Beginilah suasana di Bebek Goreng Begos Makassar hampir setiap harinya |
Wisata Kuliner - Malam Sabtu sudah larut. Nyaris berganti hari. Tepat 3 Juli 2016, aku bersama kerabat Rakyatku.com memang telah mengagendakan acara makan bersama, beria sebelum lebaran.
Bebek Goyang Sulawesi atau Bego's pun jadi pilihan kami. Di pinggir jalan, pelipir kiri Jl Pettarani. Alasannya, sebab hampir seluruh tempat makan sudah kita cicip rasanya. Namun makanan berbahan dasar bebek, di Makassar, sulit ditemukan.
Kendaraan kami parkir berbareng. Cukup luas. Meski terlihat dari luar, pengunjung hampir memenuhi restoran Bego's. Meja sudah disiapkan untuk kami. Tertulis "Reserved" di atas meja kayu berpelitur. Sekiranya, lima meja dijajarkan oleh pihak restoran. Pula kami datang, puluhan orang.
Lelaki berbaju hitam berpostur tegap dan berisi kemudian menyambangi kami. Ramah sekali. Ia lantas duduk bersama sembari bercerita ngalo-ngidul. Namanya Lukman Latif. Salah satu pemilik Bego's. Dengar begitu, kusempatkan untuk bertanya soal peluang usaha yang kemudian nantinya membuatku berdecak kagum.
"Ini salah satu cara membesar Sulawesi. Bego's ada untuk mencitra Sulawesi," jelas Lukman tatkala kutanyai asal nama restorannya.
Berlogo bebek. Nama goyang diambil karena bebek jalannya bergoyang. Hingga seorang artis Indonesia, mempopulerkan goyangannya dengan nama goyang itik. Sulawesi sendiri untuk menyakralkan daerah kelahiran Lukman dan kawannya.
Lukman Latif tak sendiri mempoklamirkan Bego's. Ada enam temannya yang sama-sama menjadi alumnus Entrepeneur University yakni Abdul Kudus, Muchlis Misbah, Abbas, Subhan, Chaerul, Andi Azhari. Adapun mereka masing-masing punya dasar pengusaha yakni kuliner, apotek, kontraktor, supermarket.
"Saya sendiri kantoran," ujar Lukman sambil terkekeh.
"Kami memang pernah berjanji akan membuat satu ikon kuliner berbahan dasar bebek. Olehnya, kami sempat belajar banyak di tanah Jawa."
Satu hal yang mengagetkan saya tatkala restoran yang berdiri pada tanggal 2 mei 2016 ini, diawali dari perjanjian untuk bertemu di Masjid PWI Pettarani seusai salat Asar. Dari sana ide brilian Bego's muncul.
"Penjajakan untuk membuat Bego's itu makan waktu tiga tahun. Sementara waktu 4 bulan dari situ, digunakan untuk membenahi infastruktur, rasa, seerta pemasaran di medsos. Jadi penuh kehati-hatian," beber lelaki kelahiran 17 November 1979 ini.
"Saya sendiri dan teman dua orang asli Pinrang. Kita kenal banyak peternak bebek tapi mereka tidak tahu mau menyalurkan ke mana. Di Sulawesi, beternak bebek belum diatur secara baik sistemnya," kata Latif.
Lokasi : RM. Bebek Goyang Begos Makassar |
"Di Pinrang, khusus bagi peternak bebeknya tidak ada sistem yang menutup. Lempar begitu saja. Sekadar bekerja. Tidak dikelola dengan baik. Panen bebek pun cenderung musiman. Jadi sulit menemukan keberlanjutan untuk memesan. Itu kendalanya."
"Belajar dari itu. Saya dan teman yang lain bakal membuat sistem tertutup bagi peternak bebek. Jadi intinya, hasil ternak mereka, kami yang mengambil. Jadi sudah jelas arahnya, kan."
Aku pun bertanya soal persediaan bebek di Bego's. Ternyata, dari sana bisa ditakar berapa orang yang meramaikan Bego's tiap harinya. Menurut Lukman, per minggunya, ia menyediakan seribu ekor bebek mulai dari Pinrang, Sidrap dan Soppeng.
Soal rasa, diakui Lukman, daging bebek di Sulawesi ada perbedaan dengan bebek di tanah Jawa. Pun dirinya menjamin, kalau ada orang yang tak suka bebek boleh mencoba sajian khas Bego's itu.
"Kelembutan dagingnya beda. Bebek Sulawesi lebih lembut dagingnya. Sementara amis bebek, kami yakin tidak bakal pengunjung temukan di Bego's. Ada memang cara masak khusus yang koki kami temukan."
Aku tiba-tiba kepincut ingin menggigit daging bebek sewaktu Lukman bercerita seperti itu.
"Apalagi sambelnya. Ada tiga jenis yang kami tawarkan, yakni Sambel Korek, Sambel Ijo, Sambel Kriuk untuk Bebek Goreng, Ayam Goreng dan ditemani Sayur Asem."
Pelayan lalu datang ke arahku. Ia menundukkan kepalanya sedikit mendekati telingaku. Maklum, bising pengunjung membuat kami sulit berinteraksi. "Pesan bebeknya satu yah, sama air mineral," kataku. Pelayan pun mengangguk. Ia kemudian berjalan menuju dapur.
Tak berselang lama menunggu dan mengutak-atik ponsel. Bebek pesananku datang. Warnanya coklat keemasan di atas piring hijau daun. Lomboknya diberi tiga macam, terselip di bagian tepi piring. Nasinya pun terpisah. Hangat datangnya.
"Silakan dimakan," ujar Lukman mempersilakan.
Kupegang dada bebek tersebut. Kupencet sedikit. Kelembutan lalu terasa. Kulepas kulitnya yang menempel. Kupisah dari daging dan kemudian kucocol dengan sambal hijau. Kuapit makanan itu dengan jempol dan bantuan empat jari lainnya. Sembari mencomot sejumput nasi yang kemudian kusuap masuk ke mulut kecilku.
Dan oh, rasa kunyit yang tidak terlalu kuat mendera lidahku yang sedari tadi kelaparan. Gurih minyak serta rasa asin yang pas dari daging bebek tersebut lalu bercampur dengan sambal hijau serta nasi yang hangat. Kukunyah mereka agak lama agar sekiranya, rempah dari menu itu kurasakan nikmatnya.
Ku pun membatin kalau Lukman membuktikan kata-katanya kali ini. Tidak ada amis yang tercium. Yang ada hanya kegurihan dan kelezatan. Nikmat benar mencicipnya. Apalagi daging bebeknya. Empuk sekali.
Kucoba tulang dadanya yang digoreng garing. Kulepaskan dari daging. Dan walhasil, saya benar-benar memujinya lagi. Kriuknya tak bisa dielaki ketika gigi atas dan bawah mengigit tulang tersebut. Hanya satu kata, gurih!
Sekiranya tak sampai 10 menit, hidangan tersebut sudah ludes di depan mataku. Keronconganku hilang. Saya lantas memuji Lukman yang serius melihat aku dan kawan dari Rakyatku.com menyantap makanannya masing-masing.
"Mantap bebeknya!" kataku pada Lukman yang kemudian melempar senyumnya.
Ke depan, restoran yang mempunyai 40 karyawan itu akan menambah menu lain lagi yakni Nasi Uduk, Palekko serta aneka sayuran. "Terima kasih sudah datang ke sini. Itulah harapan kami ke depannya. Semoga bisa menambah daftar kuliner di Makassar," tukas Lukman akhirnya.
sedikit kisah dari sobat sobat Tim rakyatku.com