Gunung Kerinci terletak
di Provinsi Jambi, memiliki ketinggian 3.805 Mdpl. Merupakan gunung
tertinggi di pulau Sumatera sekaligus tertinggi pertama di Indonesia di
luar Cartenz Pyramid di Papua. Berada di gugusan pegunungan bukit
barisan dan masuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.
Shelter 3 merupakan shelter terakhir, kami mendirikan tenda dan bermalam di sini untuk selanjutnya summit attack keesokan
harinya.Sambil beristirahat, kami menunggu kedatangan teman-teman yang
naik belakangan. Beberapa teman ikut menjemput mereka ke shelter 2.
Kabarnya salah satu dari mereka ada yang “ngedrop”, mungkin karena baru
kali pertama mendaki. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala ketika tahu
kalu ada salah satu dari mereka baru pertama kali mendaki dan langsung
ke Kerinci. Pukul 20.00 akhirnya mereka sampai di shelter 3, segera di
tenda nya teman kami itu, kami sibuk memberikan “pertolongan” dari dalam
tenda aku tinggal berteriak “cowok2, minta air panas dong, cowok2 minta
nasi dong semua sibuk memberikan bantuan. Segera aku balur tubuh teman
tersebut dengan minyak kayu putih. Selanjutnya sleeping bag dan
Jaket segera beraksi namun rupanya dia masih merasa kedinginan. Setelah
diberi minum air hangat dan selanjutnya dia minum obat maag kondisinya
mulai membaik. Rupanya maagnya kambuh karena terlambat makan, memang
sebelumnya saya sudah mengingatkan agar dia makan atau ngemil, namun dia
selalu menjawab tidak ada selera makan. Sekitar pukul 21.00 aku kembali
ke tenda ku untuk dan bersiap untuk rehat, sebelumnya saya tak lupa
berpesan pada teman itu supaya besok tidak memaksakan diri untuk summit attack kalau kondisinya tidak fit.
Dari kejauhan nampak
danau gunung tujuh nampak mempesona dengan warna kebiruan. Kami
mengabadikan momen ini dengan berfoto secara bergantian di batu gantung.
Agak cukup lama kami berhenti di batuj gantung ini, lumayan menyambung
kembali nafas yang sudah mulai kembang-kempis.
Setelah membasahi bandana
dengan sedikit air lalu dipakai sebagai masker bau belerang yang
menusuk lumayan tidak terlalu mengganggu lagi. Pukul 06.50 kami tiba di
Tugu Yudha, dari sini puncak kerinci terlihat semakin dekat. Go..go..go
semangat kawan sedikit lagi kita akan sampai di puncak membuat kami
semakin bersemangat melangkah.
Saya sempat mencari-cari
tiang bendera di puncak kerinci seperti yang saya lihat di foto teman
yang mendaki Kerinci pada tahun akhir 2011, namun saya tidak menemukan
sepertinya tergerus oleh longsor di Puncak.
Perjalanan
untuk menggapai atap sumatera ini berawal dari ajakan seorang teman di
facebook, gayung bersambut karena sebenarnya akupun ingin melakukan
pendakian ke Kerinci. Impian tuk menggapai atap Sumatera pun mulai terbayang nyata. Setelah mengatur schedule kerja, budget, dan lain-lain, akhirnya tanggal 12 Mei 2012 kami bertolak ke Kerinci.
Catatan Perjalanan:
12 Mei 2012
Jam di hand phone menunjukkan pukul 08.30 saat saya turun dari bus DAMRI jurusan
Pasar Minggu-Bandara Soekarno-Hatta. Sambil menunggu kedatangan Balak
dkk, saya menyempatkan melihat-lihat sekitar terminal 1 A Bandara
Soekarno-Hatta. Sekitar pukul 09.30 an Balak CS yang kutunggu akhirnya
datang juga. Sempat kesal karena harus berputar-putar dulu mencari
dimana Balak CS menunggu, maklumlah sebelumnya kami belum pernah bertemu
sama sekali bahkan untuk urusan tiket pesawat pun kami hanya koordinasi
via telepon. Hmmm, lega rasanya ketika akhirnya bertemu mereka, bersama
balak, kucay, anjar, Erick dan om ridho inilah saya akan mendaki gunung
kerinci.
Menjelang pukul 10.00 kami bersiap untuk boarding, untuk
penerbangan pukul 10.55 dengan Batavia Air. Sempat terjadi sedikit
ketegangan dengan petugas, saat kami meminta carrier-carrier kami
diikat. Om Ridho lah yang mempunyai ide ini, dengan alasan tidak mau
ambil resiko jika kami harus kehilangan barang-barang bawaan kami
padahal barang-barang tersebut amat kami perlukan dalam perjalanan
pendakian kami. Bisa gawat kalau sampai tenda, sleeping bag dan
peralatan lainnya hilang. Saat ditimbang berat barangku mencapai 9,8
Kg, relative lebih enteng dibandingkan berat barang teman-teman yang
bisa mencapai 15 kg bahkan 17 kg.
Pukul
10.55 perlahan pesawat yang kami tumpangi mulai bertolak meninggalkan
Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Internasional Minangkabau. Pukul
12.25 pesawat mendarat di Bandara Internasional Minang Kabau. Amboi
akhirnya saya menginjakkan kaki jua di ranah minang ini. Dari Bandara
kami menuju ke ayu travel, dengan ayu travel inilah akses kami
selanjutnya untuk menuju ke desa Kersik Tuo di Jambi. Setelah shalat,
makan dan belanja logistik kami bersiap bertolak menuju kersik tuo.
Harga tiket di ayu travel untuk rute padang-kersik tuo Rp70.000/orang.
Pukul
16.00 perjalanan menuju desa kersik tuo, sepanjang perjalanan kami
ditemani oleh lagu-lagu padang yang diputar uda pengemudi ayu travel.
Beberapa kali uda menghentikan mobil dan singgah di rumah makan. Aha
kesempatan ini tak kami sia-siakan maklumlah padang-kersik tuo akan
ditempuh sekitar 8 jam.
Sekitar
pukul 00.00 kami akhirnya tiba di desa Kersik Tuo, seorang kawan
menjemput kami dan membawa kami menuju kawan kami heru. Tiba di rumah
heru, disana ternyata sudah banyak kawan-kawan yang berasal dari
jabodetabek yang juga akan mendaki esok harinya. Lelah rasanya belum
hilang setelah perjalanan dari Jakarta ke padang dan dilanjutkan dengan 8
jam perjalanan dari padang menuju kersik tuo. Kucoba memejamkan mata
berharap bisa terlelap agar setidaknya dapat sedikit memulihkan kondisi
untuk pendakian esok. Namun ternyata hingga azdan shubuh mengumandang
mata ini tak jua mau terlelap.
13 Mei 2012
Pukul
05.00 setelah bersih-bersih dan merapikan kembali peralatan yang akan
kami bawa mendaki, lalu kami sarapan. Setelah sarapan, sambil menunggu
mobil yang akan mengantar kami hingga ke pintu rimba, aku sempatkan
untyk berjalan-jalan menghirup udara segar di sekitar rumah heru.
Hamparan perkebunan teh yang membentang hijau, pemandangan yang tak akan
saya dapatkan di Jakarta. Nun di kejauhan Nampak Gunung Kerinci berdiri
gagah berselimut kabut. Kupandangi puncak kerinci Teringat kembali
percakapan dengan ibunda heru saat sarapan tadi bahwa biasanya kalau
pertama kali mendaki Kerinci tidak sampai puncak. Ah…saya benar-benar
memohon dengan sangat supaya Allah Swt berkenan mengizinkan ku tuk
menggapai puncak kerinci. Pagi ini juga kami bertemu dengan ferdie,
mahasiswa STAIN Sungai Penuh inilah yang akan menjadi guide kami selama pendakian.
Sekitar
pukul 08.00 mobil jemputan yang akan mengantar kami ke Pintu Rimba
tiba. Saya, balak, kucay, anjar, ferdie, erick, luqman, opiq, om ridho,
johan, murdam, dany, dan bang mumun merupakan tim pertama yang dijemput.
Saat tiba di Tugu Macan, kami turun untuk foto-foto di icon Kerinci tersebut.
Pukul
08.30 kami tiba di Pintu Rimba, perjalanan mendaki siap dimulai. Wah
sebagai satu-satunya perempuan di tim saya harus bisa mengimbangi
langkah teman-teman paling tidak jangan sampai tertinggal jauh.
Bismillah, kuatkan azzam tuk perjalanan pendakian ini.
Pendakian dimulai dengan melewati kebun penduduk, lalu mulai memasuki hutan. Sekitar pukul 09.23 kami tiba di pos 1.
Setelah rehat sebentar kami melanjutkan perjalalan kembali menuju pos 2 yang ditempuh sekitar 30 menit dari pos 1.
Hingga akhirnya setelah berjalan sekitar 48 menit kami sampai di pos 3.
Perjalanan kami lanjutkan kembali menuju Shelter 1, kami tiba di sini pukul 12.25.
Hmmm,
sudah mulai menguras tenaga treknya harus atur strategi supaya tidak
“ko” Saat kami tanyakan bagaimana trek shelter 2-3. Ferdie dan Murdam
tersenyum lalu mengatakan treknya “gurih”. Aku sudah membayangkan bahwa
treknya pasti dahsyat. So, re charge lagi semangat biar nyali tidak ciut.
Benar
saja, dari shelter 1 ke Shelter 2 memang jalurnya benar-benar “gurih”
seperti kata murdam dan ferdie. Kami harus menembus rapatnya hutan yang
membuat oksigen yang kami hirup terasa menipis, belum lagi kabut yang
turun, trek licin berlumut dan jalur air dan trek sempit. Pukul 16.03
kami sampai di shelter 2.
Rehat
sejenak mengatur kembali nafas yang mulai tersengal, mengira-ngira
seperti apa lagi trek yang akan kami lalui. Setelah cukup istirahat
perjalanan kami lanjutkan kembali. “Gurih” nya trek makin terasa, untuk
menuju shelter 3 kembali kami harus melewati lagi jalur air yang licin
berlumut dengan vegetasi yang menyatu sehingga membentuk terowongan
dengan trek yang terkadang hanya pas untuk 1 tubuh.
Seolah
terowongan dan tanjakan yang tak berujung harus kami lalui. Strategi
kami adalah bukan berjalan di jalur air tapi melipir diantara
pohon-pohon tanaman yang entah apa namanya, sembari berpegangan
erat-erat ke akar atau batangnya.
Hari sudah mulai gelap ketika akhirnya kami keluar dari terowongan itu (pinjam istilah ferdie lorong tikus).
“Ayo
chiel semangat”, begitu erick memberi semangat kepada saya dan kucay.
“Lihat itu kita sudah di atas awan, tengoklah ke belakang, kata erick.
Benar,
saat ku arahkan pandanganku ke belakang, terlihat hamparan awan putih
yang indah. Ayo semangat sedikit lagi kita sampai di shelter 3.
Pukul 17.52 saat matahari mulai terbenam kami sampai di shelter 3, menyaksikan sun set di sini.
14 Mei 2012
Pukul
03.00, suara-suara gaduh dari tenda tetangga sebelah sudah cukup
membuatku benar-benar terjaga padahal mata ini baru saja akan terlelap.
Meski lelah ternyata tak lantas membuatku bisa tertidur lelap, mungkin
dinginnya udara juga ikut berpengaruh, meski sudah memakai baju berlapis
termasuk jaket polar, jilbab, kaos kaki, sarung tangan dan
kupluk nyatanya saya masih kedinginan. Teriakan-teriakan muncak
terdengar bersahut-sahutan, membuatku sudah benar-benar terjaga.
Dinginnya udara membuat kami bertahan di dalam tenda saat menyiapkan
menu untuk dimakan sebelum muncak. Saya dan erick memasak air untuk
membuat the manis, sementara anjar, kucay dan balak masih enggan bangkit
dan keluar dari sleeping bag nya, sedang om ridho sudah
bersiap-siap dengan segala atribut untuk muncak. Acara masak-memasak
selesai kami semua minum the manis dan makan roti bakar dan sosis goreng
yang saya masak bersama erick. Hmmm, kurang memadai sebetulnya menu
yang kami makan kerena jumlahnya sedikit dan dimakan oleh kami bertujuh.
Niatnya nanti turun dari puncak baru kami makan besar, apaalgi kalau
bukan indomie rebus. Setelah itu saya dan teman-teman mempersiapkan
atribut untuk muncak. Sarung tangan, gaiter, kupluk, sepatu trekking,
jaket, head lamp dan logistik. Ayo kawan summit attack ready.
Pukul 05.00 kami mulai meninggalkan camp di
shelter 3, melawan dinginnya udara, menapaki jalur menuju puncak
kerinci. Dingginnya udara membuatku berjalan tertatih, semakin ke atas
trek yang dilalui semakin berat karena pasir dan kerikil yang kami injak
sering longsor saat di injak. Saya mendongak memandangi puncak kerinci,
ooooh bisakah saya menginjakkan kaki di tanah tertinggi di Sumatera
ini?. Terlihat beberapa teman sudah ada yang sampai di puncak, sementara
saya masih terseok-seok menapaki jalur selangkah demi selangkah.
Sekitar pukul 05.54 kami tiba di Batu Gantung, dari sini kami
menyaksikan sun rise sungguh pemandangan yang menakjubkan.
Setelah puas dengan sun rise di
batu gantung, perjalanan kami lanjutkan. Kembali pasir yang gembur dan
kerikil harus kami lalui, ditambah lagi kemudian bau belerang yang
sangat menyengat menusuk hidung membuat nafasku tersengal dan paru-paru
terasa penuh.
Rupanya agin menerbangkan bau
belerang dari kawah di puncak Kerinci dan arahnya kea rah kami. Hampir
saja aku menyerah karena kondisi menjadi semakin sulit, berkali saya
hentikan langkah karena nafas semakin sesak, kulihat teman-teman yang
lain pun mengalami hal serupa.
Tiga…dua….satu,
akhirnya Pukul 07.30 kami mencapai puncak kerinci, kita berhasil kawan
menggapai atap Sumatera. Rasa haru menyelimuti….tidak sia-sia segala
perjuangan kami karena semua terbayar. Sedikit gemetar karena harus
berjalan di bibir kawah ketika kita akan menuju tulisan puncak Kerinci,
aneh disini malah bau belerang tidak tercium.
Hampir
pukul 09.00 setelah cukup puas berpose aneka gaya dengan latar puncak
kerinci dan danau gunung tujuh di kejauhan, kami bergegas turun karena
asap belerang sudah mulai naik. Berbahaya kalau kami masih berada di
puncak. Kami mulai menuruni trek kembali untuk menuju camp di
shelter 3. Perjalanan turun agak sedikit mudah dibandingkan dengan saat
naik, karena kami bisa sedikit meluncur seperti sedang bermain ski.
Beberapa kali aku terhempas karena kehilangan keseimbangan, “bonusnya”
adalah engkel kaki menonjol karena menghempas batu.
Sekitar pukul 10.00 an kami sampai kembali di camp shelter 3, saya
segera menghempaskan tubuh di dalam tenda. Panas mentari yang menyengat
membuat kepala terasa pusing ditambah pula dengan perut yang mulai
terasa lapar. Dari dalam tenda saya memperhatikan aktivitas anjar dan
ferdie yang sedang memasak air dan indomie untuk makan kami. Setelah
minum the manis dan mencicipi sedikit indomie yang masih mengepul, rasa
pusing pun mulai berkurang. Beruntungnya saya karena mendapat
teman-teman seperjalanan yang baik seperti mereka.
Pukul 12.00 setelah bongkar tenda dan packing kembali,
kami bersiap turun menuju ke pintu rimba kembali. Wow, berarti
perjalanan menuju shelter 1 terulang kembali bedanya kali ini kami
menuruninya. Sedikit tergesa saya mengikuti langkah teman-teman yang
seolah tanpa membawa beban mungkin karena logistic sudah banyak
berkurang. Butuh perjuangan extra untuk bisa sampai kembali di shelter
1. Kaki harus kuat berpijak, menghindari jalur air, memilih berjalan
diantara akar-akar pohon kecil sambil berpegangan kuat-kuat agar tidak
jatuh, karena kalau sampai terjatuh dijamin tubuh akan terhempas di
jalur air yang licin dan banyak batu besarnya. Namun meski sudah
berhati-hati musibah itu datang juga, saat menginjakkan kaki di akar
saya terpeleset dan kaki kiri membentur akar tersebut. Saat itu
teman-teman yang berada di depan saya menghentikan langkahnya dan
memburu kea rah saya untuk membantu saya bangkit sambil menanyakan apa
saya merasa sakit. Syukurnya saya merasa tidak ada masalah akibat
benturan tersebut, efeknya baru terasa sebulan kemudian ketika kaki
benar-benar sakit sulit untuk ditapakkan sehingga harus berjalan
terpincang-pincang. Perjalanan kami lanjutkan kembali, kali ini
teman-teman tidak terlalu berjalan tergesa beberapa kali pula kami
beristirahat di jalur sembari minum dan makan logistic yang tersisa.
Pukul
17.00, Alhamdulillah kami tiba kembali di pintu rimba lalu menunggu
mobil jemputan yang akan membawa kami menuju simpang tugu macan. Ketika
akhirnya mobil jemputan tiba lalu mengantar kami ke tugu macan mobil
langsung menuju kedai bakso. Bak orang kelaparan kami menyantap dengan
lahap bakso atau mie ayam pesanan kami. Ternyata di Kerinci banyak orang
jawa, bude penjual bakso pun orang jawa. Suasana tidak terasa seperti
di Sumatera, nuansa jawa yang lebih terasa. Puas makan bakso kami
diantar kembali menuju rumah heru. Menjelang maghrib kami tiba,
dilanjutkan dengan bersih-bersih dan beristirahat. Rencananya esok
harinya kami akan kembali mendaki gunung tujuh untuk melihat keindahan
danau gunung tujuh yang konon merupakan danau tertinggi di Asia
Tenggara.
Terima
kasih Ya Allah karena izin Mu jualah kami bisa menggapai atap Sumatera.
Terima kasih juga untuk orang tua kami dan teman-teman atas do’anya
juga untuk rekan-rekan seperjalanan, terima kasih tanpa kalian semua
saya mungkin tak akan bisa sampai di Puncak Kerinci. inilah ceritaku, mana ceritamu sob...?