Beberapa waktu lalu
(Rabu, 26/06) Cristiano Ronaldo bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
melakukan penanaman simbolik mangrove pada acara “Bali Save Mangrove, Save
Earth (BSMSE)” di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Ronaldo adalah duta Forum
Peduli Mangrove Bali yang digagas pengusaha nasional Tommy Winata. Lewat event
ini pemerintah hendak meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya
hutan bakau bagi pelestarian lingkungan.
Apresiasi tinggi layak
disematkan bagi pemain bintang Real Madrid itu. Pasalnya kesediaan didaulat
sebagai duta Forum Peduli Mangrove Bali berangkat murni dari kepeduliannya
meskipun dengan status no commercial deal. Momentum ini layak dioptimalkan
sebagai gerakan pendidikan lingkungan bagi kawula muda.
Ronaldo adalah idola
kebanyakan kaum muda, khususnya penggila bola. Anak muda sering diidentikkan
dengan dunia gaul. Gaul sendiri sering dipersepsikan sebagai gaya modern,
dinamis, melek teknologi dan informasi, dan terkadang ada kesan hura-hura.
Nongkrong, nge-game, ber-gadget terbaru, dugem, dan aktifitas lainnya adalah
simbol dunia gaul. Selain itu dianggap tidak gaul.
Pemuda asal Portugal
ini membongkar mitos selama ini. Hidup dengan popularitas tinggi dan kekayaan
fantastis tidak mengurangi kepeduliannya secara sosial dan ekologikal. Mangrove
yang hidup di pesisir laut pasti dianggap kebanyakan kaum muda tidak ada
kaitannya sama sekali dengan dunia mereka. Kesan kotor akan lebih dominan
dibanding pesan lingkungan di balik keberadaan mangrove itu. Hal ini sama
dengan anak muda menyikapi terhadap sampah, tanaman, air, dan komponen
lingkungan lainnya
Wajar semua ini
terjadi, selain mitos diantara mereka sendiri juga diakibatkan faktor orang tua
dan sektor pendidikan yang kurang memberikan edukasi lingkungan. Orang tua
sering tidak memperbolehkan anaknya menyapu halaman, memungut sampah, atau
merawat tanaman. Anak-anak muda hanya didorong berkutat di kamar dengan
komputer atau buku yang dianggap orang tua akan lebih memajukan mereka.
Gaya Hidup Hijau
Hasil studi Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2012 menunjukkan bahwa Indeks Perilaku Peduli
Lingkungan (IPPL) masih berkisar pada angka 0,57 (dari angka maksikmum 1). Hal
ini mengindikasikan bahwa masyarakat kita baru setengah-setangah berperilaku
peduli lingkungan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Peduli atau Ramah
lingkungan harus terus diupayakan termasuk konsumsi pangan. Sangat penting
mendorong perilaku dan gaya hidup manusia agar efisien dan ramah lingkungan.
Masa depan lingkungan
berada di pundak generasi sekarang. Tahun 2020-2030 diprediksikan akan ada
Bonus Demografi. Jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada periode itu akan
mencapai 70 persen atau sekitar 180 juta. BKKBN (2013) memproyeksikan dari 100
penduduk produktif tersebut, 44 orang diantaranya adalah usia muda.
Bonus Demografi adalah
berkah sekaligus berpotensi musibah bagi lingkungan ke depan. Semua tergantung
pada kualitas manusianya. Generasi muda yang peduli lingkungan adalah berkah
bagi pembangunan berkelanjutan. Sebaliknya, generasi muda yang acuh tak acuh
bahkan cenderung merusak tentu akan membawa musibah bagi degradasi lingkungan
mendatang.
Generasi muda memiliki
tiga fungsi strategis. Pertama, generasi muda adalah cadangan keras (iron
stock). Cadangan untuk meneruskan estafet kepemimpinan bangsa. Sifat keras
tercermin dengan idealisme tinggi dan energi besar. Fungsi ini sangat
dibutuhkan dalam membentuk kepemimpinan pro-lingkungan (green leadership).
Kedua generasi muda
sebagai agent of change (agen perubahan). Idealnya dengan fungsi ini generasi
tidak akan rela melihat setiap ketidakberesan dan penyelewengan. Pemuda akan
tampil memperjuangkan perubahan menuju perbaikan. Dalam konteks lingkungan,
generasi muda dengan fungsi ini akan tampil dalam upaya mengubah tabiat merusak
dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang ada.
Ketiga, generasi muda
sebagai sang penyeru kebenaran. Kebenaran salah satunya terwujud dalam perilaku
peduli lingkungan. Sebaliknya, merusak lingkungan adalah tindakan yang tidak
dibenarkan. Generasi muda menjadi penting perannya sebagai penyeru yang
mengkampanyekan gaya hidup ramah lingkungan.
Strategi mengadirkan
generasi peduli lingkungan dapat diupayakan melalui sektor pendidikan dan
sosial budaya. Pendidikan lingkungan hidup mesti hadir di sekolah atau
perguruan tinggi, baik normatif maupun aplikatif. Program sekolah ramah
lingkungan (adiwiyata) atau kampus ramah lingkungan (green campuss) kayak
dikembangkan lebih intensif. Selain itu secara non formal, keluarga dan
lingkungan masyarakat harus menciptakan suasana kondusif dan membuka kesempatan
bagi anak muda untuk berkiprah dalam aksi lingkungan.
Sudah saatnya anak muda
diberikan porsi tugas rumah untuk menyapu, mengelola sampah, menanam, atau merawat
taman. Anak muda juga dapat diajak dalam program-program kerja bakti di
kampung. Karang taruna, remaja masjid, atau komunitas lain dapat menjadi media
organisasi yang baik untuk menerapkannya.
Selanjutnya yang mesti
dipahami bahwa sekali lagi anak muda memiliki gaya dan cita rasa tersendiri.
Pendekatannya pun harus sesuai secara sosial budaya. Model kegiatan yang santai
dan gaul penting diupayakan dalam implementasinya. Anak-anak muda bisa diajak
melihat kiprah seperti Ronaldo.
Simbol-simbol kegaulan
itu ternyata juga mampu menjadi teladan dalam kepedulian lingkungan. Peduli
lingkungan sebagai bagian bukti anak gaul harus diangkat menjadi stigma
bersama. Anak muda mesti sadar bahwa gaya hidup hijau (peduli lingkungan) itu
juga gaul atau dengan kata lain “nggak gaul kalau nggak hijau”.
Bumi adalah titipan
anak cucu. Selain meninggalkan lingkungan yang lestari tentu mendidik generasi
agar peduli menjadi tanggung jawab kita bersama. Kelak mereka akan menjadi
orang tua. Jika pendidikan ini terus berlangsung maka akan menjadi siklus
transformasi yang akan menjamin nasib lingkungan di masa mendatang.