Perjalanan ke Gunung Semeru |
Keinginan untuk mendaki Semeru muncul saat menonton film 5 CM 2 tahun lalu. “Indonesia keren banget ya…” Itu yang muncul dalam benak saya saat itu. Saya bertekad suatu saat saya pasti naik gunung (termasuk Semeru) untuk melihat keindahan alam Indonesia, ya tidak harus langsung Semeru lah, yang dekat-dekat dulu. Kesempatan itu datang saat saya diajak naik gunung Gede pertengahan tahun 2013. Setelah turun dari Gede, saya ketagihan naik gunung dan mencoba naik beberapa gunung lain. Dan akhirnya kesempatan itu datang, seorang teman saya mengajak naik ke Semeru setelah UAS. Akhirnya salah satu impian saya akan segera terwujud!
Sehari setelah UAS, tanggal 31 Mei 2015, saya memulai perjalanan ke Semeru. Agar tidak kehabisan tiket kereta, kami memesan tiket 1 bulan lebih awal. Total tiket pergi sekaligus pulang tanggal 7 Juni seharga Rp. 230.000,-. Berangkat dari Stasiun Senen pk 15.15, rombongan kami yang berjumlah 13 orang (2 orang sudah berangkat terlebih dahulu) sampai di stasiun Malang pk. 08.15. Perjalanan selama 17 jam memang melelahkan, namun tak menyurutkan semangat kami untuk mendaki puncak tertinggi di Pulau Jawa. Keluar dari stasiun, kami mencarter angkot untuk ke Tumpang sebanyak 2 angkot dengan harga Rp. 260.000,-.
Sampai di Tumpang sekitar pk 09.00 dan melengkapi perbekalan pendakian yang kurang, pk. 10.15 kami melanjutkan perjalanan ke pos Ranu Pani dengan menaiki mobil pick up dengan membayar Rp. 45.000,-/orang. Selama 2 jam perjalanan kami disuguhi pemandangan kaki Gunung Semeru dan kawasan TNBTS. Di satu kesempatan terdapat Padang Sabana dan Gunung Bromo terlihat megah di kejauhan. Sampai di Ranu Pani, dilanjutkan registrasi simaksi dan briefing. Simaksi Semeru selama 1 hari seharga Rp. 12.500,- untuk weekdays dan Rp. 25.000,- untuk weekend. Kami memulai pendakian pk. 13.30 menuju tempat camp pertama kami di Ranu Kumbolo, sebuah danau di atas Gunung dengan ketinggian 2.400 mdpl.
Nikmatnya Mendaki Gunung Semeru |
Dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo pendaki akan melewati jalan sepanjang 10 km dengan 4 pos peristirahatan. Pos peristirahatan berupa pondok dimana di pos 1 dan 2 ada yang berjualan semangka dan gorengan bagi pendaki yang kelelahan. Dari Ranu Pani sampai pos 3, jalan saya masih cukup stabil meski jarak antar pos ini bisa dibilang jauh karena medannya relatif datar meski cenderung menanjak. Di jalan ini juga terdapat sebuah longsoran tebing yang jalannya cukup sempit dan curam di sisinya sehingga disediakan sebuah tali untuk menyebrang. Dari pos 3 menuju pos 4 inilah saya mulai melambat dan ketinggalan dari beberapa teman saya karena medannya didominasi tanjakan. Selepas pos 4, Ranu Kumbolo mulai terlihat di kejauhan.
Namun kami harus memutari danau terlebih dulu sebelum sampai di tempat camp. Kami baru sampai di tempat camp pk. 19.30 dan langsung mencari teman kami yang sudah datang terlebih dahulu serta tempat untuk mendirikan tenda. Kami membagi tugas, ada yang mendirikan tenda, ada yang masak. Beberapa orang mengambil air di danau, air disini cukup bersih meski tidak bisa diminum. Oh iya, bila ingin buang air disini, di dekat shelter terdapat wc sederhana (hanya terdapat sebuah lubang) yang dibangun oleh pihak pengelola. Jangan buang air sembarangan ya, supaya tetap terjaga kebersihannya. Setelah semua tenda berdiri, kami menikmati makan malam dan langsung tidur.
Besoknya, pagi-pagi kami bangun dan menikmati sunrise di Ranu Kumbolo. Terlihat indahnya saat matahari pelan-pelan menyelinap naik melalui celah punggungan bukit. Ranu Kumbolo seperti cermin raksasa yang memantulkan cahaya matahari. Puas menikmati sunrise, kami memasak sarapan dan packing untuk melanjutkan perjalanan ke tempat camp kedua di Kalimati. Kenapa kami memilih Kalimati daripada Arcopodo? Pertimbangannya karena Kalimati lebih dekat dari Ranu Kumbolo dan masih terdapat sumber air. Kami berangkat sekitar jam 10.00, perjalanan dimulai dengan melewati Tanjakan Cinta.
Kenapa namanya Tanjakan Cinta? Karena berbentuk bukit yang apabila dilihat dari kejauhan menyerupai bentuk hati. Mitosnya kalau berhasil menaiki tanjakan ini dengan memikirkan orang yang disukai tanpa menoleh kebelakang, maka cintanya akan abadi. Yah saya sih tidak tahu ini benar atau tidak, dan tidak berniat membuktikan karena yang saya pikirkan ketika menaiki tanjakan ini hanya ingin secepatnya sampai di atas. Tanjakannya benar-benar berat apalagi sambil membawa carrier. Haha.. Setelah sampai di puncak bukit tanjakan cinta ini kami melewati padang savana bernama Ora-ora Ombo, sebenarnya ini padang indah sekali kalau bunga-bunganya mekar, dimana padang ini akan dipenuhi warna keunguan bunga lavender.
Tapi sayang saat kami lewati tidak terlalu mekar. Selepas Ora-ora Ombo kami melewati hutan dengan medan yang naik-turun bernama Cemoro Kandang, setelah Cemoro Kandang, kami melewati Jambangan yang medannya relatif datar. Dari Jambangan sudah terlihat Mahameru, puncak dari gunung Semeru, membuat kami semakin semangat berjalan.dan akhirnya sampai di Kalimati sekitar pk 14.00. Di Kalimati kami beristirahat, makan dan briefing sebelum menuju Mahameru. Semua orang yang ingin ikut summit attack (istilah untuk naik ke puncak) sudah harus makan malam dan tidur sebelum jam 8 malam karena tengah malam kami akan summit attack ke Mahameru.
Jam sepuluh malam kami bangun dan bersiap ke Mahameru. Setiap orang wajib untuk membawa perbekalan masing-masing seperti air minum, coklat, madu, dsb. Pk 22.30 kami memulai perjalanan menuju Mahameru. Sekitar 2 jam berjalan, selepas keluar hutan Arcopodo, disinilah tantangan sesungguhnya dimulai. Inilah track terberat sepanjang perjalanan. Menurut petunjuk, jarak Arcopodo sampai Mahameru “hanya” 1,5 km. Tapi, siapa yang menyangka, lereng Mahameru semuanya hanya terdiri dari pasir dan batu, tanpa pohon di manapun membuat angin dingin menerpa langsung ke tubuh tanpa ampun.
Sungguh merupakan tantangan yang amat sulit. Jarak 1.5 km terasa bagai 10 km dengan tujuan yang tidak sampai-sampai. Menaiki lereng ini harus berjalan amat hati-hati. Harus pintar-pintar memilih pijakan bahkan harus merangkak agar tidak jatuh, karena tidak semua batu kuat menopang. Bahkan apabila kita salah berpijak dan mengakibatkan batu-batuan besar jatuh, kita harus berteriak memperingatkan pendaki lain di bawah kita. Mendaki lereng Mahameru seperti maju 2 langkah mundur 1 langkah saking sulitnya. Ditambah angin kencang yang semakin ke atas semakin terasa dingin, membuat langkah terasa semakin berat. Bahkan sudah memakai pakaian 3 lapis pun masih terasa amat dingin. Berhubungan saya tak kuat dingin, dan kondisi badan sudah drop akibat ngantuk dan lelah karena berjalan ber jam-jam, mungkin bila tidak ada teman saya, saya sudah pingsan di tempat. Setelah perjuangan selama ber jam-jam mendaki, akhirnya kami sampai di lereng tepat sebelum puncak jam 6 pagi. Di sini kita menikmati sunrise dari matahari yang keluar dari peraduannya. Setelah menikmati sunrise, kami berjalan lagi dan akhirnya sampai di Mahameru jam 7 pagi.
Mahameru!! Akhirnya saya berdiri di tanah tertinggi di Pulau Jawa. Berdiri di ketinggian 3.676 mdpl. Sebuah perasaan yang tidak dapat digambarkan. Dari Puncak Mahameru terlihat samudra awan di sekelilingnya, terlihat juga Ranu Kumbolo, bukit-bukit di kaki gunung Semeru, serta Gunung Bromo, Gunung Arjuno dan Gunung Welirang di kejauhan. Sungguh pemandangan yang sangat luar biasa! Di sisi selatan Mahameru terdapat letusan kawah yang terjadi sekitar setiap 15 menit sekali. Puncak Mahameru begitu luas sehingga dapat menampung banyak pendaki. Di Puncak Mahameru terdapat sebuah penanda dan bendera Indonesia yang laris digunakan para pendaki untuk berfoto, terdapat juga plakat In Memoriam Soe Hoek Gie dan Idhan Lubis yang meninggal di Mahameru.
Setelah puas foto-foto di Mahameru, matahari semakin tinggi menandakan kami sudah harus segera turun. Karena diatas jam 10, arah angin berubah dan membawa gas beracun yang sangat berbahaya bagi para pendaki. Kami menuruni lereng dengan cara berseluncur. Berseluncur? Iya, berseluncur.. haha.. Karena sulit sekali berjalan turun dengan cara biasa. Meski begitu, harus tetap berhati-hati karena bisa menabrak pendaki lain. Melewati Arcopodo, pendaki harus berhati-hati mengikuti jalur karena jalurnya dapat menyesatkan. Sesampainya di Kalimati sekitar jam 12, kami semua langsung makan dan tidur karena kelelahan dan masih harus bersiap turun ke Ranu Kumbolo sore harinya.
Sekitar jam 4 sore, kami bangun dan packing kemudian berjalan turun menuju Ranu Kumbolo. Gerimis kecil menyertai perjalanan turun kami. Saat melewati Ora-ora Ombo, kami memilih jalan melipir melewati punggungan bukit. Sesampainya di Ranu Kumbolo kami semua segera beristirahat karena masih kelelahan setelah summit attack.
Besok paginya, hujan masih menerjang sehingga sunrise tidak terlalu terlihat karena berkabut. Setelah hujan reda, kami langsung menjemur barang-barang kami yang basah karena kehujanan dan packing untuk turun ke Ranu Pani. Sekitar jam 11 kami mulai meninggalkan Ranu Kumbolo. Perjalanan turun terasa lebih mudah karena medannya menurun dan beban sudah berkurang. Jam 15.00 kami sudah sampai di Ranu Pani.
Perjalanan menuju Mahameru sungguh luar biasa. Suatu pengalaman yang baru. Sebuah impian yang terwujud. Dan tentunya perjalanan yang tak ternilai harganya. Semoga suatu saat saya bisa kembali lagi ke Puncak tempat Para Dewa bersemayam.
Michelle Layanto
michelle.layanto11@gmail.com