Upaya Penyelamatan Hutan Kalimantan |
Tim Enggang dan Harimau dari kelompok Greenpeace dan Walhi melanjutkan petualannganya ke Kalimatan Tengah. Mereka menelusuri untuk melihat kondisi hutan yang tersisa.
Tim Enggang dan Harimau melakukan upacara pelepasan di Kantor Gubernur Kalimantan Tengah, Palangkaraya, Kamis (20/9/2012). Wakil Gubernur Kalteng H. Achmad Diran secara resmi menyambut kedatangan tim sekaligus melepas kepergian mereka untuk melanjutkan etape berikutnya yaitu Palangkaraya-Pontianak.
Sehari sebelumnya, Enggang dan Harimau tiba di Palangkaraya dengan disambut upacara adat di Palma, salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. Selain itu, acara penyambutan kedatangan tim juga dimeriahkan oleh penampilan Navicula Band, band rock independen asal Bali yang sejak tahun lalu ikut bergerilya berkampanye soal penyelamatan harimau dan habitatnya melalui musiknya.
"Ini merupakan kebanggaan bagi kami, menjadi bagian dalam tim untuk ikut menyusuri dan melihat langsung kondisi hutan terkini di Indonesia, khususnya Kalimantan," ujar Robby, vokalis Navicula Band.
"Kami akan menggantikan dan meneruskan perjuangan teman-teman WALHI Kalimantan Selatan dalam tur ini, untuk terus berupaya menyuarakan penyelamatan lingkungan dalam mewujudkan keadilan ekologis bagi masyarakat lokal khususnya di Kalimantan Tengah ini, Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Arie Rompas.
Di Kalimantan Tengah terdapat lahan eks PLG (Proyek Gambut Sejuta Hektar) yang dihentikan pemerintah pusat pada tahun 1999, sehingga menyebabkan sebagian kawasan itu menjadi rusak. Adapun kawasan PLG memiliki luas 1,4 juta hektar, yang tersebar di Kabupaten Kapuas, Barito Selatan, Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya. Sebagian kawasan itu dijadikan permukiman transmigran.
Degradasi hutan di Kalimantan terus terjadi. Secara umum, tahun 1985, hutan di Kalimantan 39,9 juta hektar, sedangkan menurut data 2010, luasan hutan yang tersisa tinggal 25,5 juta hektar. Dalam 25 tahun terakhir, hutan Kalimantan berkurang 14,5 juta hektar, termasuk lahan gambut.
"Moratorium harus mampu mewujudkan tata kelola hutan yang baik sehingga moratorium harus diterapkan berbasis capaian," pungkas juru bicara Greenpeace, Zulfahmi.