Mesjid Agung Banten |
Masjid Agung Banten termasuk masjid tua yang penuh
nilai sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang
tak hanya dari Banten dan Jawa Barat, tapi juga dari berbagai daerah di Pulau
Jawa.
Masjid Agung Banten terletak di Kompleks bangunan
masjid di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, sekitar 10 km sebelah utara Kota
Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin
(1552-1570), sultan pertama Kasultanan Demak. Ia adalah putra pertama Sunan
Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini
adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China. Ini
adalah karya arsitektur China yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang
dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di serambi kiri masjid ini terdapat kompleks makam
Sultan-sultan Banten dan keluarganya, yaitu Maulana Hasanuddin dengan
permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nashr Abdul Kahhar
(Sultan Haji). Sementara di serambi kanan, terdapat makam Sultan Maulana
Muhammad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan
Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin,
Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah, dan Ratu Masmudah.
Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun
tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti Masjid Agung. Paviliun dua
lantai ini dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur
Belanda kuno. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama
Hendick Lucasz Cardeel. Biasanya, acara-acara seperti rapat, dan kajian Islami
dilakukan di sini.
Menara yang menjadi ciri khas sebuah masjid juga
dimiliki Masjid Agung Banten. Terletak di sebelah timur masjid, menara ini
terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian
bawahnya kurang lebih 10 meter. Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak
tangga yang harus ditapaki dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh
satu orang. Dari atas menara ini, pengunjung dapat melihat pemandangan di
sekitar masjid dan perairan lepas pantai, karena jarak antara menara dengan
laut hanya sekitar 1,5 km.
Dahulu, selain digunakan sebagai tempang
mengumandangkan azan, menara yang juga dibuat oleh Hendick Lucasz Cardeel ini
digunakan sebagai tempat menyimpan senjata.
OBJEK WISATA PENDIDIKAN DAN SEJARAH
Selain sebagai obyek wisata ziarah, masjid Agung
Banten juga merupakan obyek wisata pendidikan dan sejarah. Dengan mengunjungi masjid
ini, wisatawan dapat menyaksikan peninggalan bersejarah kerajaan Islam di
Banten pada abad ke-16 M, serta melihat keunikan arsiteksturnya yang merupakan
perpaduan gaya Hindu Jawa, Cina dan Eropa.
Sejarah pendirian Masjid Agung Banten berawal dari
instruksi Sultan Gunung Jati kepada anaknya, Hasanuddin. Konon, Sunan Gunung
Jati memerintahkan kepada Hasanuddin untuk mencari sebidang tanah yang masih
“suci” sebagai tempat pembangunan Kerajaan Banten. Setelah mendapat perintah
ayahnya tersebut, Hasanuddin kemudian shalat dan bermunajat kepada Allah agar
diberi petunjuk tentang tanah untuk mendirikan kerajaan.
Konon, setelah berdoa, secara spontan air laut
yang berada di sekitarnya tersibak dan menjadi daratan. Di lokasi itulah
kemudian Hasanuddin mulai mendirikan Kerajaan Banten beserta sarana pendukung
lainnya, seperti masjid, alun-alun, dan pasar. Perpaduan empat hal: istana,
masjid, alun-alun, dan pasar merupakan ciri tradisi kerajaan Islam di masa
lalu.
Keunikan arsitektur Masjid Agung Banten terlihat
pada rancangan atap masjid yang beratap susun lima, yang mirip dengan pagoda
Cina. Konon, masjid yang dibangun pada awal masuknya Islam ke Pulau Jawa ini
desainnya dirancang dan dikerjakan oleh Raden Sepat. Ia adalah seorang ahli
perancang bangunan dari Majapahit yang sudah berpengalaman menangani
pembangunan masjid, seperti Demak dan Cirebon.
Selain Raden Sepat, arsitek lainnya yang
ditengarai turut berperan adalah Tjek Ban tjut, terutama pada bagian tangga
masjid. Karena jasanya itulah Tjek Ban Tjut memperoleh gelar Pangeran Adiguna.
Kemudian pada tahun 1620 M, semasa kekuasaan
Sultan Haji, datanglah Hendrik Lucaz Cardeel ke Banten, ia seorang perancang
bangunan dari Belanda yang melarikan diri dari Batavia dan berniat masuk Islam.
Kepada sultan ia menyatakan kesiapannya untuk turut serta membangun kelengkapan
Masjid Agung Banten, yaitu menara masjid serta bangunan tiyamah yang berfungsi
untuk tempat musyawarah dan kajian-kajian keagamaan. Hal ini dilakukan sebagai
wujud keseriusannya untuk masuk Islam. Karena jasanya tersebut, Cardeel
kemudian mendapat gelar Pangeran Wiraguna.
Selain menara, pada bagian depan masjid terdapat
alat pengukur waktu shalat yang berbentuk lingkaran, dengan bagian atas
berbentuk seperti kubah. Ada bagian atas kubahnya ditancapkan kawat berbentuk
lidi. Melalui bayangan dari kawat itulah dapat diketahui kapan waktu shalat
tiba.
Keunikan lainnya nampak pada umpak dari batu
andesit yang berbentuk labu dengan ukuran besar. Undak-undak batu ini terdapat
di setiap dasar masjid, pendopo, dan kolam untuk wudhu. Undak besar seperti ini
tidak terdapat di masjid-masjid di Pulau Jawa, kecuali di bekas reruntuhan
masjid Kesultanan Mataram di daerah Plered, Bantul, Yogyakarta. Begitu pula
dengan bentuk mimbar yang besar dan antik, tempat imam yang berbentuk kecil,
sempit, dan sederhana juga menunjukkan kekhasan masjid ini.
Masjid Agung Banten berada sekitar 10 km sebelah
utara Kota Serang. Pengunjung dapat menuju lokasi dengan kendaraan pribadi atau
naik bus. Dari Terminal Pakupatan, Serang, Pengunjung dapat melanjutkan
perjalanan dengan bus jurusan Banten Lama dengan tarif Rp 4.000 atau dapat juga
mencarter angkot dengan biaya sekitar Rp 40.000 (Juni 2008). Perjalanan dari
Terminal Pakupatan, Serang, menuju ke lokasi masjid memerlukan waktu sekitar
setengah jam.
Memasuki kawasan obyek wisata Masjid Agung Banten
tidak dipungut biaya. Namun, apabila memasuki tempat-tempat seperti menara,
tempat wudhu, dan kompleks makam sultan, pengunjung diwajibkan membayar
rata-rata Rp 1.000.
Pemandangan di atas menara mesjid |
Di sekitar masjid ini terdapat penginapan, warung
telekomunikasi, dan warung yang menjual aneka jajanan. Selain itu, banyak kios
yang menjual perlengkapan sholat, tasbih, kaset rohani, VCD musik, pakaian
dewasa dan anak-anak, serta cenderamata suku asli Banten, yaitu suku Baduy.