Pada era dulu hingga kini, banyak manusia yang berlabelkan pendaki
gunung terus menerus memburu sebuah tempat yang akan menjadikannya seorang
pendaki yang sejati. Dan tempat itu adalah puncak gunung! Di mulai dari proses
awal perjalanan pendakian hingga berlelah raga menyusuri tingginya tebing, akan
terpuaskan rasa dengan meraih puncak.
Itulah seorang pendaki
gunung. Apa yang di dapat dari pendakiannya? Kepuasan batin oleh tercapainya
puncak gunung. Lelah pun terlupakan. Hanya itu?
Sebagian pendaki,
metode pendakiannya adalah pendakian tradisional. Naik, puncak, turun kembali
dan melupakan tentang menjaga alam gunung. Sampah bertebaran, pohon teramuk dan
teraniaya, rumput dan semak meranggas. Membabi buta guna mencapai puncak tertinggi.
Mereka lupa bahwa ada
kewajiban mutlak yang harus dilakukan, yakni turut menjaga asrinya alam di
gunung dan hutan yang di timpakan jejaknya, yakni dengan cara: Konservasi!
Apakah itu konservasi?
Konservasi adalah upaya
pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan, manfaat yang dapat di
peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen
lingkungan untuk pemanfaatan masa depan.
Pemanfaatan sumber daya
alam hayati perlu dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan secara bijaksana,
hal ini untuk menjamin agar persediaan sumberdaya alam tidak habis dalam waktu
singkat. Pemanfaatan dengan penuh tanggung jawab dan bijaksana itulah yang kita
sebut dengan konservasi.
Jadi, para pendaki
gunung dengan segenap kemampuannya saat melakukan pendakian dan tetap melakukan
kewajibannya, yakni berlaku konservatif akan menemukan puncak dari segala
puncak yaitu Puncak Sejati yang bernama Konservasi.
Menjadi manusia pendaki
yang berguna bagi alam, berguna bagi lingkungan dan cinta dengan keramahan
alam.
Seperti hal kecil
dengan membawa turun kembali sampah milik kita sendiri atau sampah yang bisa
terlihat di lereng gunung. Bila sebelumnya pernah melakukan dosa membuang
sampah di gunung sekecil apapun itu, tebuslah dengan melakukan aksi bersih
gunung saat mendaki gunung itu lagi.
Bagi komunitas pendaki
baik komersil maupun non profit, sebisa mungkin melakukan aksi bersih gunung
dalam setiap pendakian massalnya. Jangan hanya jadi ajang pelampiasan ambisi
pribadi ataupun usaha menarik keuntungan semata. Alangkah bagusnya diiringi
dengan kegiatan bernilai konservasi minimal bersih gunung atau melakukan
reboisasi dan lainnya.
Pemahaman tentang green
climbing mountain harus disebarluaskan kepada pendaki pemula maupun kelompok
pecinta alam baru lewat milis, jejaring sosial, diskusi, pendidikan dasar
kepecintaalaman di sekolah, kampus, dan lainnya. Tanamkan kesadaran bahwa
hutan, gunung, dan isinya adalah harta tak ternilai, investasi masa depan untuk
kehidupan generasi berikutnya.
Justru banyak yang
berkomentar dan memandang kegiatan pendaki konservatif dengan pandangan sebelah
mata. Misalnya melihat pendaki memungut sampah, dia akan berkata:" Sedang
mulung ya mas ?" atau " Titip ya sampahnya.." dan lain - lain
perilaku. Dan yang lebih menyakitkan lagi adalah ucapan: " Ah malas,
capek..mengapa mesti bawa turun sampah? "
Itu adalah hal kecil
dari pendaki konservatif, masih banyak hal yang bisa dilakukan dan harus
dilakukan bagi pendaki yang berhaluan konservatif. Pada intinya, ikut menjaga
agar alam ini tetap hijau dan terawat. Bila itu terjadi, dalam pendakian gunung
anda mencari lokasi untuk befoto akan lebih bangga, walau wajah tidak
mendukung, tetapi alam membantu membuat penampilan kita di foto menjadi lebih
bagus.
Ingatlah perilaku jorok
kita di gunung, dapat merusak imej seluruh pendaki di mata dunia. Nah, detik
ini juga lakukanlah Green Adventuring, Green Mountaineering dalam setiap
petualangan dan pendakian. Karena Puncak Sejati Adalah Konservasi.
by : belantaraindonesia