Hutan Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang baru dibakar untuk kebun sawit di Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh. Foto : Chik Rini |
Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil, di Kabupaten Aceh Selatan merupakan hutan rawa gambut terbesar di Propinsi Aceh. Hutan yang merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser itu terletak di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara. Kawasan ini kaya akan keanekaragaman hayati, dan memiliki populasi orangutan sumatera terpadat di Leuser.
Akan tetapi saat ini, Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil yang merupakan hutan rawa gambut terbesar di Propinsi Aceh dirambah secara massif untuk perkebunan kelapa sawit. Tak jelasnya tapal batas di lapangan dan pembukaan jalan yang melintasi kawasan konservasi ini menyebabkan hutan dirambah dibanyak tempat oleh masyarakat lokal, pendatang, mantan pejabat dan pengusaha bermodal besar.
Informasi dari Manager Program Yayasan Leuser Internasional (YLI), Abu Hanifah Lubis yang dihubungi pekan lalu mengatakan luas hutan yang dirambah terluas berada di Kecamatan Runding Kota Subulussalam mencapai 1700 hektar dan 300 hektar di Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan. Perambahan dan illegal logging yang telah berlangsung selama 5-10, diduga dilakukan oleh masyarakat, mantan pejabat setempat dan pengusaha lokal.
“Alasan mereka karena tidak tahu batas kawasan. Masyarakat juga menganggap itu tanah adat mereka yang sudah ada sebelum penetapan SM,” kata Abu Hanifah.
Senada dengan Abu, aktivis Forum Konservasi Leuser, Rudi Putra menyebutkan, kerusakan di SM Rawa Singkil sangat parah, mencapai 25% dari luas 102.500 hektar hutan Rawa Singkil.“Bila ditambah dengan kegiatan illegal logging kerusakannya kami perkirakan 40% dari luas SM Rawa Singkil. Kita dapat saksikan pembukaan lahan secara luas di Runding dan Trumon, serta kayu dimana-mana,” kata Rudi.
Ekspansi kebun kelapa sawit di sekitar SM Rawa Singkil sangat mengkhawatirkan. Meski pembukaan lahan rata-rata 2 hektar per kepala keluarga, namun karena dilakukan oleh banyak pihak berdampak sangat besar pada kerusakan hutan konservasi ini.
Menurut Rudi persoalan tata batas yang tidak jelas dan tidak konsisten menjadi masalah pelik di lapangan. Dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 166/Kpts-II/1998 luas SM Rawa Singkil ditetapkan seluas 102.500 hektar, dengan batas terluar bagian selatan, timur dan barat mengikuti batas alam yakni pantai dan sungai dan di bagian utara membentuk tutup botol.
Namun dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 170/2000 tentang tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Provinsi Daerah Istimewa Aceh, batas ini tidak lagi mengikuti batas pantai dan sungai serta dibagian utara yang membentuk seperti jari tangan yang tidak konsisten. Akibatnya pengawasan terhadap wilayah sangat sulit dilakukan.
“Apalagi tata batas sampai saat ini tidak ada. Bilapun tata batas dibuat tetapi mengacu kepada SK 170/2000 maka dapat dipastikan pengawasan terhadap SM Rawa Singkil akan sangat sulit sehingga dapat diprediksi sebagian besar hutan akan hilang,” kata Rudi.
Perambahan hutan untuk kebun sawit yang dilakukan di jalan yang baru dibuka menuju Bulohseuma, Kabupaten Aceh Selatan. Foto : Chik Rini
Perambahan hutan untuk kebun sawit yang dilakukan di jalan yang baru dibuka menuju Bulohseuma, Kabupaten Aceh Selatan. Foto : Chik Rini
Perambahan hutan untuk kebun sawit yang dilakukan di jalan yang baru dibuka menuju Bulohseuma, Kabupaten Aceh Selatan. Foto : Chik Rini |
Dalam Qanun Tata Ruang Wilayah Aceh yang baru disahkan tahun ini, luas kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil telah diubah menjadi 82.173 ha. Ini dilakukan karena ada usulan dari pemerintah kabupaten untuk mengeluarkan kawasan yang sudah bukan berupa hutan (kebun dan peruntukan lain) baik di Aceh Selatan dan Subulussalam. Sementara di Aceh Singkil ini terkait dengan rencana pembukaan jalan menuju Bulohseuma.
Namun alih fungsi kawasan hutan ini masih menunggu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Kawasan yang dikeluarkan dari SM Rawa Singkil termasuk juga areal perkebunan milik PTPN I dan pemukiman transmigrasi yang sudah ada di sana sebelum penetapan SM.
Menurut Rudi Putra, pembangunan beberapa ruas jalan yang melintasi SM Rawa Singkil memberi pengaruh pada aktivitas perambahan. Ruas jalan Trumon-Bulohseuma yang diizinkan pemerintah untuk dibuka pada 2009 mulai dirambah di sekitarnya. Selain itu jalan Rundeng – Muara Batu-Batu – Krueng Luas juga seperti itu.“Kami juga baru mendapatkan data bahwa telah terjadi pembukaan jalan dari Rundeng – Buelohseuma yang membelah Suaka Margasatwa Rawa Singkil,” kata Rudi yang pernah menang penghargaan lingkungan dari Goldman 2014.
Dia menegaskan pemerintah berkewajiban mengembalikan fungsi kawasan yang telah rusak menjadi hutan kembali dengan berbagai macam cara termasuk penegakan hukum bagi yang melanggar.“Bahkan perlu menghentikan pembangunan jalan yang memberi pengaruh pada SM Rawa Singkil,” pungkasnya.
Rudi juga menyarankan agar kearifan masyarakat lokal perlu didorong untuk melestarikan SM Rawa Singkil. “Masyarakat sebenarnya sudah sangat merasakan ekonomi dari konservasi Rawa Singkil seperti sumber ikan dan madu yang melimpah serta sebagai pengatur tata air yang penting,” tambahnya.
Sebuah kebun sawit milik warga di Trumon yang masuk dalam kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh. Foto : Chik Rini
Sebuah kebun sawit milik warga di Trumon yang masuk dalam kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh. Foto : Chik Rini
Sebuah kebun sawit milik warga di Trumon yang masuk dalam kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh. Foto : Chik Rini |
Permasalahan perambahan sawit di SM Rawa Singkil dibenarkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh selaku pengelola kawasan ini.Kepala BKSDA Aceh Genman Suhefti Hasibuan yang dihubungi Rabu (16/7/2014) mengatakan tidak tahu persis berapa luas SM yang dirambah sawit secara tidak sah oleh masyarakat, namun dia memperkirakan mendekati angka seribu hektar.
Genman mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Polda Aceh untuk melakukan penyelidikan awal untuk memastikan siapa yang terlibat. “Persoalan ini harus ditangani segera mungkin,” kata Genman.
Terkait tapal batas, BKSDA Aceh bersama Badan Pengukuhan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah II dengan bantuan dari dana program TFCA YLI tahun ini mulai melakukan pemasangan pal batas SM. Ada 233 kilometer batas SM yang harus dikasih patok.
Juni lalu BKSDA Aceh mulai memasang plang penanda batas Suaka Margasatwa Rawa Singkil di Kecamatan Trumon Aceh Selatan. Menurut pantauan lapangan, batas hutan Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang ada di sepanjang jalan dari ibu kota Kecamatan Trumon hingga ke Desa Ie Meudamah dan Desa Teupin Tinggi sudah menjadi kebun sawit bahkan ada yang menjadi perumahan penduduk.
From : http://www.mongabay.co.id/