P. Gunung Rinjani |
Satu pagi setelah sarapan, kami bersiap berkemas untuk meninggalkan danau Segara Anak. Salah satu porter berujar, nanti silahkan Anda semua rasakan, ini semua seperti mimpi saja. Perlahan, kami naik, kadang harus berjalan merangkak di atas bebatuan terjal dengan pandangan terhalang kabut tebal. Danau sudah jauh.
Kalau sesekali menengok kebelakang, saya jadi heran dari mana kami dapat kemampuan memanjat dinding curam dan cadas barusan. Tak bisa ditawar, 7 bukit dan savana harus kembali dilalui.
Masih perlu waspada jangan sampai kaki terkilir. Jalan berpasir dan batu kerikil bikin kaki gampang terpeleset. Tongkat sangat membantu sebab nyaris sulit menemukan pohon besar untuk sekedar menahan badan ketika jatuh.
Kami jalan ibarat kepiting, miring - miring, dengkul mulai sakit menahan beban badan. Sementara menyusul kami, porter turun sambil berlari seperti tanpa beban saja.Hari mulai malam ketika kami tiba di basecamp CDC.
Perlu waktu 13 jam untuk sampai ke Desa Sembalun. 3 hari 2 malam di Rinjani memang seperti mimpi. Tapi sakit di paha, dengkul dan betis menjadi bukti ini bukan mimpi. Betul adanya ucapan Sir Edmund Hillary si pendaki legendaris itu. Tak ada alasan penting kenapa orang harus mendaki gunung. Kami mendaki ya karena gunung itu ada.
Karena Rinjani ada disana, meski dengkul rasanya mau copot, gunung purba dan Segara Anaknya itu betul - betul mengagumkan dan patut disambangi.
Kami bisa melihat melihat hamparan rumput, pohon bakbakan, cemara, Cantigi dan Edelweis yang belum masuk waktu berbunga. Ada anggrek yang kami jumpai diperjalanan, tapi tak jelas masuk jenis apa.
Dikawasan ini kabarnya ada 2 jenis anggrek endemik yaitu Perisstylus rintjaniensis dan P. lombokensis. Meski kabarnya jenis satwa juga cukup beragam, kami hanya jumpa monyet lapar di Pelawangan. Mereka berhasil merebut roti sarapan pagi langsung dari piringnya.
Selebihnya, suara ayam hutan bersahutan dikejauhan menemani kami kembali ke Desa Sembalun. Dan ada satu yang menarik:
Hampir tak ada sampah di sana. Porter membawanya kembali turun ke desa. Perkilo sampah dihargai Rp. 25.000. Cara unik ini efektif menjaga gunung tetap bersih. Perlu ditiru oleh Balai Taman Nasional lainnya di Indonesia
www.belantaraindonesia.org