Wakil Ketua Komisi IV DPR, Firman Soebagyo, menilai
penangkapan 16 pelaku pembakaran hutan di Riau tak akan selesaikan akar
persoalan. Sebab aktor intelektual kebakaran hutan selama ini sulit tersentuh
hukum.
Firman berargumen, pada kasus-kasus sebelumnya juga pernah
ditangkap beberapa orang pelaku pembakaran hutan. Namun, "Faktanya, setiap
tahun menjelang musim kemarau, kebakaran hutan selalu terjadi dan mempermalukan
Indonesia di dunia internasional," kata Firman.
Pria yang juga Ketua Panja RUU Pemberantasan dan Perusakan
Hutan (P2H) tersebut menuturkan bahwa persoalan kebakaran hutan sesungguhnya
amat kompleks. Dalam konteks kasus hutan di Sumatera, kondisi hutan disana
memang cenderung kering dan mudah terbakar. Selain itu, lahan disana banyak
terdiri dari lahan gambut.
Firman juga menyayangkan sikap Kementerian Kehutanan yang
menolak pengalokasian helikopter untuk keperluan pemeliharaan hutan.
Menurutnya, DPR sebetulnya telah memberikan alokasi anggaran dalam APBN Tahun
2011 sebesar Rp 300 miliar. Alokasi tersebut diperuntukkan untuk pembelian 3
helikopter, dari target memiliki 6 helikopter.
Selain merupakan sarana penting dalam upaya pemadaman
kebakaran hutan, helikopter juga sangat penting bagi upaya pemantauan berkala
kondisi kehutanan. Namun usulan DPR itu ditolak pemerintah dengan alasan biaya
operasional memakan biaya tinggi. "Akibatnya alokasi ini tidak kita
munculkan lagi dalam APBN tahun 2012 dan 2013," kata Firman.
Selain itu, ada permasalahan lain yang juga berkaitan erat
dengan kasus ini. Salah satunya adalah keberadaan UU No 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan dan UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang dinilai belum cukup. Sebab kedua UU tersebut hanya bisa
menjangkau pelaku lapangan.
Oleh sebab itu, Firman menegaskan, Komisi IV DPR sedang
mencoba untuk menuntaskan pembahasan RUU P2H. "Nanti dalam RUU P2H itu
juga akan bisa menjangkau aktor intelektual," jelasnya.