Provinsi
NTB mempunyai potensi sumber daya
pesisir dan laut yang cukup tinggi , dengan luas perairan lautnya sekitar
29.159,04 km2, panjang pantai 2.333 km2 dan perairan karang sekitar 3.601 km2.
Potensi lestari perikanan sekitar 102.804 ton/tahun, yang terdiri dari perairan
pantai sebesar 67.906 ton/tahun, perairan lepas pantai sekitar 61.957 ton/tahun
dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sekitar 298.576 ton/tahun
Kerusakan terumbu karang secara nasional diperkirakan sebesar 70% dan menurut Bachtiar (2004) kondisi terumbu karang di Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam kategori baik sekitar 8,82%, kategori sedang 38,24% dan kategori jelek 52,94% dengan tiga penyebab kerusakan utama yang bisa diidentifikasi adalah pengeboman ikan, pemucatan karang akibat El Nino dan pembuangan jangkar.
Hasil identifikasi Yusuf (2006) menunjukkan bahwa penyebab kerusakan terumbu karang di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang utama adalah penggunaan bahan kimia potasium serta sianida untuk penangkapan ikan.
Dalam rangka mengatasi Pemanasan Global dan ancaman perubahan Iklim, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempunyai komitmen untuk mengembangkan kawasan konservasi di Indonesia seluas 20 juta hektar pada tahun 2020. hal ini sejalan dengan komitmen Internasional sebagaimana di usung dalam pertemuan keanegaragaman hayati di Rio de Jeneiro belum lama ini, yang mentargetkan masing-masing negara dapat mengkonservasi 10 persen wilayah perairannya. Komitmen penetapan kawasan konservasi ini membuktikan keseriusan pemerintah dalam rangka mengelola secara seimbang potensi wilayah perairan laut dan pesisir untuk ekonomi dan lingkungan, sejalan dengan prinsip-prinsip blue economy, yakni ekonomi yang mengurangi kemiskinan, sosial inclusiveness dan keberlanjutan sumberdaya.
Berdasarkan luas perairan laut teritorialnya, Indonesia berkewajiban mengkonservasi setidaknya 31 juta hektar wilayah lautnya, yang saat ini telah mencapai 15,5 juta hektar. Disamping itu KKP juga akan mengembangkan kebijakan terkait zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mengadopsi konsep ekonomi biru sebagai sebuah lompatan untuk membangkitkan industrialisasi kelautan di Indonesia. Melalui langkah terpadu tersebut, diharapkan dapat tercipta keseimbangan antara kawasan konservasi dan pembangunan didalam suatu pola yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Pengembangan program konservasi kelautan yang akan mengedepankan upaya pelestarian ekosistem terumbu karang yang berbasis mayarakat pesisir yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.