anak-anak yang melantunkan ayat-ayat suci Alquran terdengar jelas dari dalam Gereja HKBP Kota Baru di Kupang, yang terletak persis di sebelah Masjid Al-Muttaqin. Hidup berdampingan selama puluhan tahun umat Kristen dan Islam di wilayah ini hidup rukun.
Ketua Yayasan Al-Muttaqin Masnawi mengatakan selama ini toleransi antar umat Kristen dan Muslim tidak pernah ada masalah dan malah saling membantu.
"Saling mengerti saja, seperti saat bulan Ramadan ini, kami memberitahu saudara-saudara kami yang beragama Kristen tentang kegiatan yang akan kami lakukan seperti tarawih yang rutin, lomba untuk anak-anak, dan kami pun tak memasang volume speaker yang keras," jelas Masnawi.
Menurut dia, selama bulan Ramadan, masjid baru mengadakan acara setelah kebaktian selesai dilakukan.
"Untuk jam-nya, kami menyesuaikan jika itu sudah hari Minggu. Tetapi untuk sehari-hari, acara di gereja biasanya sudah selesai pada siang hari sebelum waktu salat zuhur, karena mereka paham waktu salat kan tidak bisa ditunda," jelas Masnawi. Imam Masjid Al-Mutaqqin Masnawi mengatakan toleransi diajarkan oleh Nabi Muhamad SAW.
Sementara itu, Pengurus gereja HKBP Pdt. Bernat Wedes Panggabean mengatakan selama bulan Ramadan, pihak gereja HKBP pun menyesuaikan jadwal ibadah mereka.
"Kalau saudara-saudara Muslim itu salat zuhur itu, kita sudah selesai. Apalagi sekarang jadwal ibadah semakin pagi masuknya, jadi jam sebelas atau setengah sebelas kami sudah selesai. Kan kita saling menjaga, selain itu kondisi lahan parkir pun terbatas karena kita saling berbagi," jelas Bernat.
Berbagi lahan parkir
Lahan parkir yang terbatas membuat jemaat gereja menggunakan halaman masjid untuk memarkir mobil mereka selama beribadah di hari Minggu, dan begitu pula sebaliknya pemuda gereja juga seringkali membantu dan menyediakan lahan parkir untuk umat Muslim yang akan salat Jumat di Masjid Al-Mutaqqin.
Bernat mengatakan kerukunan antar pemeluk beragama tidak pernah ada masalah, malah saling membantu.
"Saya dua tahun ini saya bertugas di gereja ini. Malah ketika Idul Adha saya malah dikasih juga pembagian daging kurban dari saudara-saudara kita yang Muslim," jelas Bernat.
Kerukunan antar umat beragama yang memiliki tempat ibadah berdampingan ini, menurut Masnawi harus tetap dijaga karena merupakan bagian dari ajaran Islam.
"Kalau bicara tentang toleransi, Islam itu datang sebagairahmatan lil alamin . Allah mengasihi seluruh mahluknya, begitu pula kita harus melakukan itu," jelas dia.
Satu keluarga
Walikota Kupang Jonas Salean menyebutkan, toleransi antar umat beragama di Kupang terjadi karena mereka memperlakukan yang lain sebagai bagian dari satu keluarga.
"Itu satu hal yang positif. Orang selama ini kalau gereja sama masjid itu tabu, itu di daerah lain. Tetapi bagi kami kita itu keluarga. Misalnya ibadah kami jika bertepatan dengan salat Magrib, maka gereja, musiknya, dikecilkan volumenya. Begitu pula kalau gereja ada ibadah, ya penegras suaranya, toa nya dikecilkan."katanya.
"Ini kita menjaga seperti telur di ujung tanduk ini," tegasnya.
Jonas mengatakan di wilayah yang sama disiapkan lahan untuk rumah ibadah yang lain seperti Budha dan Hindu.
"Tetapi karena lokasinya tak memenuhi syarat untuk membangun Pura yang harus berada di atas bukit, akhirnya tidak jadi dibangun di lokasi itu," jelas Jonas.
Umat Islam di Kupang mencapai 86.491 jiwa dari total penduduk NTT yang berjumlah 525.059.
Menurut peneliti Islam Abdul Kadir Goro, Islam di Kupang berasal dari Lamakera, Solor yang dibawa oleh nelayan kemudian menyebar pertama kali di Batubesi di Oeba.
"Jadi Islam disebarkan ke Kupang dari Batubesi, kemudian Bonipoi, Kampung Solor dan satu lagi yang turun di pinggir kali Airmata, itu yang kemudian melahirkan generasi Muslim yang sekarang ada di Kupang," jelas Abdul Kadir.
Kemudian, sekitar tahun 1940an, orang Islam yang berasal dari Arab tiba di Kupang, karena aktivitas perdagangan.
Sampai saat ini, sebagian besar umat Islam di Kupang tinggal di Kampung Solor, Airmata dan Bonipoi. Sri Lestari Wartawan BBC Indonesia