Kondisi Kampung Jabi Batam Tak Luput dari Penambang Pasir |
Hutan merupakan paru-paru dunia yang harus dijaga keberadaannya. Hutan
memiliki banyak fungsi yang sangat penting bagi keseimbangan ekosistem
makhluk hidup. Di dalam hutan terdapat varian pohon yang memiliki
kaitan erat dengan hutan.
Ditinjau dari keadaan hutan Kepulauan Riau khususnya daerah Kota Batam yang setiap tahunnya semakin kritis dikarenakan berbagai factor, baik dari luar maupun dari dalam.
Sebagian besar kerusakan hutan diakibatkan oleh perilaku manusia yang menebang pohon secara liar tanpa melakukan reboisasi.
Bila kita lihat di daerah kecamatan B.aji dan Kec sagulung ,menjamurnya
soumel2 pengolahan kayu,didaerah pemukiman warga , mungkin diduga kayu
yang diolah disana adalah hasil dari penebangan liar yang dilakukan
perambah hutan di Batam.
Aktivitas penambangan pasir darat secara ilegal semakin marak di Batam.
Salah satunya, lahan kosong di kawasan Batu Besar, Nongsa, seluas 50
hektare kini mulai disulap pelaku penambangan ilegal menjadi
kubangan-kubangan besar demi meraih keuntungan pribadi tanpa memikirkan
imbas terhadap ekosistem lingkungan dan masyarakat.
Di Kota Batam ada beberapa titik lokasi penambangan pasir darat ilegal, antara lain kawasan Batu Besar, Nongsa, Kabil, Telaga Punggur, Tembesi, Sembulang dan Tanjung Piayu. Namun penambangan terbesar pasir darat ilegal di Batam terdapat di Kampung Panglong, Batu Besar.
Namun sayang, aktivitas penambangan pasir yang merusak lingkungan dan ekosistem alam ini seolah tak mendapat perhatian serius dari Pemerintah Kota (Pemko) Batam ataupun aparat kepolisian setempat. Sebab tambang ilegal ini hanya berjarak satu kilometer dari Mapolda Kepri.
Pantauan di lapangan, penambangan pasir darat ini tak hanya lagi dilakukan di atas lahan milik warga, namun kini sudah merambah ke lahan bakau (mangrove) di kawasan Panglong, Batu Besar sehingga merusak ekosistem alam dimana setiap harinya terlihat puluhan mesin-mesin yang menyedot pasir untuk kemudian dijual.
Satu mesin tambang pasir darat ilegal ini dapat menghasilkan 15 kubik per hari. Sehingga tak menutup kemungkinan kembali tambah menjamur penambang yang akan melakukan aktivitas di sana, sebab dalam satu kubangan terdapat puluhan mesin yang siap menyedot pasir darat.
Penambang pasir ilegal ini membayar uang sebesar Rp 175 ribu perhari untuk setiap mesin kepada pemilik lahan. Di lokasi tambang di Panglong, Batu Besar ada dua lahan tambang yang dimiliki oleh seorang tuan tanah.
Selanjutnya pasir darat ini diangkut menggunakan truk dan dijual kepada usaha toko bahan bangunan di Batam dengan harga berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp600 ribu per truk.
Pemko Batam melalui Dinas Perdagangan dan ESDM telah membentuk tim khusus untuk melakukan pengawasan tambang pasir darat ilegal ini. Tetapi tim ini hanya sebatas melakukan razia terhadap truk-truk pengangkut pasir yang keluar dari area penambangan.
Warga sekitar yang resah dengan aktivitas tambang ilegal sering melaporkan ke pemerintah. Namun ketika akan ada razia, pelaku penambangan langsung menghilang dan tak ada kegiatan di lokasi tambang.
Di Kota Batam ada beberapa titik lokasi penambangan pasir darat ilegal, antara lain kawasan Batu Besar, Nongsa, Kabil, Telaga Punggur, Tembesi, Sembulang dan Tanjung Piayu. Namun penambangan terbesar pasir darat ilegal di Batam terdapat di Kampung Panglong, Batu Besar.
Namun sayang, aktivitas penambangan pasir yang merusak lingkungan dan ekosistem alam ini seolah tak mendapat perhatian serius dari Pemerintah Kota (Pemko) Batam ataupun aparat kepolisian setempat. Sebab tambang ilegal ini hanya berjarak satu kilometer dari Mapolda Kepri.
Pantauan di lapangan, penambangan pasir darat ini tak hanya lagi dilakukan di atas lahan milik warga, namun kini sudah merambah ke lahan bakau (mangrove) di kawasan Panglong, Batu Besar sehingga merusak ekosistem alam dimana setiap harinya terlihat puluhan mesin-mesin yang menyedot pasir untuk kemudian dijual.
Satu mesin tambang pasir darat ilegal ini dapat menghasilkan 15 kubik per hari. Sehingga tak menutup kemungkinan kembali tambah menjamur penambang yang akan melakukan aktivitas di sana, sebab dalam satu kubangan terdapat puluhan mesin yang siap menyedot pasir darat.
Penambang pasir ilegal ini membayar uang sebesar Rp 175 ribu perhari untuk setiap mesin kepada pemilik lahan. Di lokasi tambang di Panglong, Batu Besar ada dua lahan tambang yang dimiliki oleh seorang tuan tanah.
Selanjutnya pasir darat ini diangkut menggunakan truk dan dijual kepada usaha toko bahan bangunan di Batam dengan harga berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp600 ribu per truk.
Pemko Batam melalui Dinas Perdagangan dan ESDM telah membentuk tim khusus untuk melakukan pengawasan tambang pasir darat ilegal ini. Tetapi tim ini hanya sebatas melakukan razia terhadap truk-truk pengangkut pasir yang keluar dari area penambangan.
Warga sekitar yang resah dengan aktivitas tambang ilegal sering melaporkan ke pemerintah. Namun ketika akan ada razia, pelaku penambangan langsung menghilang dan tak ada kegiatan di lokasi tambang.
galery foto