Masyarakat nelayan di Teluk Kolono, Konawe Selatan, Sulawesi
Tenggara, menunjukkan kebanggaan akan potensi lautnya melalui Festival
Teluk Kolono di desa Lambangi, 12–14 Maret 2014.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Konawe Selatan,
Ir. Abdul Rahman K. menuturkan, “Perairan Teluk Kolono kaya
akan berbagai ikan karang bernilai ekonomi tinggi seperti Kerapu, Kakap,
Kuwe, Baronang, Tenggiri, Pari, Awu-awu dan Layang Juga biota laut yang
dikonsumsi oleh masyarakat seperti Lobster, Gurita, Cumi-cumi, dan
Sotong.
Potensi laut yang tinggi ini menyadarkan masyarakat untuk
melestarikan lumbung ikan di perairannya. Untuk pertama kalinya,
masyarakat nelayan Teluk Kolono terlibat aktif, duduk bersama merumuskan
Peraturan Desa mengenai pengelolaan Daerah Perlindungan Laut (DPL)
Teluk Kolono sebagai sumber perikanan berkelanjutan.”
Staf DKP Konawe Selatan sekaligus Manajer Kampanye Program Pride di
DPL Teluk Kolono, Musriyadi, S.Pi. menginformasikan, ”Festival Teluk
Kolono merupakan bagian Program Pride bagi Perikanan Berkelanjutan di
DPL Teluk Kolono, kerja sama antara DKP Konawe Selatan dan Rare sejak
Juni 2012. Program Pride mendorong masyarakat nelayan di desa Lambangi,
Tumbu-Tumbu jaya, Ngapawali, Batu Putih dan Rumba-Rumba untuk terlibat
aktif dalam pembentukan Peraturan Desa mengenai pengelolaan DPL Teluk
Kolono serta menjadi anggota Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas)
untuk mengawasi pemanfaatan sumber daya perikanan di DPL Teluk Kolono.
Kini telah terbentuk dua DPL di perairan desa Ngapawali dan desa
Tumbu-tumbu Jaya dengan luas total lebih dari 50 hektar.
Nelayan didorong untuk menangkap ikan di luar batas DPL. Di akhir
Program Pride pada Juni 2014, diharapkan tercapai dampak konservasi
berupa stabilnya tutupan terumbu karang hidup dan sehat di DPL Teluk
Kolono yang pada akhirnya akan menjamin ketersediaan sumber daya
perikanan bagi masyarakat Teluk Kolono.”
“Dulu hasil tangkapan banyak. Biar pakai obor, turun memancing bisa
dapat ikan banyak. Tapi sekarang hasil mulai berkurang. Biar pakai lampu
yang terang, kadang nda ada hasil sama sekali. Lima tahun yang lalu,
terumbu karang masih bagus. Sekarang sudah banyak yang rusak karena
banyak yang tangkap ikan pakai bom.” M. Yamin, nelayan dari desa
Tumbu-tumbu Jaya menceritakan kondisi perikanan saat ini.
“Penelitian kualitatif oleh DKP Konawe Selatan dan Rare pada Oktober
2012 di desa Lambangi, Tumbu-Tumbu Jaya, Ngapawali, Batu Putih dan
Rumba-Rumba, menyebutkan bahwa rata-rata nelayan mengalami penurunan
hasil tangkapan dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu, ukuran ikan
yang tertangkap semakin kecil serta lokasi tempat mencari ikan semakin
jauh. Salah satu penyebab kondisi ini ialah penggunaan bahan peledak dan
racun potas untuk menangkap ikan oleh sejumlah oknum nelayan yang tidak
bertanggung jawab sehingga mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu
karang sebagai rumah ikan.
Monitoring bawah laut oleh DKP Konawe Selatan dan Rare di DPL desa
Ngapawali dan desa Tumbu-tumbu Jaya pada Januari 2013 menunjukan
persentase luas tutupan karang keras hidup dan sehat di kedua DPL
tersebut berada pada kategori ‘rusak sedang’ sebesar 31% dan 35% sesuai
Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang, Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No.04 tahun 2001. Oleh karena itu, pembentukan kawasan
perlindungan laut guna pelestarian ekosistem terumbu karang menjadi
salah satu solusi yang digagas dan dikembangkan bersama masyarakat
nelayan Teluk Kolono.
“Kecamatan Kolono merupakan salah satu dari sedikit kawasan di
Kabupaten Konawe Selatan yang bebas dari pertambangan. Masyarakat
nelayan sadar bahwa pertambangan akan merusak ekosistem terumbu karang
dan sumber daya laut Teluk Kolono. Masyarakat tergugah hatinya untuk
berpartisipasi menjaga DPL supaya ikan senantiasa ada untuk kita dan
anak cucu kelak,” jelas Camat Kolono, Drs. Muh. Yusuf.
“Program Pride ini menggugah rasa bangga masyarakat nelayan Teluk
Kolono akan kekayaan sumber daya laut karunia Allah SWT. Mari kita
bersama-sama mengelola DPL untuk melestarikan terumbu karang sebagai
rumah ikan, supaya ikan selalu ada dan bertambah banyak. Jaga rumahnya
agar melimpah. Ini sesuai dengan visi pembangunan Kabupaten Konawe
Selatan sebagai ‘Kabupaten Minapolitan’ yang dijabarkan melalui misi
yakni ‘Mewujudkan Masyarakat Konawe Selatan Sejahtera Berbasis
Pedesaan’. Untuk mewujudkannya, mari kita bekerja keras bersama-sama
bagi kesejahteraan nelayan di masa kini dan masa mendatang,” tegas
Bupati Konawe Selatan, Drs. H. Imran, M.Si saat membuka Festival Teluk
Kolono.
Bupati Konawe Selatan juga berdiskusi dengan nelayan dan mencanangkan
Gerakan Pelestarian Teluk Kolono. Pembukaan festival ini disaksikan
oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe
Selatan, Ketua Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda)
Konawe Selatan, Kepala DKP Konawe Selatan, Camat Kolono dan 31 orang
Kepala Desa di wilayah Kecamatan Kolono.
Lebih dari 3.000 orang masyarakat nelayan teluk Kolono memadati
festival ini. Festival ini dimeriahkan dengan berbagai lomba bagi
masyarakat nelayan seperti lomba perahu hias, lomba dayung, lomba balap
katinting, lomba masak olahan tradisional hasil laut, lomba foto
lingkungan perairan, lomba cipta lagu konservasi, lomba tarik tambang
perahu, stand desa dengan makanan tradisionalnya, tarian tradisional dan
lainnya.
“Festival Teluk Kolono yang baru pertama kali dilaksanakan ini
merupakan kegiatan positif dalam melestarikan lingkungan perairan
pesisir Teluk Kolono. Juga melestarikan budaya-budaya lokal yang
keberadaanya mulai terkikis oleh perubahan zaman. Oleh karena itu,
Festival Teluk Kolono akan dijadikan sebagai kegiatan tahunan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan,” tambah Bupati Konawe
Selatan, Drs. H. Imran, M.Si.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi :
• Musriyadi, Manajer Kampanye Pride untuk Perikanan Berkelanjutan di
DPL Teluk Kolono, Dinas Kelautan & Perikanan Kabupaten Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara, +62 852 4285 8440, musriyadia@ymail.com
• Yayat Afianto, Pride Program Manager, Rare, +62 81110 7080, yafianto@rare.org