Friday, March 22, 2013

Hidup Lebih Dekat dengan Alam di Hulu Sungai Mahakam

Nenek Do’
Keindahan dan keeksotisan pulau Kalimantan atau dahulu kala disebut Borneo tidak perlu diragukan lagi, Ada begitu banyak wisatawan baik mancanegara atau pun wisatawan dari dalam negeri yang datang untuk sekedar berkunjung, dan menikmati keindahannya. Namun, lain daripada itu banyak pula para peneliti datang silih baerganti dari berbagai belahan dunia, untuk melakukan penelitian kekayaan hayati baik satwa ataupun tumbuhan yang ada di kalimantan yang belum terekspose dan belum diketahui manfaatnya hingga kini.
Pulau Kalimantan, merupakan pulau terluas kedua setelah Irian Jaya yang ada di Negara Indonesia. Kalimantan terbagi menjadi empat provinsi, kalimantan Timur, Kalimantan Selatan , Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Selain kekayan sumber daya alam yang melimpah, kalimantan memiliki hutan hujan tropis dataran rendah yang sangat luas, bahkan kondisi ini menjadikan Indonesia bergelar negara “zamrud khatulistiwa”. Dari keempat provinsi, provinsi Kalimantan Timur memiliki wilayah hutan hujan tropis yang paling luas.
Suku asli yang hidup tersebar di Pulau Kalimantan , telah tinggal lama secara turun temurun adalah suku Dayak. Arti dari kata dayak adalah hulu atau pedalaman. Suku dayak terbagi menjadi 6 rumpun besar dan ratusan sub suku dengan ragam bahasa dan adat istiadat yang dimiliki.
Untuk bisa melihat kehidupan suku dayak, mempelajari adat istiadat dan melihat keeksotisan hutan hujan tropis serta berpetualan dengan melewati riam – riam ganas, bisa ditemui dengan menyusuri sungai mahakam hingga ke hulu sungai tersebut. Perjalanan menuju hulu mahakam memerlukan waktu yang cukup panjang bisa 2-3 hari baru bisa sampai di hulu mahakam di sebuah desa terakhir dan terpencil di hulu sungai mahakam, Desa Long Apari.
Di awal perjalanan kita bisa memilih untuk menggunakan akses darat, sungai, atau pesawat kecil. Namun, untuk bisa melihat secarah utuh keindahan dan perubahan bentang lahan yang ada , pilihannya lebih menyenangkan pergi dengan menggunakan kapal. Kapal reguler tersedia di pelabuhan yang berada di kota Samarinda, ibukota Kalimantan Timur. Kapal tersebut cukup besar dan cukup nyaman untuk melakukan perjalanan panjang. Perjalanan dilakukan pada sore hari, dan keesokan pagi nya kita sudah bisa sampai di sebuah desa bernama Long bagun. Desa pemberhentian terakhir untuk kapal yang berukuran besar.
Selama perjalanan kita disuguhi berbagai keindahan alam borneo, mulai dari kehidupan perkotaan, perkampungan dayak, selain itu kita juga bisa melihat keindahan hutan tropis kalimantan timur. Desa/kampung dayak yang dilewati berada di pinggiran sungai Mahakam. Rumah mereka sebagian besar terbuat dari kayu dan berbentuk rumah panggung. Hal ini menyesuaikan dengan letak perkampungan mereka yang berada di dekat sungai untuk mengantisipasi pasang surutnya air sungai.
Sesampainya di desa Long Bagun, kita bisa sejenak beristirahat dan melepas lelah di sebuah penginapan kecil dan dengan harga yang cukup terjangkau. Sebelum melanjutkan perjalanan menuju desa Long Apari di Hulu Mahakam, kita harus bertanya dulu kepada awak kapal long boat yang biasa pergi kesana. Karena untuk pergi ke hulu Mahakam, harus memperhitungkan kondisi sungai . Jika kita ingin naik menuju hulu Mahakam, maka kondisi air tidak boleh pada saat tinggi/pasang. Karna selain arus deras yang harus di lawan, biasanya banyak kayu besar bekas pohon tumbang yang ikut di terbawa arus dan akan sangat berbahaya jika tertabrak oleh Long Boat.
Kesiangan harinya perjalanan dilanjutkan menuju hulu Mahakam, tidak jauh dari Long Bagun terdengar suara gemuruh dan terpampanglah keindahan air terjun yang tinggi dan cukup deras jatuhan airnya menghantam bebatuan sebelum percikkannya mengalir ke sungai.
Di tengah perjalanan, disebelah kanan dari arah hilir terpampang batu dinding yang tinggi dan panjang batuan tersebut terdiri dari batuan kapur, dan di puncaknya terdapat pepohonan yang mengering dan tumbuhan berukuran kecil. Pada bagian atas batu dinding terdapat beberapa bentuk seperti gua-gua kecil, konon dahulu tempat tersebut dijadikan sebagai kuburan.
Selain pemandangan indah yang tersuguh selama perjalanan, kita juga menemukan masyarakat lokal yang beraktivitas sebagai penambang emas baik menggunakan mesin ataupun manual dan tak jarang kita jumpai masyarakat yang sedang memasang rengge atau menebar jala untuk menangkap ikan.
Terkadang tak mudah untuk melalui perjalanan menuju Hulu Mahakam, jika kondisi perairan tidak bersahabat dan tak bisa melewati beberapa titik riam, seperti riam panjang dan riam udang yang cukup dikenal berbahaya, maka nyawa bisa jadi taruhannya. Karena sekali tidak bisa mengendalikan kapal untuk melalui riam tersebut, maka kapal akan karam bersama barang dan orang yang ada di kapal tersebut. Dari beberapa kejadian, sulit dilakukan penyelamatan atau penyelaman di daerah tersebut. Hal ini karena kondisi air yang keruh, dalam dan arus yang terlalu deras. Namun, kondisi terkini telah di buat jalan darat bagi mereka yang akan melanjutkan perjalanan, yakni dengan turun dari Long Boat dan berjalan beberapa ratus meter, agar bisa melalui titik berbahaya tersebut, walaupun kapal dan kemudi harus tetap berjibaku melawan keganasan riam udang.
Melewati Riam Udang
Selanjutnya perjalanan selama 6-8 jam, menuju desa Tiong ohang sudah dijalani dengan berhasil. Di desa ini kita kembali beristirahat sejenak sembari melepas lelah selama perjalanan. Selepas dari long bagun, banyak nya perkampungan/ desa dayak yang dilewati hanya desa di Tiong Ohang saja yang mempunyai jembatan gantung untuk menuju desa Tiong Bu’u di seberangnya. Kedua desa ini memiliki fasilitas cukup lengkap seperti pendidikan dan kesehatan ada di Tiong Bu’u dan Pusat Perdangangan dan penginapan ada di Tiong Ohang. Kedua Desa ini ibaratnya sebagai pusat aktivitas di pedalaman Hulu Mahakam, karena masyarakat di beberapa desa sekitar menyekolahkan dan berbelanja di Desa tersebut.
Di desa Tiong Ohang ini, biasanya adalah tempat pemberhentian terakhir Long Boat, untuk melanjutkan perjalanan harus menggunakan perahu ces kecuali ingin memang mencarter Long boat dai Long Bagun- Long apari dan ini berbiaya mahal, puluhan juta. Tidak jauh lagi perjalanan yang di tempuh menuju desa Long Apari sekitar 3-4 jam. Dan selama perjalanan itu masih ditemui beberapa riam yang harus berhasil di lewati untuk bisa sampai di desa tersebut.
Sesampainya di desa Long Apari, secara otomatis akan disambut oleh orang suku dayak yang tinggal di desa tersebut dengan senyum keraguan. Karena desa tersebut masih jarang didatangi oleh orang “asing” sebagai wisatawan, karena tempat dan lokasinya yang cukup terpencil dan berbiaya cukup mahal.
Desa Long Apari, mayoritas penduduknya adalah suku dayak Auheng atau lebih dikenal Dengan Dayak Penihing dengan agama yang berkembang disana adalah Kristen Katolik dengan jumlah penduduk sekitar 557 jiwa.
Kehidupan masyarakat dayak di Long Apari yang paling utama adalah berladang/menugal. Berladang merupakan aktivitas utama dari berbagai aktivitas lainnya. Masyarakat desa Long Apari biasanya memulai aktivitas menugal pada bulan Agustus-September dan panen pada bulan Februari. Menugal menjadi bagian penting dari keseharian suku dayak karna sangat dibutuhkan untuk dapat bertahan hidup pada daerah-daerah pedalaman yg aksesbilitas menuju daerah tersebut tidaklah mudah.
Menugal
Untuk bertahan hidup, suku dayak pada masing-masing keluarga biasanya menyimpan hasil panen dari hasil menugal sebelumnya, kemudian disimpan dan digunakan sampai dengan tiba masa panen berikutnya. Sedangkan untuk sayursayuran dan palawija biasanya mereka menanam tidak jauh dari pondokan yang ada diladang dan hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari.
Telah sejak lama dan turun temurun suku dayak melakukan aktivitas menugal. Menugal biasanya tidak dilakukan hanya satu keluarga, tetapi dengan waktu yang bersamaan untuk menugal, maka tidak jarang mereka melakukannya secara bergotong royong. Dan dalam menugal ada beberapa hal yang menjadi aturan adat agar bisa mendapatkan hasil panen yang maksimal.
Aktivitas lain yang sering dilakukan olah masyarakat dayak di desa long Apari , yakni menganyam rotan untuk pemenuhan kebutuhan peralatan rumah tangga atau hiasan, hasil jadinya dapat berupa tikar, anjat dan tas. Kemudian merajut manik-manik untuk aksesoris, seperti gelang, kalung, cincin ataupun untuk di tambahkan sebagai hiasan pada pakaian. Selain itu aktivitas harian lainnya seperti menjala ikan dan memasak menggunakan kayu bakar, berburu dan meramu. Sedangkan kegiatan mata pencaharian yang biasa dilakukan adalah, mencari gaharu, mendulang emas dan menjaga goa walet.
Dalam kehidupan sehari-hari msyarakat dayak di desa Long Apari sangat bergantung pada perahu. Bahkan perahu seperti menjadi barang yang “wajib” dimiliki setiap keluarga, baik yang menggunakan mesin ataupun yang masih menggunakan dayung. Karena aktivitas seperti berladang , berburu dan yang lainnya memang sangat memerlukan alat transportasi tersebut.
Tak hanya satu hal menarik, di desa Long Apari, karena kita masih bisa menemukan keunikan dan kekhasan masyarakat suku dayak , yakni upacara adat , rumah lamin, masyarakat yang bertatto dengan bahan alami, perempuan dan lelaki bertelinga panjang, perempuan beranting besi yang berat dan lelaki pembuat mandau serta kondisi hutan tropis yang masih terjaga.
Rumah Lamin
Ketika kita berada di hutan rimba borneo tersebut, maka kita bisa merasakan ketenangan, bisa mencium aroma hutan hujan tropis yang lembab dan menyegarkan dan kita bisa mendengarkan lagu alam paling merdu, ketika aneka satwa saling bersahut-sahutan. Sepanjang mata memandang, kita akan dikagumkan pada aneka tumbuhan liar, tumbuhan obat, pepohonan dengan jenis endemik seperti Dipterocarpaceae yang berukuran raksasa dan dan bisa melihat secara tak langsung jejak aneka satwa yang hidup di rimba tropis Borneo seperti Macan dahan, Beruang madu, Orangutan, Ular, Burung Enggang/Rankong, Ikan air tawar, dan ribuan jenis serangga. Semua itu kekayaan hayati yang masih terjaga selaras dengan kehidupan masyarakat yang ada disekitarnya.
Anthracoceros malayanus
Dan akhirnya lelah perjalanan terbayar sudah, setelah melalui rintangan alam dan keindahan alam serta budaya yang masih terjaga. Walaupun dalam mengarungi sungai menuju Hulu Mahakam tidaklah mudah, karena kita dihadapkan pada tantangan alam yang sesungguhnya karena menuju Hulu sungai Mahakam, layaknya mendaki bebatuan berundak-undak yang terselimuti sungai berarus deras, terus menanjak dan menanjak. Dengan kekayaan dan keindahan yang tersuguh kita layak menjaga kelestariannya.

Save Our Forest! Save Our Culture!


::Reski Udayanti::
kunjungi saya di http://adinandra.lingkungan.org
trim's for PLH-Indonesia
 
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Hidup Lebih Dekat dengan Alam di Hulu Sungai Mahakam Rating: 5 Reviewed By: Awaluddin Ahmad